Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37. Mati Tapi Bernapas

Dingin menyapa, terasa hampa

Hati ini berbisik kaulah pemiliknya

Sementara langkah kita, tak lagi sama

Bukan karena cinta memilih hati yang berbeda

Hanya saja, tangan Tuhan pemilik yang sesungguhnya.

***

Sarah menutup sebuah buku Novel yang dia jadikan hiburan ketika malam menyapa, tubuhnya yang memakai piyama berlengan panjang itu terlihat semakin kurus saja. Jam yang sudah menunjukkan pukul empat subuh tidak membuat niatnya untuk membaca. "Sayang belum tidur?" tanya Rangga dari ambang pintu kamar Sarah yang memang tidak dia kunci.

"Kamu sedang apa disini? tidak kembali ke rumah Mama dan Papa saja?"

"Tidak, aku sudah minta izin dengan kak Fara dan Ibu. Lagi pula besok kita akan ke Rumah Sakit untuk memeriksa keadaan kamu." Sarah diam, dia tahu kalau semua orang menganggapnya tidak waras sekarang.

"Rangga apa kau juga menganggap aku tidak waras?" tanya Sarah hingga Rangga terkejut. Netra yang Rangga sukai dari Sarah terlihat sayu. Rangga mengusap pipi Sarah, dia tentu tidak menganggap Sarah seperti itu. Apalagi Rangga adalah seorang Dokter, dia tahu persis apa yang sedang terjadi kepada istrinya.

"Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Rangga kemudian tatapan cemas jelas terlihat dari wajahnya.

"Ya, karena semua orang berpikir seperti itu tentang ku saat ini."

"Jangan perdulikan mereka, fokuslah dengan anak-anak dan juga dengan kita." Sarah menautkan kedua alisnya tidak mengerti, mendapat tatapan se[erti itu dari Sarah Rangga tersenyum simpul.

"Aku sudah berbicara dengan Ibu dan juga kak Fara. Aku ingin menikahimu lagi," ujar Rangga membuat Sarah terkejut. Disaat dia terkejut, Sarah melihat Rangga mengangkat telpon dan berjalan keluar dari kamarnya. Sarah mengikuti Rangga, dari tempatnya dia bisa mendengar Rangga sedang berbincang dengan orang lain dan suara Rangga sangat lembut. Tubuh Sarah bergetar, dia menyadari pasti ini hanya halusinasinya saja. Rangga pasti tidak datang kekamarnya tadi, pasti dia hanya kembali terjerat dalam khayalannya lagi.

Langkah Sarah dengan tubuh bergetar membuat dia kesulitan untuk menuruni anak tangga di rumah kakaknya. Sarah ingin keluar dari rumah sebentar, dia merasa butuh seorang diri ditempat yang sangat sunyi dan tidak ada seorangpun disana. Kembali ke kamar tidak ingin dia lakukan, entah karena apa yang pasti Sarah tak ingin kesana.

Hujan pada waktu menjelang subuh tidak membuat dia merasakan kedinginan, padahal saat dia berjalan tidak tentu arah selama dua jam ini tubuhnya sudah basah akibat tetesan air hujan yang turun. Dirumah Fara, mereka semua panik mencari Sarah. Rangga memang datang ke kamar Sarah, semua yang Sarah dengar malam itu nyata hanya saja Rangga keluar untuk ke kamar mandi. Saat dia kembali melihat ke kamar, Sarah sudah tidak ada.

Tidak ada ketakutan didalam diri Sarah, ataupun kedinginan. Dia terus berjalan hingga sampai disebuah halte yang tidak terlalu jauh dari rumah Fara. Dia duduk disana, diam tidak memikirkan apapun, setelah duduk dia kemudian berbaring menutup matanya karena pada saat ini dia merasa dia sudah mati. Tertabrak oleh mobil yang dikendarai wanita bernama Lisa, yang tidak lain adalah kekasih gelap suaminya.

Ya, Delusi Sarah wanita bernama Lisa adalah orang yang menjadi alasan rumah tangganya hancur. Wanita yang sudah merebut suaminya setelah dia terus menyalahkan diri karena keguguran. Sarah masih menutup mata, sampai namanya dipanggil oleh mantan suaminya. Sarah tidak ingin membuka mata, pikirannya mengatakan dia sudah mati. Hingga saat Rangga memintanya membuka mata dia tidak melakukannya, dia masih tetap tenang dan mendengarkan panggilan Rangga, Fara dan juga suaminya.

Ketiga orang yang menemukan Sarah dengan keadaan basah kuyup di Halte jam lima subuh itu sangat cemas. Denyut nadi Sarah jelas masih ada, tapi matanya tidak kunjung terbuka. Akhirnya mereka memutuskan untuk membawa Sarah ke Rumah Sakit, Fatma yang berada di rumah hanya menerima kabar lewat telpon mengatakan kalau Sarah dibawa ke Rumah Sakit.

Hati Fatma benar-benar hancur, dia tahu berdosa untuk bertanya kepada Tuhan kenapa anaknya diberikan cobaan seberat ini? Fatma memukul-mukul bagian dadanya, terduduk di lantai sambil menangis. Untungnya Selin dan Roby yang langsung menuju ke rumah setelah Fara menelpon meminta bantuan mereka. Fara tahu, ibunya pasti sulit menerima keadaan ini.

Selin dan Roby juga baru mengetahui apa yang terjadi kepada Sarah setelah Dita menelpon mereka malam tadi. Selin awalnya tidak percaya, hingga Dita memberikan rekaman Sarah di restoran saat makan bersama Rangga. Wanita yang mereka kenal selalu kuat dan baik itu, mengalami hal yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka sebelumnya.

Dari yang mereka tahu Skizofrenia adalah penyakit yang sangat serius yang dapat mengubah cara berpikir, merasakan, bahkan tindakan seseorang yang mengidap penyakit tersebut. Selin melihat Raga dan Salsa berdiri diambang pintu, melihat nenek mereka yang masih menangis. Selin mendatangi kedua buah hati Sarah dan Rangga itu. Malaikat yang selama ini sudah membuat hidup sahabat mereka lebih bahagia.

"Tante kenapa Oma menangis?" tanya Salsa dengan polosnya.

"Apa Mama baik-baik saja?" tanya Raga lagi kali ini. Selin heran kenapa Raga bertanya seperti itu kepadanya. Akhirnya dia bertanya kenapa Raga bertanya hal. "Karena Oma pernah berkata, kalau hanya ada satu hal yang bisa membuat Oma menangis. Yaitu, tentang kedua anaknya dan kami cucunya." Jelas Raga yang diangguki Salsa.

Selin tersenyum kemudian memeluk keduanya sekaligus "Kalian tenang saja ya, Oma hanya sedang sedikit sedih. Mama dan Tante kalian sedang ada di Rumah Sakit, karena Mama Sarah sedang kurang sehat. Jadi Raga dan Salsa jaga Oma ya. Jangan nakal," ujar Selin di iringi dengan senyumannya. Raga dan Salsa pun menganggukkan kepala tanda mereka mengerti.

***

Di Rumah Sakit selain Rangga, Fara dan suaminya Andre ada Dita yang juga langsung ke Rumah Sakit saat menerima kabar dari Rangga. Profesi Rangga yang juga Dokter di Rumah Sakit itu dulunya membuat penanganan Sarah langsung dilakukan, Rangga memanggil salah satu Dokter terbaik yang bisa menangani penyakit mental yang diderita Sarah. Namanya Cintya, Dokter sekaligus teman Rangga yang juga sudah mengetahui keadaan Sarah sebelum Rangga menyusul wanita itu ke Los Angeles.

Cintya terlihat memeriksa Sarah, kemudian dia menghela napas. "Dia tidak ingin membuka matanya," kata Cintya menatap Fara dan Rangga bergantian.

"Tapi kenapa? dan sampai kapan?" tanya Fara jelas dia sangat khawatir.

"Saat ini itulah yang sedang dia inginkan. Saya akan mencoba berbincang dengan Sarah sebentar lagi, semoga dia mau memahami apa yang nanti akan saya katakan."

"Tap- tapi kenapa Sarah menutup matanya Cin?" tanya Rangga menahan langkah Cintya yang ingin pergi meninggalkan ruang rawat Sarah.

"Maaf Rangga, aku juga tidak tahu. Sarah mengalami tekanan yang luar biasa saat ini, dia bukan hanya sedang mengalami delusi, tapi juga halusinasi yang sudah sangat kuat menjeratnya. Aku akan mencoba berbicara dengan Dokter Psikiater lainnya, tapi jika sudah seperti ini ada baiknya jika dia dirawat secara intensive di Rumah Sakit khusus."

"Adik saya tidak gila Dokter," ujar Fara lanngsung. Cintya tersenyum penuh pengertian, sebagai Psikiater dia juga mengerti dengan kondisi pasiennya.

"Saya tahu, dan tidak semua orang yang sudah masuk Rumah Sakit gangguan mental mereka disebut gila. Hanya saja memang pengobatan disana lebih efektif, yang ditakutkan adalah Sarah sampai pada tahap melukai orang lain atau bahkan dirinya sendiri. Jika sudah seperti ini, dan ada laporan maka pihak keluarga akan diminta harus setuju agar Sarah dirawat secara khusus." Cintya menjelaskan hal ini diawal karena yang dia lihat Sarah sudah tidak dapat mengendalikan lagi dirinya, baginya juga Sarah lebih baik ditangani secara intens.

"Cintya aku mohon bantu istriku," kata Rangga memohon tanpa dia sadar dengan status yang dia sebutkan barusan. Andre yang mendengar itu merasa betapa tulus dan cintanya Rangga kepada Sarah, sebagai seorang Pria dia meyakini hal itu.

"Aku pasti membantu Sarah Ngga, jangan khawatir." Cintya menepuk pundak Rangga kemudian dia pergi meninggalkan Rangga dan keluarga Sarah tersebut. Langkah Rangga kini beralih kembali kepada Sarah, duduk disamping tempat wanita itu berbaring dengan tenang. Napasnya teratur, tetapi mata itu tidak ingin terbuka sedikit saja untuk melihatnya. Rangga mengambil jemari Sarah, di kecupnya lembut sambil dia merapalkan Do'a. "Jangan tinggalkan kami sekarang Sarah, ingatlah bagaimana kamu melahirkan Raga dan Salsa. Bagaimana kita merajut kasih bersama, tolong jangan terlalu lama tenggelam dalam marah mu. Lihatlah aku disini Sarah," ucap Rangga terdengar frustasi.

Sarah masih bernapas, hanya saja matanya tertutup rapat seolah dia sudah meninggalkan Dunia ini untuk selama-lamanya. Rangga takut jika benar itu terjadi, dia bisa gila jika sampai Tuhan menghukumnya dengan mengambil Sarah dari Dunia ini.

Bersambung....

Yang mau baca langsung sampai tamat plus ekstra bab bisa ke Karya karsa dengan nama akun 'Nadra El Mahya'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro