Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2 ; The Love Feels So True - O1

Putra Abimanyu


Playing song - Starlight by Chani ( SF9 )

Mengapa harus ada kata kita, jika nyatanya kita tak pernah bisa sejalan?
Begitu pemikiran seorang Abimanyu, lelaki dengan sejuta kebisuannya.

Perempuan dengan perawakan yang tinggi tak sebanding dengan Abimanyu itu sedang terdiam dengan tatapan menanti. Abimanyu tak melepaskan pandangannya dari sebelah kanan hanya untuk memandangi Nona yang sedang terduduk manis sedikit lebih jauh dari tempat duduknya.

"Cantik."

Kilasan balik beberapa bulan yang lalu membayangi kembali seorang Abimanyu.

"Bi, gimana sama cewe yang kemarin?" Abimanyu menengadahkan kepalanya, menatap seseorang yang berada di hadapannya.

"Cewek yang mana?"

"Cih, pura-pura nggak tau gitu. Itu, loh, yang Bayu kenalin. Cocok nggak sama kamu?" tanya Nona sembari menampakkan ekspresi wajahnya yang penasaran.

Abi-mari kita sebut saja Abi-memutar kedua bola matanya malas setelah mendengar ucapan Nona. " Nggak ada, nggak cocok."

Nona mendengus mendengar jawaban dari Abi. "Ish, nggak tau, deh. Kamu tuh harusnya kenal dia dulu lebih deket, baru bilang nggak cocok."

"Baru pertama kali aja udah nggak cocok, gimana mau kenal lebih deket coba," jawab Abi yang fokus kembali pada lukisan yang sedari tadi belum ia selesaikan.

"Tapi, kan, setidaknya dicoba dulu, Bi. Mau sampai kapan sih kamu gini terus? Mau terus stuck di masa lalu?"

Seketika Abi menghentikan aktivitasnya sesaat setelah menyimak semua pertanyaan yang keluar dari bibir gadis berlesung pipi itu.

"Kalau tau gini, aku nggak akan pernah mau bantu kamu lagi. Cari aja sendiri cewe yang kamu mau." Nona beranjak dari tempat duduknya setelah sedikit meluapkan emosinya pada Abi.

Bagi Nona, Abi terlalu kekanak-kanakan jika sudah bersikap seperti ini. Menurutnya, lelaki itu hanya perlu sedikit memberikan ruang pada hatinya agar sedikit pula perasaan untuk masa lalunya tergantikan. Namun, lagi-lagi, Nona tak pernah paham bagaimana isi kepala Abi. Lelaki itu terlalu misterius bagi Nona yang sangat ingin membantu Abi bangkit kembali. Dan semesta yang begitu adil tak memberikan kemampuan membaca pikiran seseorang pada semua insan di dunia.

Nona tak pernah mengerti bagaimana Abi, begitupun Abi.

Abi pun tak pernah mengerti mengapa Nona begitu sangat ingin melihat dirinya berdampingan kembali dengan seorang wanita lain, jelas-jelas isi kepala Abi yang berisik itu hanya meneriaki nama Nona. Begitupun ruang hati Abi yang hanya ada kekosongan. Sekarang hanya ada senyum manis Nona di dalamnya.

"Gimana bisa dengan yang lain kalau kamu terus menganggu pikiranku, Nona?"

Abi kembali hanyut dengan pikirannya. Pikirannya yang setiap hari tak henti-hentinya membuat Abi kewalahan. Setelah satu tahun Abi mencoba berdamai dengan masa lalunya, kini bukan tenang dirasa, lagi-lagi ia harus terjebak dengan situasi yang sangat menjengkelkan.

Menyukai seseorang memang bukan sebuah kesalahan, tetapi jika Nona orangnya, itu adalah suatu malapetaka bagi Abi. Nona adalah teman masa kecil Abi, sudah memang begitu aturannya. Ia tak harus mengagumi Nona diam-diam selama ini.

Bagi Abi, Nona seperti malaikat kecilnya. Ia mampu menjaga Abi. Karena sifatnya yang keras hingga tak ada satu pun yang berani menantang gadis itu. Tapi jika takdir memaksa Abi untuk sedikit lebih dalam mengenal Nona, ia tak tahu bagaimana akhir dari kisah hidupnya.

Nona hanya memandangnya sebagai teman masa kecil yang kebetulan tumbuh bersama hingga dewasa, dan tak ada lagi status yang menggantikan kata teman. Abi pun seperti itu. Hingga tanpa sadar takdirnya sedang dipermainkan.

***

Kini, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, terlihat Nona sedang bersiap-siap untuk meninggalkan kelasnya. Ponselnya berdering, tertera nama lelaki yang kemarin hari ia tinggalkan begitu saja di cafe seberang sana.

Kalau kamu masih marah gapapa, aku terima.
Tapi temuin aku di taman belakang biasa.
Ada yang mau aku bicarain.

***

Pandangan mereka saling bertemu. Abi bangkit dari duduknya sebelum Nona mendekatinya dengan kedua tangan yang ia simpan pada saku hoodie biru langitnya.

"Kenapa?" seru Nona.

"Jelek banget kalau marah."

"Dih? Kalau nggak penting aku balik aja, deh." Belum sempat Nona membalikkan badannya, Abi dengan sigap menarik lengan Nona untuk duduk bersama di sampingnya.

"Iya maaf. Ini, aku mau kasihin ini ke kamu." Abi menyodorkan sebuah journal notebook berbentuk persegi panjang dengan pinggiran yang sedikit bergelombang. Terdapat beberapa gambar kelopak bunga yang Nona sadari pasti Abi yang membuatnya.

"Bukunya aku beli di tempat waktu itu kita nggak bisa beli. Karena isi dompet yang nggak mendukung," lanjut Abi. Senyum Nona terbentuk begitu saja. Abi mengingatkan kembali Nona kejadian empat tahun lalu saat mereka masih di bangku sekolah.

"Isinya kamu yang gambar semua?" tanya Nona dengan tatapan penuh perhatian. Emosinya seketika mereda jika sudah berhadapan dengan Abi yang selalu bisa mengingat hal-hal yang sudah menjadi masa lalu.

Abi menggangguk mengiyakan pertanyaan Nona. Begitulah perjalanan sebuah rasa amarah mereka, mudah dibawa tetapi sederhana untuk diperbaiki.

"Makasih, ya? Maaf kemarin aku ninggalin tiba-tiba," tutur Nona sedikit mengerutkan wajahnya. Seketika kepalanya terasa hangat akan sesuatu, Abi mengelus pelan puncuk kepala Nona.

"Bi, tadi pagi aku dianter Mas Adam."

"Mas Adam?"

"Iya, yang pernah Papah ceritain ke kita waktu itu. Aku dijodohin sama dia."

Rasa yang tak pernah Abi rasakan, kini serasa menyambar lubuk hatinya. Bukan, bukan karena siapa Adam, tetapi kenyataan yang begitu mudah membawa kabar buruk ini sesaat setelah Abi sudah mengumpulkan keberaniannya.

"Oh ya? Terus kamu gimana?" Ditahannya gemetar pada bibirnya, mencoba agar tetap tenang bukanlah keahlian Abi.
Namun, sebuah kelemahan yang harus sanggup ia kendalikan.

"Menurut kamu, aku harus gimana?"

Itu bukanlah pertanyaan. Keduanya sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

Dan Abi, harus mencoba kembali berdamai dengan keadaan.

***

Jika masa lalu kini harus terus menjadi teman akrabnya, bagaimana Abi bisa mencari ketenangan tanpa adanya luka yang tersisa dari masa lalunya? Tak ada yang tahu, hanya Abi yang tahu.

Setelah pertemuannya dengan Nona, Abi pamit untuk kembali dengan urusannya yang sebenarnya ia hanya ingin menghindari tatapan Nona.

Abi tahu ini akan terjadi, tetapi ia tak pernah menyangka bahwa ini terjadi begitu cepat sebelum ia diberi kesempatan. Berandai-andai jika saja kemarin sore ia cepat-cepat mengajak gadis yang ia puja untuk keluar bersamanya. Namun, kini tak ada gunanya menyesali semua itu dan tak perlu ada lagi air mata yang sia-sia menemani malam yang sepi baginya.

Lelaki itu kembali pada kenyataan. Kenyataan bahwa perempuan yang sedang terduduk tanpa menyadari adanya Abi di sini, kini bersama dengan malaikat pelindungnya. Menggenggam erat jari jemari Nona dan tatapan yang terlihat begitu tulus itu beradu sembari menampakkan senyum bahagianya.

Tak ada lagi penyesalan, hanya sesak yang sudah biasa ia rasakan selama hidupnya. Jika bukan karena Nona, sekarang Abi pasti masih sangat jauh di belakang sana. Tapi sekarang, Abi sudah berlari lebih jauh. Meskipun saat sampai pada tujuannya, ia harus bertemu dengan luka baru lainnya.

***


Nona, berbahagialah.

Maaf jika selama ini aku tak bisa menjadi pelindungmu.
Aku sangat berterima kasih kepada kamu. Karena kamu, aku mengerti bagaimana caranya melepaskan sesuatu yang tak pantas.

Jika suatu hari nanti kamu melihat tulisan ini, jangan berbalik ke belakang, ya? Aku tak apa-apa, kamu pantas bahagia dengan pilihanmu sendiri. Aku pun akan melakukan hal yang sama sepertimu, suatu hari nanti.

Aku amat sangat menyukai kamu, dan semesta yang tak pernah merestui perasaan ini untuk aku rasakan selamanya.

Sampaikan salamku pada Mas Adam, jadilah pemimpin yang bertanggung jawab.

Dari Abimanyu, untuk Nona Candrana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro