
Satu: Gadis Bergigi Gingsul
Suasana pelataran lapangan upacara milik SMA Jakarta Raya atau sering disebut SMANSA JUARA, hari ini, sepuluh tahun yang lalu tampak amat ramai oleh riuh rendah para siswa yang sedang menikmati acara pelepasan siswa kelas tiga. Salah satu siswa paling favorit, Ardhito Abyan Abinaya, sedang duduk di bangku, memetik dawai dan mendendangkan sebuah lagu yang ketika dinyanyikan, perhatian seluruh sekolah hanya terpusat kepadanya. Kecuali bagi seorang murid kelas sebelas yang beberapa bulan lagi akan menginjak bangku kelas dua belas tak lama usai Ardhito meninggalkan sekolah tersebut sebagai alumni.
Adik kelas itu adalah pemilik rambut kepang tunggal sepunggung dengan sedikit jerawat di jidat dan pipi, tanda pubertas sedang mengambil alih. Gingsul lucu di bagian gigi sebelah kiri atas yang ketika tertawa pun akan membuat beberapa lelaki menahan geli karena sungguh tampangnya menjadi aneh, terutama bila dibandingkan dengan satu-satunya idola sekolah, Katarina Prasojo yang aduhai, dirinya hanya seperti kangkung yang terselip di antara gigi, mengganggu.
Adik kelas itu bernama Sakura Pradasari, lahir di Hiroshima, punya ibu seorang Jepang asli dan ayah produk JaSuma, alias blasteran Jawa-Sumatera. Namun, ia besar di salah satu kampung pesisir selatan tanah Jawa. Wajahnya yang sedikit berbeda dari kebanyakan temannya membuat ia tenggelam di antara kerumunan siswa cantik dan tampan, seperti Ardhito dan Katarina alias Kathi.
Meski begitu, Sakura yang kerap dipanggil Aca oleh dua sahabat kentalnya, Ghianna dan Melinda, tidak ambil pusing. Pertama, karena rata-rata penghuni SMANSA JUARA juga berwajah sama sepertinya dan sampai detik ini mereka tetap hidup, sehat walafiat tanpa perlu protes kondisi muka sendiri. Kedua, menjadi manusia rata-rata, artinya tidak perlu bingung menjadi sasaran empuk pemuda-pemuda beranjak balig yang tahu wanita cantik.
Biasanya, Kathi menjadi sasaran. Ulah pemuda-pemuda itu tidak sekali-dua kali membuat mereka berakhir di ruang guru dan kena ceramah panjang oleh guru Matematika yang gemar sidak saat jam pelajaran siswa, Pak Jamaluddin Hasibuan. Nasib para penggoda itu amat malang karena selain ketahuan menggoda Kathi, mereka juga mendapat bonus hukuman tambahan. Bagaimanapun, selain sebagai siswi favorit, Kathi adalah anak kepala sekolah. Mengganggu anak kepala sekolah berarti cari mati.
Jadi, setelah paham dirinya bukanlah penikmat penampilan kakak kelas tampan dan berbakat itu, Sakura mulai mencari-cari sosok yang sejak awal bersekolah di sini sudah begitu banyak mencuri perhatiannya. Ralat, perhatian semua siswi setelah sosok Ardhito yang digadang-gadang menjadi idola baru Indonesia. Sosok pengganti itulah yang menenggelamkan kakak kelas nan rupawan itu di mata Sakura. Siapa lagi kalau bukan sang ketua OSIS yang saat ini—seperti Dhito sedang berdiri di atas panggung—menunggu giliran membacakan sambutan sebagai ketua penyelenggara acara perpisahan siswa kelas dua belas.
Senyum khas Sakura tersungging. Di matanya, Radja Tanjung selalu tampak amat menawan dan khusus hari ini, balutan jas membuat ia lima belas kali lipat tambah menarik dibanding sebelumnya. Sesekali, tangan Sakura merayap menyentuh dada, lalu memastikan bahwa debaran yang bertalu-talu melebihi biasanya memang berasal dari detak jantungnya. Memandangi wajah pemuda berwajah rupawan itu selalu membuat jantungnya bekerja dua kali lebih keras.
"Jangan lama-lama dilihatin, ntar ilernya tambah banyak yang netes."
Suara Ghianna tiba-tiba saja membuyarkan konsentrasi Sakura atas keasyikan memandangi pria pujaan yang masih menunggu Ardhito selesai dengan penampilannya. Tak urung, gadis muda itu salah tingkah dan segera mengedarkan pandangan ke arah mana saja asal bukan ke panggung. Matanya kemudian tertuju kepada sosok Kathi yang ternyata duduk tidak jauh dari panggung, melambai lincah kepada seseorang, tak lain dan tak bukan pemuda kelas sebelas yang dari tadi menarik minat Sakura.
Gadis itu menelan ludah. Di mana-mana, pasangan seorang pria tampan adalah wanita berparas menarik, bukan anak baru gede dengan jerawat dan gigi gingsul.
"Kamu salah sangka." Sakura mencoba mengelak.
Ghianna yang tanggap langsung tertawa karena tahu jelas bahwa Sakura tidak pernah bisa membohonginya. "Iya, dah, iya. Ngaku aja kenapa. Toh, lo lebih berhak mandangin dia daripada cewek centil yang dari tadi goda-goda di bawah panggung."
Sakura pura-pura tidak mendengar dan bertingkah sibuk mencari seorang lagi dari kelompok mereka yang tidak berada di tempat, Melinda. "Linda mana?"
"Audisi. Hari ini giliran dia. Udah izin juga dari pagi." Ghianna, remaja bertubuh sedikit subur itu, menjawab malas seolah-olah tidak tertarik. Toh, yang lebih menarik adalah cerita antara sahabatnya ini, si bunga Jepang dan pemuda bernama Radja yang anehnya sekarang malah sesekali membalas lambaian Kathi dengan gayanya yang cool. "Tadi pergi sendiri? Nggak bareng dia?"
Sakura menggeleng, tampak tidak nyaman dan rasanya ingin kabur saja daripada memandangi ulah dua manusia yang jelas-jelas mengganggu penglihatannya. Oke, dia bukan terganggu karena Radja, melainkan Kathi yang terlihat santai seperti tidak peduli dengan kenyataan bahwa Radja adalah....
"Nggak, ah. Ngomong apa, sih?" Sakura berusaha mengelak. Ia benar-benar ingin bangkit saat tangan Ghianna meraih pergelangan tangannya, menahan langkah gadis itu agar tetap di tempat.
"Gue udah tahu. Linda juga. Tapi, lo nggak mau cerita. Jadi, daripada kita berantem karena lo lebih milih menyimpan semuanya dalam hati, mending jujur, deh. Kenapa lo nggak ngasih tahu kalau kemaren kalian udah tunangan?"
Tepuk tangan bergemuruh mengakhiri penampilan Ardhito, membuat Sakura menoleh panik ke arah panggung karena ia tahu giliran Radja akan tiba tidak lama lagi. Ia makin gugup, tetapi lirikan tajam sahabatnya membuat ia tidak berkutik. Saat mengalihkan lagi pandangannya pada Ghianna yang terlihat amat tidak sabar, Sakura jadi tidak bisa mundur lagi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro