Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Seven

.
.
.
.
.

Malam telah berganti menjadi pagi. Aomine segera bangun dari mimpi indahnya ketika seberkas sinar menyeruak di pandangan.

"Eungh?".

Matanya berpendar melihat keseluruh sudut, mengingat-ingat dimanakah ia berada saat ini.
Bagai menyusun kotak, para potongan mulai muncul ke permukaan.
Sekarang Aomine tahu, dirinya berada dimana. Rumah Misaki, gadis mungil pemilik rumah ini, lantas.

Dimana keberadaan Misaki?

Aomine memutuskan untuk keluar dari kamar dan mencari Misaki.

"Misaki? Misa..." suaranya tercekat saat melihat pemandangan yang dilihatnya.

Disana..

Di bawah kursi makan, Misaki tengah menyantap sarapan paginya.

Pemandangan yang tersaji didepannya seketika membuat Aomine mual. Otak gesreknya berteriak agar dia cepat pergi meninggalkan tempat terkutuk ini!
Aomine mengambil langkah mundur. Ia menelan ludah, wajahnya pucat pasi.

Ditempatnya Misaki mendongak menatap Aomine sambil memyeringai kecil. Sebenarnya Misaki sudah menyadari keberadaan Aomine sedari tadi, namun ia pura-pura tidak tau.

Misaki dengan santai nya memakan sarapan pagi. Menurutnya.

"Kenapa Aomine? Kau tak mau ikut bergabung denganku huh?" Tanyanya sambil menjilat sisa darah yang mengalir dibibirnya.

Menggeleng kuat Aomine mengalihkan pandangan.

"Aku hanya ingin menemuimu untuk berterima kasih karena sudah mengizinkan aku bermalam dirumahmu." Ujar Aomine setengah berbisik.

"Seka-.."

Craaaaatssss..

Ucapan Aomine terpotong, ia membelalakan matanya tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

Pisau yang Misaki pegang menusuk perutnya.

Aneh..

Aomine tidak merasa sakit sedikitpun, bibirnya membuka namun tak ada kata yang keluar dari sana.

"A-apa yang kau lakukan!" Tanya Aomine.

"Sudah jelas kan? Kenapa aku harus menjelaskannya lagi huh?" Misaki bertanya balik.

Krieeeeet...

Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Aomine, tatapan mereka tertuju pada sang pelaku.

"Ohayou gozaimassu minna~" sapa Chitose ceria.

Belum hilang dari rasa terkejutnya Aomine kembali dikejutkan dengan kehadiran Chitose.

"Heee... kenapa tidak ada yang membalas sapaan selamat pagi dariku." Ujar Chitose dengan nada mencibir. Bibirnya mengerucut tanda ia tengah merajuk.

Misaki menarik pisaunya dari perut Aomine. Dan keanehan kembali terjadi menurut Aomine.
Chitose yang sudah tau dia hanya mengambil bangku di depan Misaki untuk duduk berhadapan dengan temannya.

"Well, terimakasih Misa. Kau sudah mau menampungnya disini."  Ucap Chitose. Misaki menyeringai mendengarnya.

"Ya,, aku senang bisa membantumu Chi-chan. Tapi kau tahu sendiri kan?"

"Tenang saja.. setelah ini aku akan membawanya ke Ibunda."

"Baguslah.. jangan membuat beliau terlalu lama menunggu Chi." Ujar Misaki setengah berbisik.

**

Satsuki dan Imayoshi masih mencari keberadaan Aomine di tempat kejadian dimana Aomine mengalami kecelakaan.

"Hati-hati.." ujar Imayoshi sambil merangkul perut rata Satsuki. Nyaris saja isterinya jatuh ke jurang jika saja ia tidak cepat bertindak.

"Maaf.." raut khawatir tercetak jelas di wajah Satsuki. Imayoshi faham. Bagaimanapun Aomine adalah sahabat isterinya. Wajar jika Satsuki mengkhawatirkan Aomine. Terlebih Aomine dan Satsuki sudah tidak mempunyai keluarga. Mereka saling bergantung satu sama lain.

"Kita akan cari dia.. kau tenanglah." Ujar Imayoshi berusaha menenangkan isterinya.
Satsuki hanya memgangguk pelan kemudian kakinya kembali melangkah. Melanjutkan pencarian.

***

Kini Chitose mengambil langkah didepan sebagai pemandu perjalanan Aomine menuju tempat sang Ibunda menurut Chitose. Aomine hanya menuruti gadis kecil itu. Rasa penasarannya yang tinggi ia kubur dalam-dalam untuk sementara.
Setidaknya, sampai semuanya jelas.

Langkah kakinya terhenti saat melihat Chitose berhenti.

Ia melihat sekitarnya, tak banyak penduduk yang berlalu lalang disini. Keanehan yang Aomine rasakan penduduk itu tak saling menyapa walau berpapasan muka.

"Aomine.." panggil Chitose.

Aomine tak menyahut, namun Chitose tahu bahwa Aomine menanti dirinya berkata.

"Kita masuk kesana.. kalau kau mau tahu jawabannya." Ujar Chitose.

"Baiklah, lalu setelah masuk.."

"Lalu setelah masuk kau harus bertemu dengannya Aomine Daiki." Potong Chitose. Chitose mendengar gertakan gigi yang berasal dari pria dim tersebut namun Chitose mengabaikannya. Ia tidak takut terhadap Aomine.

Mereka pun masuk kedalam pohon tua, Aomine menebaknya. "Pohon ini pasti sudah puluhan tahun.. bahkan bisa ratusan." Batin Aomine.

Hening. Hanya suara langkah kai yang menggema di seluruh ruangan. Aomine tak mengira jika dibalik pohon ada ruangan yang begitu luasnya.
Lama berjalan, akhirnya mereka sampai didepan pintu besar.
Pintu itu terbuka dengan sendirinya saat Chitose menggumamkan sesuatu.

'Apa mungkin itu mantra? Tapi ini bukan negeri dongeng.' Batin Aomine.

Setelah mereka masuk melewati pintu tersebut Aomine tercengang dengan apa yang dilihatnya. Disana. Tepatnya didalam lemari kaca. Tubuh seorang gadis disimpan. Kulitnya putih mulus, hampir tak bercela bagai boneka porselen.
Ia menatap marah kearah Chitose, Aomine tak habis pikir. Kenapa Chitose membawanya kemari? Namun gadis mungil tersebut tak menghiraukan aura kemarahan dari Aomine.

"Kau tahu apa kesalahanmu Aomine Daiki?" Tanya Chitose tiba-tiba. Membuat pandangan Aomine beralih menatapnya.
Bibirnya mendadak kelu. Dahinya berkerut samar tampak berpikir keras memikirkan apa kesalahan yang ia perbuat.

Menyerah, Aomine menggelengkan kepala. Tanda bahwa ia tak tahu dimana dan apa kesalahannya.

Chitose mendengus, ia tak habis pikir dengan manusia laknat didepannya.

"Apa perlu aku sebutkan satu persatu Aomine?" Nada Chitose mulai berat dan dingin. Tanpa sadar Aomine menggigil karena suhu diruangan itu berubah.

"Baiklah.. Mungkin memang aku yang harus memberitahu sebanyak apa kesalahan yang diperbuat oleh bajingan sepertimu." Ujar Chitose. Ia menatap Aomine sinis.

"Pertama, kau memperkosa seorang gadis. Kedua, kau tidak bertanggung jawab atas kesalahanmu,  ketiga kau membunuhnya disaat DIA MENGANDUNG ANAKMU BRENGSEK!!" Chitose meninggikan nada suaranya diakhir. Lehernya tercekat saat kata-kata kasar keluar dari mulutnya.

Bagai disambar petir tubuh Aomine terbujur kaku setelah mendengarkan apa kesalahannya. Lututnya terasa lemas, hingga ia tak sanggup berpijak.
Aomine bersimpuh dihadapan seorang gadis yang menatapnya hampa.

Kini kilasan memori bermunculan bagai kaset yang rusak didalam otaknya.

Dimana Aomine pernah bermimpi ia meniduri seorang gadis. Wajah cantik pelatih SMA Seirin terbayang diingatannya. Senyumnya, tawa nya. Dan.. dan.. entah. Memory itu bermunculan begitu saja. Tanpa bisa di cegah.

Di belakang Aomine, Chitose menatapnya geram.

"Sebenarnya aku sudah puas saat melihat jasadmu yang membusuk dipinggir sungai. Tapi aku harus membuatmu bertanggung jawab atas semua kesalahanmu." Desis Chitose.

Kini Chitose membuka pintu lemari kaca tersebut. Tindakan Chitose membuat Aomine gelisah.

"Kau harus membuat dia kembali kedunia." Ucap Chitose datar.

"Bagaimana mungkin bisa? Aku hanya ma-"

"KAU SUDAH MATI BRENGSEK!" potong Chitose. Air matanya mengalir jatuh menuruni pipinya.

Chitose menuntun tubuh Aida Riko menuju ranjang dan membaringkannya disana.

"Kejamnya kau Aomine, aku takkan pernah memaafkanmu!" Gertak Chitose.

"Apa yang harus aku lakukan demi menebus kesalahanku?" Ujar Aomine putus asa.
Iya, Aomine menyadari kesalahannya. Ia ingin menebus dosa-dosa yang ia perbuat pada Riko.

"Berbaringlah disisinya." Ucap Chitose setengah berbisik namun masih terdengar jelas.

Aomine menuruti kata-kata Chitose. Ia berbaring di samping Aida Riko.

Chitose mempersatukan tangan keduanya, ditengah-tengah Chitose memberikan penghubung bunga mawar merah sebagai perantara.

"Pejamkan matamu, minta maaflah dalam hatimu sampai kau memang benar-benar menyesali kesalahanmu." Gumam Chitose.

Aomine kembali menuruti ucapan Chitose. Didalam hatinya ia merasa sangat bersalah. Dan dengan sepenuh hati ia meminta maaf pada Riko.

Misaki datang dengan Kay, sang penjemput roh.

Chitose memberi senyum manis pada Kay.

"Silahkan jemput orang tua ku, wahai malailat maut." Ujar Chitose. Kemdian ia membungkukan sedikit tubuhnya pada Kay lalu menegakan tubuhnya kembali.

Kay hanya mengangguk samar kemudian ia menatap dua jiwa yang tengah berbaring di ranjang. Jiwa-jiwa itu telah siap dibawa pergi, sebelum dirinya benar-benar membawa jiwa Aomine dan Riko. Kay menoleh kearah Chitose.

"Apa harapanmu untuk mereka?" Tanya Kay.

Chitose mendongak menatap Kay terkejut. Kemudian ia tersenyum tipis.

"Ku mohon, biarkan mereka terlahir kembali agar mereka bisa bersatu dikehidupan berikutnya." Ujar Chitose.

"Harapanmu ku terima." Balas Kay.

"Dan... aku tak ingin kesana. Sebelum aku melihat reinkarnasi mereka." Sambung Chitose.

Kay tahu.. jiwa gadis ini belum tenang sepenuhnya.

"Aku akan kembali saat kau benar-benar siap aku jemput." Ujar Kay dingin.

Chitose mengangguk pelan.

Sinar putih mengelilingi Kay serta jiwa Aomine dan Riko. Saat sinar itu lenyap hanya tersisa Chitose dan Misaki.

"Aku sudah melakukan hal yang benar kan Misa?" Tanya Chitose pada sahabatnya.

"Yya.. kau sudah sangat benar Chi-chan." Jawab Misaki sambil tersenyum.

****

Pencarian jasad Aomine telah membuahkan hasil. Jasad di temukan dipinggir sungai dibawah tebing jurang.
Satsuki histeris melihat mayat sahabatnya.
Ia tak kuat melihat tubuh Aomine terbujur kaku penuh luka.

Tim SAR pun membawa mayat Aomine ke rumah sakit untuk otopsi.
Dan Imayoshi membawa serta Satsuki kerumah sakit karena isterinya hilang kesadaran.

Di suatu tempat,  warga menemukan tulang belulang di bawah pohon kopi. Mereka menduga kalau seseorang sengaja menguburkan mayat di bawah pohon tersebut.
Dan tulang itu dikembalikan pada keluarganya karena salah satu warga menemukan identitas seorang gadis.

Jika diperhatikan lagi, ternyata tulang itu memakai baju seragam SMA Seirin. Dan name tag Aida Riko

~

Pemakaman Aomine berjalan dengan lancar, para kerabat dekat serta kawan saat masa sekolah turut hadir memberi doa.

Kisedai pun turut menghadiri pemakaman Aomine.

~

Disisi lain Kagetora menagis didepan makam putrinya. Selama ini Kagetora menutup kenyataan dan mengatakan putrinya baik-baik saja. Kagetora selalu menunggu putrinya setiap hari. Berharap Riko pulang dengan senyum ceria yang biasa ia lihat.

Para sahabat Riko pun hadir, tim Seirin yang dilatih oleh Riko pun hadir. Junpei, Teppei, Koganei, bahkan Kagami rela datang dari Amerika demi menghormati pemakaman sang pelatih.

Diatas sana. Chitose melihatnya semuanya sambil tersenyum.

'Semoga harapanku terkabul.' Batin Chitose.

End..

Holaaaaaaaaa.. akhirnya selesai jugaaaaa :* unch~

Nanti ku bikin chap lagi.. tunggu aja yak :v

Bubye..

Nijimura Ran istri nya bang niji /digampar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro