5
"Kemampuan lo muncul lagi, ya?"
Kim Hyunjin berdiri di sana, dengan tubuh transparant dan wajah yang masih cantik seperti saat terakhir kali mereka bertemu. Olivia menyandarkan tubuhnya pada batang pohon yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Tubuh sang gadis perlahan merosot hingga terduduk walaupun wajahnya masih menengadah menatap paras rupawan milik Hyun.
Ada perasaan senang di dalam hati yang membucah begitu ia melihat sosok Hyun berdiri di sana. Bahkan air mata yang jatuh dari pelupuk mata indah itu sama sekali tak berhenti walaupun Olivia telah berusaha untuk menghentikannya.
Olivia rindu.
Walaupun Kim Hyunjin bukanlah kakak kandungnya, tetap saja, ia adalah kakak dari Olivia. Kakak perempuan satu-satunya yang dimiliki oleh sang gadis.
Hyun tampak menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah kurva. Perlahan, gadis itu melayang mendekat ke arah Olivia lantas menangkup kedua pipinya.
Sebelum akhirnya, Hyun menghilang.
"Lo gak apa-apa?!"
Olivia tersentak saat mendengar suara gadis. Ia bisa merasakan bahwa pipinya ditepuk dengan pelan oleh tangan yang bahkan tak ia kenali. Begitu kesadarannya benar-benar pulih secara utuh, Olivia kembali dikejutkan karena dirinya masih berada dalam lingkup pemakaman.
Gadis pemilik mata setajam elang itu tampak mengalihkan pandangan ke arah penjuru pemakaman dengan ling-lung.
"Astaga!" gadis itu kembali menepuk pelan pipi Olivia agar sadar akan situasi.
Hari semakin gelap, tentu itu bukanlah hal baik untuk keduanya. Ini daerah pemakaman, kemungkinan buruk dari yang paling buruk akan terjadi andaikan mereka tak segera pergi dari tempat tersebut.
"Lo siapa?" itu adalah kalimat yang pertama kali Olivia ucapkan begitu membuka mulut. Ditatapnya gadis yang masih senantiasa memandangnya penuh kekhawatiran.
"Ah, sorry. Gue Choi Yerim."
"Kenapa lo bisa ada di sini?" tanya Olivia lagi seraya menerima uluran tangan Yerim yang hendak membantunya berdiri.
"Gue temenin Haruto ke pemakaman sepupu perempuannya."
"Haruto?"
"Lo satu sekolah dengan gue, kan?" Choerry tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Senyum manis ia kembangkan untuk mengalihkan fokus Olivia dari topik yang memang sengaja ia alihkan. "Gue IPS 1. Semoga kita bisa akrab, ya."
:::
Jeongin bisa merasakan pening yang begitu kentara pada kepalanya. Rasanya sakit, dan Jeongin bersumpah bahwa ini adalah yang paling sakit dari banyaknya rasa pening yang kerapkali muncul di kepalanya. Dengan gerakkan lamban, pemuda tersebut memijat pangkal hidungnya untuk meredakan rasa pening tersebut.
Esok adalah hari dimana ia harus pergi mengunjungi tempat dimana kasus tersebut terjadi. Mau bagaimanapun, Jeongin harus pergi dengan tubuh yang sehat. Tidak ada kemungkinan yang baik jika ia pergi dalam keadaan tubuh yang lemah seperti ini.
Ting!
Denting ponselnya mengalihkan atensi si pemuda. Jeongin meraba nakas yang ada di samping ranjangnya guna mencari kehadiran sang ponsel. Setelah dapat, Jeongin segera mengambil ponselnya dan melihat nomor asing muncul pada notifikasi.
Siapa yang mengirimkan pesan dengan nomor asing di tengah malam begini?
"Iseng kali ya?"
Mencoba untuk tidak begitu memikirkan, Jeongin kembali meletakkan ponselnya di atas meja dan menutup kedua kelopak matanya.
Namun ponsel miliknya yang berdenting berulang kali membuat pemuda tersebut tak bisa menutup mata. Dengan kesal, Jeongin segera bangkit dari posisi tidurnya dan menyambar ponsel yang masih berdenting di atas nakas.
Spam pesan dari nomor tak dikenal tersebut masih belanjut, bahkan saat jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas lebih empat belas menit. Beberapa menit Jeongin hanya memperhatikan layar ponselnya yang terus menyala menampilkan notifikasi tersebut, menunggu dan berharap bahwa pesan itu berhenti.
Begitu jarum jam menunjukkan menit ke lima belas, ponsel Jeongin mati dengan tiba-tiba. Pemuda pemilik manik rubah itu tentu kebingungan. Baterai ponselnya masih cukup banyak saat beberapa detik lalu ia melihatnya. Apa ponsel-nya blank karena pesan spam tersebut?
"Serius hp gue nge-blank, anjir?" rutuk Jeongin, sesekali menekan tombol power yang terletak di samping kanan ponsel.
Ponselnya menyala, diikuti dengan dengingan kencang yang tiba-tiba terdengar dari ponselnya, sungguh memekakkan telinga. Jeongin segera melempar ponsel tersebut karena telinganya yang terasa sakit.
Namun begitu ia melempar ponselnya, lampu kamar sang pemuda padam. Hingga beberapa detik kemudian, kembali menyala dengan sosok Hwang Hyunjin yang berdiri tepat dihadapannya--
--Menyeringai ke arah Yang Jeongin yang tampak membeku.
"Ketemu."
:::
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro