13
Jam telah menunjukkan pukul delapan malam, dan polisi baru saja selesai mengamankan mayat tersebut untuk diperiksa setelahnya. Jisung, Hueningkai, dan Daehwi pun ikut datang setelah Somi menghubungi dan menunjukkan potret mayat tersebut.
Beberapa polisi masih memeriksa sekitar setelah memerintahkan penduduk yang ada di sana untuk tetap diam di dalam rumah. Mereka sibuk mencari setidaknya satu barang bukti yang dapat mengarah pada pelaku, namun tak kunjung mereka temukan. Tentu saja, karena ini semua perbuatan utusan Satan. Memang manusia mana yang bisa melakukan hal seperti ini? Kecuali jika dia adalah psikopat gila seperti di film.
"Nona, apa beneran gak ada yang kamu tau tentang hal ini?" salah satu polisi yang bertugas untuk mewawancarai Somi sebagai saksi mata itu tampak menatap curiga. Bagaimana reaksi gadis muda itu bisa sesantai ini?
"Gak ada. Saya tadi sama temen saya, dan mayat itu tiba-tiba dilempar ke sini."
"Nona gak liat siapa pelakunya? Siluet-nya mungkin?" tanya polisi muda itu sekali lagi, masih menatap was-was pada Somi yang bersedekap dada. Mau dilihat bagaimanapun, reaksi gadis itu terlampau tenang untuk seorang saksi mata yang baru saja melihat mayat tak berbentuk dilempar langsung.
"Saya gak liat. Karena waktu mayat dilempar, cuma satu temen saya yang liat." Somi menghela nafasnya lelah. Sedikit ia pijat pangkal hidung untuk menekan sedikit rasa pening di kepalanya. "Bapak lagi gak nuduh saya yang bunuh, kan? Orang gila mana yang habis ngebunuh, terus ngelapor dengan keadaan badan yang bersih gini? Kalau bapak mau, bapak bisa introgasi dua temen saya yang lain. Mereka ada di rumah, kebetulan rumahnya yang di sana," sambung si gadis seraya menunjuk rumah besar milik Olivia.
Polisi tersebut menoleh, ditatapnya rumah milih Olivia dengan ekspresi terkejut. "Rumah jendral Hye?"
"Ya, jendral Hye. Komisaris Jendral, tuan Daeshim Hye. Anak perempuannya juga saksi mata atas kejadian kali ini."
Sang polisi menganggukkan kepalanya paham. Lantas ia menulis sesuatu dalam buku catatan kecil yang ia gemggam. Setelah itu, ia meminta izin untuk mengintrogasi Olivia dan Choerry di dalam, meninggalkan Somi dengan ketiga pemuda lain di sana.
Somi mendesis. Ia membuat tubuhnya berjongkok. Rasa pening itu kembali lagi menghantam kepalanya. Melihat tingkah sang gadis, membuat yang lain salin bertatapan dengan bingung.
Baru kali ini Somi memperlihatkan reaksi seperti ini selain ekspresi datar atau marah. Apakah kasus kali ini sungguh diluar kemampuannya sebagai Exorcist yang paling dibanggakan di divisi mereka?
"Daehwi, udah ketemu cara buat balikin jiwa Jeongin?" Somi mendongak, menatap wajah teman dekatnya itu yang tampak mengusap tengkuk canggung tanda tidak. Hal tersebut membuat Somi kembali menghela nafasnya.
Kali ini benar-benar sulit untuk divisi mereka. Jika semua ini tidak terkait dengan kakak perempuannya, Jeon Heejin, Somi bersumpah, ia tak akan sudi mengambil misi kali ini hanya karena kepala divisi ingin menguak kasus menghilangnya Ryujin, anak perempuannya.
Beruntun beberapa hari lalu, Hueningkai dapat dengan cepat mencari informasi yang dapat membantu. Sampai akhirnya, mereka berada di titik di mana Jeongin dan Olivia merupakan pemegang kunci untuk menghancurkan Satan serta menguak segala hal. Itupun karena Choerry menceritakannya. Tak masalah, hal ini kemajuan bagi Somi meskipun akhirnya ia membuat kesepakatan untuk melindungi Olivia bersama Jeongin yang saat ini berada di dalam rumah sakit.
Naasnya, mereka terlambat mengetahui hal tersebut sehingga salah satu kunci menghilang dari genggaman. Satu kunci saja tidak akan berguna dan mengaktifkan kekuatan untuk hancurkan Satan. Jeongin juga harus bersama mereka agar kekuatan kunci dapat digunakan dengan maksimal.
"Sebentar." Kening Somi berkerut heran kala suatu ingatan memasuki kepalanya. Matanya mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya netra indah milik sang gadis membulat dengan sempurna. "Besok, di district 9, bakalan ada yang kebunuh lagi," bisik sang gadis. Giginya bergemeletuk pelan.
"Siapa?" Jisung ambil andil kali ini. Ia dekati tubuh Somi untuk mendengar jelas jawaban atas pertanyaannya.
"Ahn...."
"Yujin."
:::
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro