15: Haruskah?
Duk! Duk!
Ryujin menghentikan langkah kakinya kala mendengar suara tendangan pada sebuah ruangan tak terpakai yang letaknya sedikit jauh dengan kamar inap milik Rachel. Kening gadis itu mengerut heran, mencoba untuk kembali mendengarkan suara tersebut. Ia berpikir bahwa indera pendengarannya mengalami gangguan karena sang gadis tak mendapatkan suara apapun setelahnya.
Karena tak ada suara apapun lagi, Ryujin memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya yaitu menyusuri setiap sudut rumah sakit untuk menemukan bukti yang kuat. Entah itu dari benda, atau sosok tak kasat mata yang senantiasa membantunya.
Namun baru saja ia melangkah satu kali, suara itu kembali terdengar--membuat langkahnya kembali terhenti. Ryujin mendengkus, menatap tak suka ke arah pintu ruangan asal suara tersebut.
Oh ayolah, jangan sampai gadis bermata merah itu lagi yang melakukannya. Atau sosok lain yang senang mengganggu orang-orang di sana. Ryujin tak memiliki cukup waktu dalam kasus ini. Karena kasus lain menantinya untuk di selesaikan.
Sialan.
Ryujin mengumpat begitu melihat siluet hitam di jendela sebelah kanannya--yang terhubung ke dunia luar. Dapat ia rasakan sosok itu tersenyum ke arahnya. Bukan senyum biasa, melainkan sebuah senyuman yang menandakan bahwa ia telah menemukan mangsa yang pas untuk dijadikan santapan.
Bibir berwarna peach nya itu terkatup rapat. Sesekali lidahnya menjilat si bibir guna menghilangkan rasa takut yang merayapi hatinya. Apalagi Ryujin tidak merasakan Yoora dan Siyeon mengikuti dirinya.
Ryujin benar-benar sendiri di sini.
Duk! Duk!
Suara itu kembali terdengar, membuat Ryujin meringis pelan karenanya. Ia memberanikan diri untuk lebih mendekatke arah pintu ruangan tersebut. Terdiam di depannya, dan memfokuskan diri pada handle pintu yang terlihat sedikit bergerak karena sesuatu yang sedang membukanya.
Ryujin menarik nafasnya dalam-dalam, mempersiapkan diri, sebelum akhirnya menendang kasar si pintu tak berdosa sehingga membuatnya terbuka lebar begitu saja.
Iris matanya membulat secara sempurna begitu menangkap sosok Somyi yang sudah menggantung di dinding dengan luka sayat di sekujur tubuhnya.
Ia semakin merengut, serta berjalan begitu tergesa-gesa untuk memastikan bahwa Somyi masih bernafas.
Aneh. Ryujin kembali membatin.
Ia merasa ini ganjal, namun ia kesampingkan terlebih dulu hal tersebut karena saat ini Somyi benar-benar membutuhkan pertolongan medis.
Tak membutuhkan waktu lama, Ryujin berhasil menggendong tubuh Somyi dan membawanya keluar dari ruangan tersebut.
Tapi tunggu,
Siapa yang memukul tembok sebelumnya sehingga menimbulkan bunyi seperti itu?
Tangis Chaewon pecah begitu melihat Ryujin membawa Somyi yang penuh luka. Bahkan tangis gadis itu semakin menjadi walau Somyi telah mendapatkan perawatan medis oleh dokter. Jemari kecilnya meremat jaket yang Felix gunakan.
Jeno dan Han tentu panik begitu melihat hal tersebut. Mereka memutuskan untuk memanggil dokter, dan akhirnya Somyi mendapatkan pertolongan medis.
Ryujin sendiri terlihat memijat pangkal hidungnya. Masalah ini tampak begitu rumit untuk seorang Exorcist pemula--katanya--seperti Ryujin. Ia tak bisa mengatasi hal ini sendirian. Tanda-tanda keterlibatan Satan bahkan belum muncul sama sekali. Yang ada hanyalah pembunuhan bodoh yang direncanakan oleh psikopat sinting.
"Kamu gak bisa kerja sendiri dalam hal ini, Ryu."
Ryujin melirik sinis ke arah Yoora yang baru saja muncul di sampingnya. Senyum miringnya terlukis. Sebuah senyum khas seorang Shin Ryujin.
"Gak ada yang mustahil selama lo mau berusaha."
Jeno, Han, Chaewon, serta Felix sontak menolehkan kepala mereka saat mendengar suara Ryujin yang begitu tiba-tiba. Keempatnya menatap Ryujin dengan penuh tanda tanya.
Memang mereka sudah tahu jika Ryujin kerapkali berbicara seorang diri, namun melihatnya secara langsung cukup membuat terkejut. Apalagi Ryujin melakukan hal itu secara tiba-tiba.
"Oh, sorry." Menyadari jika dirinya ditatap, Ryujin kembali bersuara. Diikuti dengan senyum yang begitu tipis di bibirnya.
"Ngomong sama siapa?" tanya Han menyelidik.
"Sesuatu yang gak bisa lo liat." Jawaban santai yang diberikan oleh Ryujin membuat bibir Han terkatup rapat. "Bukan urusan lo juga. Gak penting."
"Cewek aneh."
"Lebih aneh lo yang nempel-nempel ke orang yang bahkan ilfeel sama tingkah lo."
Raut wajah Chaewon mengeras. Ia menghentakkan kakinya ke lantai, berdiri, dan memandang Ryujin penuh kekesalan.
"Kebiasaan lo, ah. Ngajak baku hantam mulu. Pantesan gak ada yang mau temenan sama lo." Siyeon memutar bola matanya malas melihat Ryujin yang mulai bertingkah.
Walau sebenarnya apa yang dikatakan oleh Ryujin tidak salah.
Ryujin mengabaikan Chaewon yang terlihat siap membunuhnya saat itu juga. Atensinya beralih pada Siyeon dan memandangnya tanpa minat.
Bar-bar sekali nona Shin Ryujin ini.
"Udah, berhenti. Gak usah pada ribut."
"Yang ribut siapa?"
Saat itu juga, Han benar-benar ingin membuat Ryujin bungkam.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro