Devotion 04 : Rolling Down
Peringatan Tertulis : chapter ini mengandung kalimat yang akan menyinggung sebagian pembaca
"Master, kumohon makanlah... kau belum makan apapun sejak kemarin, apa kau tidak akan sakit perut?"
Aurora menatap sendu personifikasi negaranya itu, akhir akhir ini Indonesia kerapkali melakukan hal hal yang tidak sehat untuk dirinya sendiri, seperti tidak makan selama berhari hari atau tidak tidur semalaman penuh, entah apa yang terjadi tapi sekarang seisi negara sudah mulai khawatir padanya
"Aku tidak lapar, lagipula makhluk sepertiku tidak akan mati walau tidak makan selama sebulan penuh..."
Indonesia menatap datar piring berisi steak daging sapi dan beberapa jenis makanan mewah itu dengan tatapan datar, kemudian mendorongnya pelan menggunakan tangannya, dia kemudian berfokus pada ponselnya lagi, membuat Aurora merasa sedikit jengkel padanya sekarang
Dia tahu betul Indonesia tidak dapat mati (sebetulnya dia dapat mati, tapi cara membunuhnya yang mustahil untuk dilakukan oleh orang biasa) tapi tetap saja dia dapat merasakan sakit dan tersiksa, kan?
Tapi ego Indonesia begitu tinggi, dia tidak mau disamakan dengan para manusia biasa, yang bisa mati karena kelaparan dan membutuhkan tiga kali makan dalam sehari, Indonesia sudah terbiasa menahan lapar ketika dirinya masih dijajah dulu, dan sekarang kebiasaan itu terbawa bahkan ketika sekarang dirinya sudah menjadi seorang personifikasi negara adidaya yang mengatur seluruh dunia melalui jari jemari mungilnya
Indonesia tidak mampu merasakan apapun selain penderitaan rakyat ataupun rasa sakit fisik akibat mengeluarkan suatu emosi yang berlebihan, indera perasanya sekarang ini bahkan tidak bisa lagi membedakan rasa garam atau gula, inilah alasannya dia tidak ingin makan apapun, selezat apapun makanan itu terlihat, semuanya hanya akan terasa begitu hambar bila sudah berada di lidahnya
Tidak ada lagi yang tersisa darinya sekarang, dia adalah makhluk abadi yang mempunyai hati yang kosong dan perasaan yang hampa
"Master, ada banyak kasus kelaparan yang menimpa para foreigner, haruskah kita membantu mereka?"
Indonesia tidak bergeming, lagi lagi masalah timbul karena ulah para pengungsi atau yang biasa disebut foreigner oleh bangsa pribumi, dan lagi lagi Indonesia mengabaikannya,bukan karena Indonesia tidak punya hati, tapi kebanyakan bangsa asing itu licik, jika diberi hati, mereka tidak segan meminta jantung
Memang terdengar kejam, tapi itu harus dilakukan, Airlangga bahkan mengajari rakyat pribumi untuk bersikap penuh dominasi terhadap rakyat pendatang, mereka yang menjadikan Indonesia sebagai pelarian ketika perang dunia ketiga meletus dulu, para pengecut yang lari dari sebuah kenyataan bahwa negara mereka tengah berperang
"I don't give a crap about them..."
Sudah cukup tentang semua drama yang telah dia saksikan, Indonesia muak pada semua orang, dia lelah dipermainkan dan dimanfaatkan oleh bangsa asing maupun pemerintahnya sendiri, dia lelah pada semua hal yang telah terjadi padanya sekarang ini.
Indonesia membenci tiap siklus kehidupan yang terjadi dalam hidupnya sekarang, dia benci dimanfaatkan oleh banyak orang yang mengambil keuntungan atas kebodohannya dahulu, sekarang dia ingin merubah segalanya, lebih baik dia menjadi sebongkah batu karang yang diabaikan banyak orang daripada sebutir berlian yang terus menerus diperebutkan banyak orang
"Kau benar benar berubah, master..."
Aurora tersenyum getir, menatap sendu sang master mudanya (yang tentu saja tidak lagi muda) itu, Indonesia benar benar berubah, tidak ada lagi senyuman ramah, mata yang berbinar indah ataupun sebagainya, yang dilihatnya hanyalah tatapan dingin yang menyiratkan rasa benci dan dendam yang entah untuk siapa
Mungkinkah Indonesia membenci seluruh dunia sekarang ini?
"Master?"
Indonesia tersenyum lebar, dia bangkit dan meletakkan ponsel hologram miliknya itu dan menatap ke jendela pesawat, dimana ratusan gedung pencakar langit dan mobil terbang yang melintas secara teratur menghiasi langit Kalimantan yang nampak begitu kelabu
"Langit tampak mendung, ya?"
Indonesia memperhatikan langit yang mendung sedari tadi, seperti mengetahui perasaan dirinya yang tengah terluka dan sakit hati
"Dimana Airlangga?"
"Masih berada di toilet, master..."
Indonesia menjadi agak kesal dibuatnya, Airlangga memang seorang presiden, tapi tingkah kekanak kanakannya tidak pernah menghilang, dia sudah memperingati pria itu untuk tidak makan makanan pedas terlalu banyak, tapi Airlangga mengabaikan itu dan akhirnya berakhir di dalam toilet pesawat
"Anak itu..."
Indonesia menghela nafas lelah, mungkin memang nasibnya memiliki anak yang lumayan bandel dan susah untuk diatur seperti Airlangga
.
"Sudah 20 tahun lebih, apakah Indo masih marah pada kita?"
Russia tampak harap harap cemas, dia merasa bersalah pada Indonesia, karena memperlakukannya dengan sangat buruk waktu itu, dan kini dia benar benar menyesali perbuatannya, bukannya membantu Indonesia menyelesaikan masalahnya, dia malah ikut menjatuhkan Indonesia kedalam masalah yang membuat kondisi mental Indonesia semakin memburuk, tidak mengherankan jika Indonesia merasa terkhianati
Apakah Indonesia masih menyimpan rasa benci padanya? Russia benar benar dihantui oleh rasa bersalahnya pada Indonesia sekarang ini
"Hmm... entahlah aku tidak yakin, tapi tenang saja, Indonesia kan bodoh, dengan sedikit permintaan maaf saja dia pasti akan memaafkan kita semua..." ucap Netherlands dengan begitu percaya diri, dia begitu paham tabiat mantan jajahannya itu.
Indonesia dan rakyatnya hanyalah sekumpulan orang orang bodoh yang tidak berpendidikan di mata Netherlands, bahkan mereka menutup mata atas kelakuan rasis rakyatnya sendiri dan bertarung melawan bangsa mereka sendiri satu sama lain hanya karena perbedaan pendapat, bukankah itu bodoh?
"Ah, ya... kau benar, Indonesia kan begitu bodoh, setelah ini kita akan memasang wajah sedih kita kemudian minta maaf padanya, dia akan memaafkan semua perbuatan buruk kita padanya, hahaha..."
"Termasuk genosida dan depopulasi itu? apa dia akan memaafkan kita semudah itu setelah kita membantai jutaan rakyatnya didalam medan perang dan membuatnya menderita selama bertahun tahun?"
"Jika dia mampu melupakan kejadian pahit penjajahannya selama 350 tahun oleh Netherlands, kenapa sekarang tidak? ayolah... setelah ini kita bunuh presidennya, kita akan menjadikannya budak kita lagi, kita akan memanfaatkan kebodohan rakyatnya untuk memuja kita dan sumber daya alamnya kita geruk sampai habis, mudah bukan?"
"Woah, kau jahat sekali, Ame..."
Percakapan antar personifikasi negara itu didengar oleh seorang personifikasi negara lain, yang sedari tadi tidak diperhatikan oleh para personifikasi negara lain yang tengah asyik berkumpul dan bergunjing mengenai Indonesia yang tampaknya akan dimanfaatkan lagi oleh mereka
"Yaampun, mereka terlalu seru bergunjing sampai lupa ini adalah tempat pertemuan bukan tempat untuk bergunjing satu sama lain..."
Gumamnya sedikit sebal, sosok itu akhirnya menghilang dari balik pintu ruangan, mengabaikan para persona dari negara barat yang kini sedang bercakap cakap dengan asyiknya
"Hmm... waktunya membuat rencana yang akan membuat mereka semua hancur, hancur selamanya..."
Gumamnya sebelum berakhir benar benar pergi dari tempat itu
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro