19. Bitter Sweet
Indonesia memang hanya memiliki satu mata, namun sebenarnya dia telah melihat lebih banyak hal dari personifikasi negara lain yang bahkan memiliki dua mata sekalipun.
Dia terbangun ketika dunia tertidur, tanggung jawab yang besar berada diatas bahu mungilnya yang sempit, tiap harinya dia memikirkan bagaimana menjadikan negaranya menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Kejamnya dunia menjadikan dirinya memiliki sifat seperti kaca, keras namun rapuh di waktu yang sama, Indonesia membangun kepribadian ini sejak dunia telah membuka sisi kelamnya di hadapan matanya.
Berat memang, orang lain mungkin menilai dirinya tidak pernah melakukan apapun, yang dilihat mereka darinya adalah dirinya yang duduk santai diatas sebuah kursi yang mahal, mengurus laporan yang dilaporkan oleh para statehumans, atau menghadiri rapat antar negara yang tidak berguna, dia tahu itu.
Namun dia juga tahu, betapa ingin mereka melihat dirinya kembali seperti yang dahulu, dirinya yang bodoh dan mudah untuk dibodohi.
Melihat dirinya di masa lalu saja telah membuat Indonesia jijik, dia benci.
Dia benci masa lalunya.
Dia benci semua orang yang telah memanfaatkan dan memperalat dirinya layaknya sebuah benda yang tidak memiliki hati dan perasaan.
Dia benci semua orang yang telah meninggalkan dirinya ketika dia terjatuh dan meneteskan air mata.
Dia benci saat dirinya dibuang, diasingkan dan ditinggalkan oleh mereka hanya karena dia ingin menjadi dirinya sendiri.
Dia benci mengalah, selama ini, dirinya dimonopoli terus menerus hanya untuk kepentingan negara negara adidaya dan anggota EU.
Dia benci semua itu.
Urat urat kemarahan menonjol di keningnya, rasa sakit dan benci menjadi satu, tiap kali dia mengingat semua itu hanya ada rasa benci yang terus mengakar dalam dirinya, seolah menggerogoti dirinya dari dalam.
"Ayahanda?"
Malang melambaikan tangannya di depan wajah Indonesia, membuat dirinya seketika tersadar dari lamunan kosong nan gelapnya itu.
"Ah! I-iya ada apa?"
Raut wajah statehumans itu tampak murung, tentu saja Malang merasa sedih, melihat orang tuanya yang sangat dia cintai menjadi begini.
"Akhir akhir ini engkau sering melamun, ada apakah gerangan?
Ucap Surabaya sembari meletakkan berkas berisi laporan keuangan itu di atas meja, netra aquamarine miliknya bersitubruk dengan netra sehijau pualam milik Indonesia, menatapnya dengan penuh kekhawatiran.
Indonesia menghela nafas, Surabaya memang begitu peka pada kondisi mentalnya, sangat sulit untuknya menutupi semua ini darinya.
"Aku memikirkan anak anakku, mereka semua yang telah gugur karena digenosida, mereka yang telah membunuh anak anakku dengan brutal karena tidak terima dengan keputusan yang sudah kuambil..."
Surabaya menenggak ludahnya dengan susah payah, Indonesia memang masih begitu terpukul, mengetahui jumlah WNI yang tewas karena peperangan itu, jumlahnya sangat banyak, lebih banyak dari apa yang pernah dipikirkan olehnya.
"Ayahanda, itu bukan salahmu..."
Indonesia memalingkan wajahnya, kecewa, sedih, kesal dan marah bercampur menjadi satu, perang memang sudah berakhir, banyak orang yang telah beranjak meninggalkan rasa sedih dan bersalah mereka dan memulai hidup baru, namun Indonesia masih tenggelam dalam kesedihan itu.
Baginya, satu nyawa sangat berharga dari apapun, menghilangkan jutaan bahkan milyaran nyawa memang mudah, tetapi menyelamatkan satu nyawa akan sangat sulit.
"Entahlah nak, tapi kalian semua adalah hartaku yang amat berharga, melihat apa yang terjadi di masa lalu, aku merasa telah gagal..."
"Aku memang seorang pengecut, aku membiarkan kalian menderita tanpa melakukan apa apa, aku hanya diam ketika mereka mengejek dan bahkan merendahkan diriku, aku dilecehkan, dihina, dan direndahkan, tapi aku diam saja, aku pikir dengan mengorbankan diriku maka kalian akan baik baik saja, tapi..."
Kedua statehumans itu terdiam, Malang menepuk bahu Surabaya, mengisyaratkan untuk pergi dari tempat itu, Surabaya pun menyetujui hal itu, kemudian mereka pergi, meninggalkan Indonesia sendirian.
..............
Di tempat lain dan di waktu yang sama, tepatnya di ruang keanggotaan milik EU, nampak Netherlands yang tengah menyiapkan dirinya untuk menemui Indonesia di negaranya.
"Kau sedang apa?"
Insting mencari masalah milik Poland pun timbul, dia tahu jika kepergian Netherlands dan perwakilannya ke Indonesia tidak akan berakhir baik.
"Tidakkah kau melihat jika aku sedang mempersiapkan diri?"
Poland tersenyum.
"Menemui mantan jajahanmu?"
"Mantan budak maksudmu? heheh... jujur sebenarnya aku tidak mau menemui makhluk kerdil nan bodoh itu, tapi apa daya... yang mulia raja memintaku untuk menjaga formalitas di hadapan siapapun juga..."
Kedutan muncul di dahi Poland, mulut mungil nan pedas pemuda itu terdiam sejenak, memikirkan sesuatu yang akan dia katakan sekarang.
"Ah, seharusnya aku tahu kalau tiang sama sekali tidak punya otak..."
"Apa maksudmu?"
"Sebenarnya apa masalahmu pada Indonezija? kau yang menjajahnya selama berabad abad, seharusnya dia yang menaruh dendam padamu, bukan kau! dasar tolol..."
"Jaga mulutmu, Polen..."
"Aku kan hanya membicarakan fakta, apa kau marah karena dia sudah tidak lagi bodoh sehingga kau tidak bisa memanfaatkan dia lagi, ha? sungguh pemikiran yang tolol..."
Ckittt... Brak!
Netherlands langsung menyambar leher Poland dan mencekiknya, tatapan matanya seolah ingin membunuh pemuda itu saat ini juga.
"Kau dan makhluk kerdil menjijikkan itu tak ada bedanya, ya... sama sama tidak mampu menutup mulut..."
"Kau punya mulut tapi tidak punya otak, hahaha... menjijikkan!"
Kemudian terjadi perkelahian diantara dua lelaki itu, Netherlands tampak kewalahan menghadapi Poland yang lincah untuk ukuran tubuh yang menurutnya kecil.
"Holland! Hentikann!!"
Untung saja, sebelum semuanya menjadi semakin buruk, Germany dengan sigap memisahkan mereka.
"Kalian pikir apa yang sudah kalian lakukan?! kita semua disini adalah saudara, dan kekerasan tidak akan menghasilkan apapun juga!"
Poland mendengus.
"Bicaralah pada dirimu sendiri, dasar pecundang! aku tidak sudi berada di organisasi busuk ini dan menganggap makhluk makhluk licik seperti kalian sebagai saudaraku! camkan itu!"
BRAKKK!!!
Kericuhan kecil itu berakhir buruk, Poland membanting pintu keluar dan meninggalkan tempat itu dengan rasa kesal yang membuncah.
Mendengar perkataan kejam sekaligus tidak mengenakkan dari mulut orang yang disukainya membuat dunia Germany seketika hancur, dia terduduk di lantai dan mulai menangis tergugu.
"Hiks... Hiks..."
Netherlands mendengus, bukan berarti dia benci pada Germany, namun menurutnya, pemuda itu terlalu lemah, bahkan perkataan tidak berarti yang keluar dari mulut Poland pun dapat menyakitinya, meskipun harus diakuinya kalau Poland mempunyai mulut yang dapat mengeluarkan kata kata kasar sekaligus mengenai mental orang yang dikatainya, sungguh tipikal seorang peroasting handal.
"Dasar lemah, payah..."
Ejeknya tidak peduli, dia pergi dari tempat itu, meninggalkan Germany yang masih terduduk dalam tangis.
..............
"Master...."
Aurora muncul dari balik pintu, membuat Indonesia menutup sejenak lamunan kosong tak berartinya.
"Iya Aurora, ada apa?"
"Kita kedatangan tamu, dia ingin menemuimu sekarang ini..."
"Siapa itu?"
"Personifikasi negara Jepang dan perdana menterinya, Shou Okamoto, apakah mereka boleh masuk?"
Indonesia mengerutkan kening, ada apakah gerangan ini? kenapa Japan dan perwakilan negaranya datang tanpa memberitahu dirinya?
"Baiklah, ijinkan mereka masuk..."
To Be Continued
Author : idk, saya cuma takut cerita saya ngebosenin, maaf kalo apdetnya ngaret---
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro