D-9. New Team
Setelah mendapatkan arahan dari Veir mengenai tim mereka, angkatan Erith pun saling mengucapkan salam perpisahan satu sama lain. Karena kemungkinan besar kesibukan mereka akan membuat mereka jarang bertemu. Membuat Erith sedikit merasa sedih karena meskipun dia hanya bersama teman-teman angkatannya itu selama kurang lebih seminggu, mereka sudah cukup akrab satu sama lain.
"Jadi sekarang kita perlu pergi ke ruang pelatihan B? Apa Ryena sudah bisa dihubungi?" tanya Raver kemudian ketika dia dan Erith berjalan di lorong koridor setelah keluar dari tempat pertemuan mereka bersama Veir tadi. Pemuda berambut light cream itu bisa melihat Erith kembali menyibukkan dirinya dengan D-Tabnya--alat komunikasi wajib milik Devorator-- dan kembali mencoba menghubungi Ryena.
Namun hasilnya sama saja. Erith menggelengkan kepalanya. Gadis itu tidak menjawab panggilan yang ada. Mungkinkah dia memiliki kesibukan mendadak yang gawat sehingga tidak sempat menjawab panggilan ini? Atau sesuatu terjadi pada Ryena?
"Tapi dia kan tinggal di bangunan yang sama dengan kita meskipun berbeda lantai. Tidak mungkin terjadi sesuatu yang berbahaya padanya mengingat kita pun tidak mendengar kekacauan tadi pagi."
Raver berpikir kalau mungkin Ryena mengalami masalah yang gawat. Namun pikirannya terlalu jauh melayang sehingga dia berpikir karena mereka tinggal di bangunan apartemen yang sama, mereka bisa mengetahui hal itu. Namun nampaknya tidak. Karena rekan angkatan mereka yang lain pun tidak meliaht Ryena.
"Apa dia memiliki keluarga? Mungkin dia mengunjungi keluarganya."
Erith hanya terpikirkan hal itu. Jikalau bukan Ryena, mungkin sesuatu terjadi pada keluarganya sehingga gadis itu tidak bisa mengabaikannya dan akhirnya pergi mengunjungi keluarganya. Namun ketika melihat ekspresi bingung Raver pun, Erith tahu pria itu tidak tahu apa-apa juga.
"Oh, ya. Mengenai keluarga Ryena. Aku tidak pernah mendengar apa-apa darinya tentang itu. Bagaimana denganmu? Aku pun tidak pernah mendengar mengenai keluargamu."
Ucapan Raver membuat netra Erith kembali terpusat pada Raver. Kalau dia ingat-ingat, meskipun mereka dekat, Erith jarang--bahkan tidak pernah-- membicarakan tentang keluarganya. Berbeda dengan pemuda berambut light cream itu yang nampak segera akrab dan menceritakan semua tentang hidupnya. Tapi sesaat membicarakan tentang keluarga, membuat sesuatu dari dalam lubuk hati Erith, mengetuk keluar.
"Orang tuaku sudah meninggal sejak kecil. Aku diasuh oleh bibiku, bersama kakakku."
Raver yang mendengar Erith mulai membicarakan sesuatu yang jarang itu, memusatkan pendengarannya dengan mata berbinar penasaran. Jarang-jarang dia bisa mendengar Erith menceritakan tentang kehidupannya.
"Kau punya kakak? Perempuan atau laki-laki? Enaknya~ Aku anak tunggal di keluarga," ucap Raver dengan bersemangat kemudian.
Namun tidak berselang lama, kedua tangannya bergerak naik dan menutup mulutnya yang seolah kecoplosan. Tersadar semua bagian dari ucapan Erith tidak mengandung sebuah makna yang menyenangkan.
"Maaf, mengenai orang tuamu..."
"Tidak apa-apa. Lagipula itu cerita lama. Mereka meninggal karena D.C Disease. Karena Virus Demeator. Ketika aku beranjak remaja, aku mulai mengerti keadaan yang ada. Jadi apa yang sudah berlalu, tidak bisa diubah kan."
Erith tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya singkat ketika mendengar ucapan sedih dari Raver. Well, dia memang tidak terlalu memikirkan itu. Karena kedua orang tuanya sudah meninggal sejak lama, dia tidak terlalu merasa kesepian.
"Berarti kau tinggal bersama Kakakmu dan bibimu ya? Seperti apa mereka?" tanya Raver kemudian, mengganti materi topik namun masih dalam lingkaran yang sama.
Keluarga Erith.
Langkah Erith seketika terhenti mendengar itu, membuat Raver yang masih berjalan pun terhenti, berbalik dan melihat Erith yang nampak memikirkan sesuatu. Pemuda berambut light cream itu pun berjalan mundur kembali dan memiringkan kepalanya seraya memandang Erith dengan pandangan bertanya-tanya.
"Erith?"
"Kakakku perempuan. Dia lebih tua empat tahun dariku. Dia adalah gadis yang ceria namun juga kuat. Bibiku pun orang seperti itu. Mungkin karena kakak lebih dekat dengan bibi, sehingga sikap itu menurun padanya. Sekarang bibi bekerja sebagai seorang guru di salah satu sekolah dasar di kota Pharos ini."
Erith teringat dengan sosok bibinya yang mengasuhnya sejak kecil itu. Sekarang karena dia terpilih sebagai Devorator dan tinggal di pusat kota Pharos, dia jarang bertemu dengan bibinya. Itu membuat Erith bertanya-tanya bagaimana keadaan bibinya sekarang.
Pemuda berambut hitam itu pun kembali melangkah. Namun raut wajahnya terlihat sedih seketika, dan Raver menyadari sesuatu yang aneh pada Erith ketika melihat pemuda itu melamun. "Lalu kakakmu?"
Ucapan itu terngiang dalam benak Erith. Namun pemuda itu terus saja melangkahkan kakinya hingga tiba di ujung lorong, hingga memperlihatkan bagian lobi dari lantai markas NEMEA tempat mereka berada itu. Disana hanya ada beberapa orang dan anggota Devorator lainnya. Nampaknya sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Tapi suara keramaian itu bagaikan ditenggelamkan oleh pikiran Erith sendiri. Pemuda itu bahkan memandang lurus dengan tatapan kosongnya ketika mulutnya bergerak dan mengucapkan kalimat yang tidak pernah dia lupakan sedetikpun sejak kejadian itu.
"Kakakku sudah meninggal. Lima tahun yang lalu, dia gugur. Sebagai salah satu Devorator dari NEMEA cabang Jerman ini."
***
Ervis menyandarkan punggungnya pada tangga panggung besi di dalam ruang pelatihan area B tersebut. Rasanya cukup melelahkan harus menunggu seperti ini, namun sedari tadi matanya sudah tertuju pada pintu besi ganda di ruangan ini, namun tidak ada orang lain yang muncul.
"Apa Veirlyn menipu kita? Menyuruh kita menunggu anggota baru disini sejak satu setengah jam lalu dan tidak ada satupun yang muncul?" tanya Ervis kemudian dengan santainya, menyebut nama sosok yang jauh lebih tua itu dengan panggilan biasa yang terdengar tidak sopan. Membuat Carlen yang berdiri di samping kiri tangga itu, segera memukul kepala Ervis dengan sedikit keras.
"Mana sopan santunmu pada orang yang lebih tua, Ervis? Jangan memanggil Tuan Veirlyn seperti itu," tegurnya kemudian lalu menghela nafas panjang. Sebenarnya, dia pun bertanya-tanya kapan sosok yang mereka tunggu akan tiba. Karena Veirlyn menyampaikan kalau hari ini mereka akan mendapatkan anggota baru.
Padahal dia dan Rayden baru saja kembali dari misi mereka tadi malam. Dan dia tahu kalau Ervis dan Airyn tidak bersantai saja di markas selama beberapa hari ini. Mereka punya urusan yang bahkan lebih berat dari misi Carlen dan Rayden.
Sedangkan korban pemukulan seorang Devorator perempuan berambut perak kebiruan itu hanya mengaduh kesakitan. Meskipun sebenarnya pukulan itu tidak terlalu berarti banyak pada Ervis.
"Mungkin pemberitahuan mereka ditunda?" Airyn yang berdiri di pinggir ruangan, bersandar pada dinding seraya mengetuk-ngetukkan ujung sepatu salah satu kakinya ke lantai secara teratur, memberi komentar.
Sedangkan Rayden yang nampak berdiri di tengah ruangan, hanya tersenyum melihat tingkah Carlen dan Ervis yang lucu itu. Mereka memang sudah menunggu cukup lama, terlebih lagi waktu istirahat mereka terpakai untuk menunggu selama ini. Mungkinkah ada masalah?
"Tidak apa-apa. Kita tunggu beberapa menit lagi. Jikalau masih tidak ada yang datang, aku akan...!"
Suara pintu besi yang secara otomatis terbuka, membuat empat pasang mata dalam ruangan itu, menoleh. Mereka bisa melihat sosok seorang gadis berambut pendek sebahu berwarna hijau, berjalan masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang terlihat sedikit aneh. Nampaknya gadis itu kelelahan?
"Ryena? Ah! Kau anggota baru di tim kami rupanya!" seru Airyn seraya berjalan menghampiri Ryena dengan senang. Tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Devorator angkatan terbaru yang dilatihnya beberapa hari lalu. Tapi dengan segera dia tersadar karena wajah sang gadis tidak terlihat baik-baik saja.
"Ryena?" Airyn membungkuk sedikit, lalu memiringkan kepalanya. Netranya menatap netra Ryena, lalu tangannya menyentuh bahu gadis itu membuatnya sedikit tersentak. Barulah Ryena sepenuhnya melihat Airyn yang berdiri di depannya.
Apa dia melamun?
"O-oh, maaf, senior! Aku...datang karena Pelatih Amerin menyuruhku bertemu team baruku disini." Dengan sedikit gugup, Ryena mulai berbicara. Meskipun begitu, Airyn masih bisa menangkap sesuatu yang tidak biasa dari ekspresi sang gadis.
"Hmm, benar. Itu artinya kamilah tim barumu itu! Perkenalkan, mereka anggota teamku yang lain." Airyn mengangguk singkat, lalu memiringkan badannya sehingga Ryena bisa lebih jelas melihat siapa saja yang berada di dalam ruangan itu.
Carlen sendiri segera berjalan ke depan, mendekati Ryena seraya memasang senyuman ramahnya. Tangan kanannya terulur ke depan ketika dia berhenti selangkah di hadapan Ryena. Membuat sang gadis berambut hijau gelap itu nampak kembali gugup dan segera mengangkat tangannya lalu menjabat tangan Carlen.
"Tidak perlu gugup! Kita sudah pernah bertemu sebelumnya, kan. Perkenalkan, namaku Carlen Melville, meskipun sebelumnya kita juga sudah berkenalan. Aku adalah wakil ketua di tim ini," ucapnya ramah pada Ryena. Bertingkah demikian agar tidak membuat sang gadis gugup.
Di satu sisi, Ryena pun mengangguk singkat. Pikirannya yang kacau sebelumnya kembali berusaha dia tata agar terfokus dengan penjelasan dari tim barunya ini. Terlebih lagi karena dia tidak mengikuti pertemuan yang seharusnya dilakukan angkatannya.
"Salam kenal, Senior. Namaku Ryena. Ryena Oakley. Saya Devorator baru, seperti yang sudah senior ketahui," ucapnya seraya memaksakan sebuah senyuman tipis. Dia tidak ingin membiarkan dirinya terpengaruh apa yang sebelumnya telah terjadi, sehingga bisa membuat seniornya bingung.
Di satu sisi, Carlen nampak tidak memperhatikan ada yang aneh pada Ryena. Atau memang wanita itu sengaja tidak memperhatikan agar tidak membuat Ryena kembali salah tingkah seperti sebelumnya.
"Ya, Ryena. Aku rasa kau pun pasti sudah mengenal kedua anggota lainnya." Carlen berbalik, melangkah ke tengah ruangan dimana Rayden berdiri dengan tenangnya, menampilkan senyuman ramah di wajahnya ketika Ryena berjalan mendekat. Pria itu nampak mengulurkan tangannya pada Ryena untuk berjabat tangan, dan segera disambut oleh gadis itu lagi.
"Aku adalah ketua di tim ini, Rayden Geoffrey. Selamat datang di Tim Red Rabbit, Ryena Oakley." Ucapan selamat datang terdengar keluar dari mulut Rayden. Untuk ukuran seorang ketua tim, dia terlihat memiliki sisi lembut. Membuat awalnya Ryena tidak yakin kalau Rayden adalah seorang ketua, dulunya.
"Lalu itu...!"
"Halo, Ryena! Aku yakin kau pasti masih mengingatku, kan!" Ervis nampak melompat berdiri dari posisi duduknya di tangga panggung, lalu berjalan mendekati gelombolan timnya itu. Senyuman cerianya yang bersemangat jelas terpampang disana. Jelas merupakan sosok yang tidak dilupakan Ryena.
"Ah, iya, senior!! Senang bisa bertemu dengan kalian semua!" seru Ryena kemudian setelah melepas jabatan tangannya pada Rayden. Dia pun segera membungkuk memberi hormat pada para seniornya itu.
"Tidak perlu tegang. Sekali lagi, selamat datang di tim kami." Carlen nampak mengusap lembut kepala Ryena. Membuat sang gadis mendongak untuk memandang Carlen. Rasanya hatinya menghangat karena ucapan sambutan yang nyaman itu.
Dia tidak berpikir akan mendapatkan tim yang memberikan perhatian seperti ini. Membuatnya sepenuhnya lupa dengan rasa buruk yang sesaat dirasakannya tadi.
"Apa disini tempatnya? Tapi aku yakin sepertinya kita tidak salah masuk."
Suara asing lain terdengar dari arah pintu besi yang kembali bergeser terbuka secara otomatis. Kali ini sosok dua pemuda berjalan masuk. Dan ketika Ryena berbalik, dia segera mengenali sosok itu.
Raver dan Erith yang memasuki ruangan itu sendiri pun, mengerjap beberapa kali ketika sadar Ryena ada disana. Dan sebelum Erith mengatakan sesuatu, seruan keras sudah lebih dulu terdengar dari Raver yang menunjuk ke arah Ryena dan bergerak maju mendekati gadis itu.
"Ryena!! Kupikir sesuatu yang buruk terjadi padamu! Kau membuat kami sangat khawatir!!" seru Raver kemudian dengan mata berkaca-kaca yang terlihat berlebihan. Hal itu jelas membuat Ryena mendengus pelan dan menapik tangan Raver yang menyentuh kedua bahunya dengan erat.
"Kau pikir aku mati? Lagipula aku yakin aku sudah minta izin untuk tidak menghadiri pertemuan tadi," balas Ryena dengan dingin. Seolah sesaat lupa kalau ada senior juga di dalam ruangan itu. Matanya pun fokus memandangi Erith yang masih berdiri di depan pintu besi, sebelum kembali mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
Ucapan sang ayah sekaligus pemimpin NEMEA cabang Jerman ini kembali memasuki pikiran Ryena. Membuat Ryena merasa tidak nyaman dengan itu, sehingga dia pun berbalik dan membuat Raver segera berhadapan dengan para senior yang sudah sedari tadi berdiri di dekat Ryena.
"Oh, semangat seperti biasanya ya, Raver," kekeh Ervis kemudian ketika melihat tingkah Raver yang bersemangat. Tidak berpikir akan bertemu dengan pemuda berambut light cream itu lagi. Anggota barunya lebih banyak dari dugaannya.
Sedangkan Raver yang melihat para seniornya lebih jelas sekarang, seketika berbinar senang dan membungkuk untuk memberikan hormat pada keempat orang tersebut. Meskipun sudah tahu siapa anggota yang ada dalam tim ini, Raver tidak bisa menyembunyikan rasa semangatnya.
"Terima kasih, Senior!! Perkenalkan, nama saya Raver Alworth!! Mohon bantuannya mulai sekarang!" Perkenalan yang terdengar bersemangat itu keluar dari mulut Raver, bersamaan dengan tubuhnya yang masih membungkuk memberi hormat. Diikuti dengan Erith yang berjalan mendekatinya, berdiri di sampingnya dan juga memberi hormat.
"Nama saya Erith Evangeline, senior. Mohon bantuannya mulai sekarang juga," ujar Erith kemudian, memperkenalkan dirinya juga pada keempat sosok yang lebih tua darinya itu. Sebelum kembali berdiri tegap memandang satu-persatu seniornya.
Pandangannya seketika terhenti pada sosok pria berambut biru yang Erith ingat adalah ketua tim dari Tim Red Rabbit ini. Senyuman tipis yang terkesan hangat, menghiasi wajah pria itu. Seraya tangannya pun terulur untuk berjabat tangan dengan Raver, lalu Erith.
"Perkenalkan, namaku Rayden. Rayden Geoffrey, ketua tim Red Rabbit. Selamat datang di Tim Red Rabbit," sapa Rayden kemudian dengan ramah. Menyambut anggota baru dalam timnya tersebut.
Namun sesaat Erith bisa melihat, netra emas Rayden yang terlihat mengkilat bagaikan kristal, pucat. Dia baru menyadarinya saat melihat sedekat ini. Ada sebuah lapisan kristal tipis terbentuk di pupil Rayden, seolah menutupinya.
Erith baru menyadarinya sesaat, setelah mengingat kembali penjelasan dari para tim peneliti Demeator yang memberikan penjelasan padanya mengenai efek kemampuan cloningan virus tersebut jikalau digunakan terus menerus. Dia sudah menemukan salah satu contohnya dihadapannya.
Kristal biru pucat tipis di pupil Rayden itu buktinya.
Ketua tim Red Rabbit, adalah seseorang yang setengah buta.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro