Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

D-2. Algorion

Ruang simulasi itu besar serta nampak terbagi dua, dipisahkan dengan kaca tebal transparan yang berdiri kokoh secara horizontal dari ujung sisi satu ruangan hingga ke bagian sisi lainnya di bagian tengah ruangan.

Mungkin tanpa kaca transparan yang memisahkan ruangan tersebut, besar ruangan itu bisa mencapai 36x36 meter dengan tinggi sekitar 10 meter.

Erith dan anggota grupnya memasuki pintu kedua yang membuatnya berada di bagian sisi ruangan sebelah kanan, dimana dia juga bisa melihat Hale dan anggota grupnya berada di sisi ruangan satunya di sebelah kirinya.

Amerin tidak ada bersama mereka disini, membuat Erith melihat sekeliling ruangan, mencari kemungkinan dimana wanita itu berada.

"Ehem!"

Suara batuk berwibawa tersebut membuat pandangan semua orang tertuju ke arah speaker yang berada di ujung ruangan, dimana mereka menyadari bahwa di ujung ruangan yang satunya, terdapat sebuah jendela besar yang terhubung ke ruangan di sisi lain.

Jendela besar tersebut tepat berada di tengah-tengah, yang seolah terlihat juga terpisahkan oleh kaca transparan yang memisahkan ruangan simulasi ini.

Amerin terlihat berada di sana, bersama beberapa pekerja lainnya, membuat Erith yakin bahwa ruangan tersebut adalah ruangan kontrol untuk simulasi ini.

"Langsung saja kukatakan, meskipun ini adalah simulasi pertama kalian, jangan berharap kalian akan mendapatkan keringanan disini," sahut Amerin yang suaranya terdengar menggema di kedua sisi ruangan simulasi melalui speaker yang berada di sana.

"Di simulasi pertama ini, kalian akan dihadapkan dengan Deminator hologram, dengan metode Direct VR yang akan langsung disambungkan dengan D-Catalis kalian, namun jangan menganggap remeh simulasi ini. Karena, simulasi ini akan terasa sama dengan apa yang ada di kenyataannya," jelas Amerin memperingatkan. Erith masih bisa mendengarkan nada keseriusan dan ucapan Amerin, membuat pemuda tersebut menelan ludah.

"Kalau begitu, langsung saja kita mulai simulasinya. Semoga beruntung, prajurit baru."

Ucapan Amerin terhenti, dan kemudian terdengar suara aneh seperti besi bergerak, membuat Erith melihat ke samping dan menyadari bahwa kaca transparan yang memisahkan kedua ruangan tersebut sekarang telah ditutupi dengan dinding besi perak, membuat Erith tidak bisa lagi melihat ke sisi ruangan yang satunya.

Pemandangan sekeliling Erith pun berubah menjadi pemandangan sebuah kota besar yang sudah hancur, dengan bangunan-bangunan tinggi yang dipenuhi dengan tanaman merambat.

"Huwah!" Raver berseru kagum melihat perubahan tersebut, menyadari bahwa teknologi hologram yang digunakan sangatlah nyata.

"Ini terasa nyata," gumam Ryena yang melihat perubahan di sekeliling mereka, sekaligus waspada dengan apa yang akan menanti mereka di simulasi pertama ini.

Erith sedikit membungkuk, mengulurkan tangannya untuk menyentuh sebuah batu yang berada tepat di samping kakinya, dia atas trotoar tempatnya berdiri.

Padat, batinnya. Batu itu terasa nyata, bahkan saat dia menyadari bahwa dia dapat menggenggam batu itu, membuat Ryena sekaligus Raver terkejut.

"Ini memang nyata," gumam Erith pelan, mengingat perkataan Amerin mengenai Direct VR yang disambungkan dengan D-Catalis di tengkuk mereka. Dengan kata lain, diri mereka berada dalam dunia Virtual Reality sekarang.

"Hah?? I-itu artinya jika kita bertemu dengan Deminator, maka itu artinya, kita--!"

Roar!!

Suara tersebut membuat Ryena dan Raver terlonjak kaget, menyadari bahwa mereka berada di dunia simulasi yang terasa sangat nyata, dengan kemungkinan besar mereka akan bertemu dengan salah satu Deminator acak yang akan menjadi lawan mereka.

"Waspada!" Erith segera memperingatkan. Kedua tangannya mempererat genggamannya pada kedua pedangnya, melihat sekeliling untuk mencari keberadaan Deminator yang akan menjadi lawan mereka. Namun selain suara raungan tadi, tempat ini tergolong terlalu tenang.

Berdasarkan apa yang dia pelajari di kelas materi untuk para calon Devorator sebelumnya, tempat mereka berada saat ini kemungkinan merupakan City of the Forest, dilihat dari bangunan yang dipenuhi dengan tanaman merambat.

Ada beberapa jenis Deminator yang tahan hidup di daerah seperti ini, dan Erith segera mengklasifikasikannya hanya dengan didasari dengan suara raungan tadi.

"Apa kalian mengingat jenis Deminator apa saja yang kebal dengan daerah City of the Forest?" tanya Erith kemudian, melihat kearah Raver dan Ryena yang terlihat sangat waspada dengan kondisi mereka saat ini.

Seolah disadarkan kembali, Ryena spontan melihat ke arah Erith, terdiam beberapa saat untuk mencerna perkataan sang pemuda sebelum membuka mulut untuk berbicara.

"Seingatku, ada beberapa jenis! Ada jenis mutasi murni dan ada jenis mutasi gabungan, yang bisa terbang, dan di darat, tapi--!"

Ryena terlihat gugup. Berbeda dengan sikap tegasnya tadi, gadis ini sekarang terlihat lebih gugup. Erith tidak menyalahkan hal tersebut.

Memulai simulasi tanpa adanya petunjuk mengenai Deminator yang akan mereka lawan saat ini, membuat Erith sendiri mulai ragu apa dia bisa mejalani simulasi ini dengan baik.

"Itu Lerphion!!"

Seruan Raver membuat Erith dan Ryena spontan melihat ke arah sang pemuda berambut cream tersebut menunjuk.

Tidak jauh dari tempat mereka berdiri --beberapa meter di depan mereka-- terlihat sosok berkaki empat yang berdiri menghadap ke arah mereka.

Tubuh monster tersebut dipenuhi dengan bulu berwarna cokelat keemasan, dengan model bagian depan terlihat seperti singa dan bagian belakangnya terlihat seperti kaki kalajengking lengkap dengan ekor kalajengking raksasa yang terlihat besar tersebut.

"Apa?? Itu jenis mutasi gabungan!! Bagaimana bisa kita dihadapkan untuk langsung melawannya di simulasi pertama ini?!" seru Ryena keras pada Raver, mulai panik. Tidak menyangka mereka akan dihadapkan dengan Deminator model Lerphion setinggi dua meter dengan panjang hampir tiga meter.

"Mana kutahu! Jangan berteriak padaku!" sahut Raver yang menyadari Ryena berteriak padanya. Pemuda itu terlihat menggenggam busurnya dengan erat, ragu apa dia harus menembak Lerphion itu sekarang. Lagipula kenapa juga senjatanya harus jarak jauh seperti ini?

"Tunggu!" seruan Erith menghentikan pergerakan tangan Raver yang baru saja ingin mengambil satu anak panah, ketika terlihat sosok lain bergerak maju dari balik reruntuhan bangunan di dekat Lerphion pertama itu.

Sosok Lerphion lain terlihat muncul lagi, membuat Erith menahan nafas. Berdasarkan apa yang dia pelajari di kelas materi mengenai para Deminator, Lerphion termasuk dalam Deminator rank C, yang bisa terbilang cukup kuat meskipun hanya satu tingkat di atas rank terendah, yaitu rank D.

Dua Lerphion di saat bersamaan, bagi para Devorator yang sudah berpengalaman, hal seperti ini pastilah sudah biasa. Namun bagi mereka yang baru pertama kali ini menjalankan simulasi, ini akan terasa susah.

Sebagai ketua grupnya, Erith harus segera bertindak dan memikirkan strategi. Dia tidak boleh mengambil resiko Lerphion tersebut yang duluan menyerang mereka, atau strategi mereka tidak akan pernah terbentuk.

Memanfaatkan pengetahuannya mengenai Deminator model Lerphion, Erith mulai membangun strategi.

"Ryena!" panggil Erith kemudian membut sosok sang gadis memusatkan perhatiannya pada Erith.

Pemuda itu bisa melihat senjata yang dimiliki oleh Ryena adalah Dual hand Single Sword. Ukurannya besar dan panjangnya kurang lebih satu meter. Warnanya hitam dengan model ukiran berwarna merah marun di sepanjang bilah tajamnya.

"Type Demeator apa yang dicocokkan padamu? Dan apa elemen intinya?" tanya Erith dengan cepat, masih melihat kedua Lerphion itu berdiri di tempat mereka, tidak bergerak sama sekali, seolah sedang berpikir mengenai apa yang harus mereka lakukan juga. Ini sungguh terasa sangat nyata.

"A-ah--Demeator Type 08, elemen api!" sahut Ryena cepat, menjelaskan secara singkat mengenai Demeator yang dicocokkan padanya.

Erith lalu melihat ke arah Raver, melontarkan pertanyaan yang sama pada pemuda berambut krem tersebut.

"Demeator Type 04, elemen angin," sahut Raver langsung juga, menyadari apa yang ingin ditanyakan oleh Erith juga. Disaat seperti ini, mereka harus saling mengetahui senjata masing-masing untuk membangun sebuah strategi.

Erith sendiri ingat mengenai apa yang diucapkan salah seorang ilmuwan itu padanya setelah tahap pencocokkan padanya telah selesai.

"Erith Evangeline, type 07 dengan elemen api."

Ucapan ilmuwan wanita tersebut terngiang-ngiang dalam pikirannya sesaat, mencerna semua ucapan itu sebelum akhirnya memikirkan hal yang lain yang telah dia pelajari di kelas materi mengenai Deminator sebelumnya.

Lerphion memiliki elemen tanah, setidaknya itu yang diberitahukan pada Erith dalam kelas. Artinya menyerang Lerphion dengan D-Weapon yang juga memiliki elemen yang sama, tidak akan selalu efektif, meskipun bisa digunakan untuk mengalahkannya jika itu adalah seorang Devorator yang sudah ahli. Tapi mereka sama sekali tidak mendekati keduanya.

Namun untuk mereka yang baru pertama kali dihadapkan dengan situasi seperti ini, akan lebih cepat mengalahkan Deminator tersebut menggunakan D-Weapon yang memiliki unsur elemen yang merupakan kelemahan Lerphion, salah satunya adalah air atau petir.

Saat ini di kelompok mereka tidak ada Devorator dengan type elemen petir atau air. Dengan kata lain, dia harus berusaha mencari cara lain untuk mengalahkan Deminator di depannya ini.

"Jangan berpencar, kita harus melawannya bersamaan." Erith memperingatkan, meskipun dirinya sendiri ragu dengan langkah apa yang perlu diambilnya untuk masalah ini. Ini merupakan simulasi pertamanya, jadi tentu saja dirinya tidak memiliki banyak pengalaman tentang ini. Karena ini pun merupakan kali pertama baginya.

"Erith!!"

Seruan dari arah sampingnya membuat sang pemuda menoleh, dan menyadari seekor Lerphion melompat ke arahnya dengan cepat, menegakkan ekornya yang runcing bagaikan sengat kalajengking itu untuk menyerang sang pemuda. Namun dengan segera Erith mengangkat pedangnya yang terasa ringan itu dan mengayunkannya ke samping, menahan serangan ekor sang Lerphion.

"Ugh!!"

Hantaman ekor Lerphion yang sekeras batu itu dengan dual pedang milik Erith menciptakan hembusan angin yang kuat, membuat Erith segera tersadar ini sama sekali bukan hologram belaka. Makhluk di depan ini terasa padat, yang artinya makhluk ini bisa menyerang mereka bertiga secara langsung.

Melihat apa yang terjadi, Ryena tidak tahu harus bagaimana. Dia memang sudah mendapatkan bekal informasi mengenai tiap-tiap Deminator yang ada. Namun bertemu langsung seperti ini tentu saja belum pernah. Ralat, ini bahkan belum bertemu langsung karena ini hanya sebuah simulasi yang terasa nyata.

"Bertahanlah, Erith!" Raver dengan segera mengambil satu anak panah dan dengan tangan yang sedikit gemetaran, mulai memasangnya pada busurnya, berniat membidik Lerphion yang menyerang Erith. Namun dia ragu apa dia bisa mengenainya tanpa harus melukai Erith?

Tidak, tentu saja dia tidak ingin mengenai temannya disini. Itu bisa berbahaya, dan bagaimana jikalau seandainya panah ini bisa meledak ketika mengenai Lerphion itu? Hei, meskipun dirinay tidak tahu pasti, dirinya mendengar dari seorang senior bahwa senjata jarak jauh biasa memiliki kelebihan seperti ledakan atau sejenisnya. Karena itu, jelas ini berbahaya.

Sedangkan Erith nampak mulai merasa sedikit kewalahan untuk menahan ekor sang Lerphion. Sedikit lagi atau salah sedikit saja, ekor itu bisa menembus tubuhnya, membuatnya mati seketika.

"Erith, mundur!!"

Seruan itu membuat Erith tersadar, dan dengan sekuat tenaga kembali mendorong ekor tersebut dengan kedua pedangnya. Dia lalu segera melompat mundur untuk menjaga jarak. Bersamaan dengan itu juga, sebuah panah melesat ke arah Lerphion itu dan menancap di sisi leher sang makhluk. Dan...

Duar!!

Oke, Raver menganga melihatnya. Panah itu benar-benar meledak sesuai dugaannya. Dan bersyukur dengan segera karena dia meminta Erith untuk mundur, karena ledakannya cukup hebat hingga mungkin bisa menghancurkan Lerphion itu jikalau saja Raver memanahnya di tempat yang tepat.

Ledakan yang terjadi di tubuh sang Lerphion, membuat sang Lerphion meraung kesakitan. Tangannya pun terputus dan terjatuh ke tanah, mengeluarkan darah menggumpal berwarna hitam ke tanah. Rasanya terlihat menjijikkan, namun Erith harus menahan agar tidak mengeluarkan isi perutnya disana.

Namun sang Lerphion tidak bergerak mundur dan justru mengayunkan ekornya dengan ganas, menghantam tubuh Erith dengan keras hingga terlempar mundur beberapa meter dari tempatnya menghantam tanah.

Di satu sisi, Lerphion yang lain dengan segera bergerak ke arah Ryena yang waspada, berlari dengan cepat ke arah sang gadis seolah berpikir bahwa dia adalah mangsa yang siap dikoyak.

"Ryena, kirimu!!"

Raver melihat pergerakan cepat dari Lerphion itu dan segera memberikan peringatan pada sang gadis agar waspada, membuat Ryena segera berbalik dan mengayunkan pedangnya berniat menyerang sang Lerphion yang lain itu. Namun kembali Lerphion itu mengayunkan sengatnya menghantam ke arah tanah menciptakan retakan yang besar ke arah tempat Ryena berdiri.

Krak!!

Suara itu sudah membuat Ryena yakin retakan itu melebar ke arahnya, berniat menjatuhkannya ke dalam lubang sehingga Lerphion itu bisa memangsanya. Namun ketika dia hendak melompat mundur, Lerphion lain yang telah kehilangan satu lengannya itu bergerak cepat ke arah sang gadis dan menyerang dari belakang.

"Sial!" Raver segera mengambil satu anak panahnya lagi dan mengarahkannya ke arah sang Lerphion di belakang Ryena. Dia membidiknya, namun tidak berani melepaskan anak panahnya karena takut serangannya bisa mengenai Ryena juga. Karena ini baru pertama kalinya dia melakukan penyesuaian langsung dengan senjatanya.

"Raver, tembakkan sekarang!! Tembak yang di depan!"

Raver berbalik, melihat ke arah Erith yang berlari ke arah Ryena. Tidak, lebih tepatnya berlari ke arah Lerphion yang sudah terluka itu. Mengangkat kedua pedangnya di tangan, berniat menyerang kembali.

"Hah?? Sekarang??" tanyanya kemudian dengan ragu. Karena dia berpikir kalau dia mungkin akan mengenai Ryena jikalau ledakan kembali terjadi.

"Ya, sekarang!!"

Bersamaan dengan ucapan itu, Erith melompat ke depan dan mengayunkan kedua pedangnya yang berbeda warna itu untuk mengincar kepala sang Lerphion. Dalam beberapa detik itu, matanya memandang Ryena yang mulai kehilangan keseimbangan di atas tanah. Semoga dia sempat mengenai Lerphion ini.

Namun sang Lerphion nampak sadar dengan tindakan Erith, membuatnya berbalik dan mengangkat cakarnya yang tajam itu untuk menebas sang pemuda. Hempasan kuat kembali terbentuk ketika cakar sang Lerphion beradu dengan pedang milik Erith.

"Erith, apa yang kau lakukan??"

Ryena seketika tersadar ketika melihat Erith menahan serangan dari sang Lerphion. Namun rasa keterkejutannya tidak berlangsung lama karena sadar pijakannya sudah hancur total menciptakan lubang dalam dari retakan yang ada disana. Apa dia akan jatuh? Tapi ini adalah sebuah simulasi? Ada ruang simulasinya benar-benar hancur?

"Raver, sekarang!"

Seruan Erith membuat Raver pun melepaskan anak panahnya yang terpasang pada busurnya. Membuat benda tajam itu segera melesat cepat ke arah depan, melewati Lerphion yang sedang menyerang Erith maupun melewati Ryena. Lalu, menancap pada dada Lerphion lain yang bergerak ke arah Ryena dan bersiap menyerang sang gadis.

Duar!!

Suara ledakan itu menciptakan hempasan angin kuat yang terasa panas. Membuat sang Lerphion lain yang melawan Erith nampak terganggu sekilas karena melihat temannya telah dilukai. Dalam kesempatan itu pun, Erith memanfaatkan keadaan dan mengayunkan salah satu pedangnya yang dia tarik mundur kembali untuk memotong satu tangan yang tersisa dari Lerphion yang ada itu.

Sedikit mengejutkan bagi Erith, karena dengan mulusnya pedang itu membelah tangan sang Lerphion. Namun dia tidak bisa berpikir banyak tentang itu dan memfokuskan perhatiannya penuh pada serangannya.

Darah hitam kembali menyeruak keluar dari dalam luka potong itu, membuat Erith mengatur posisi tubuhnya untuk berpijak pada tubuh sang Lerphion. Lalu melompat kembali ke arah Ryena untuk membantunya keluar dari dalam lubang yang tidak lama lagi akan mengurung Ryena.

"Ugh!!"

Rasa perih dan sakit memenuhi tubuh Erith ketika punggungnya menghantam tanah keras. Tangannya spontan memeluk Ryena untuk melindungi sang gadis agar tidak menghantam tanah juga. Setidaknya jarak mereka sudah agak jauh dari lubang yang masih menyeruakkan retakannya itu.

Namun dia tidak bisa tenang sampai disitu saja, karena raungan keras membuat Erith harus menutup kedua telinganya. Melihat Lerphion tanpa tangan itu sedang meraung keras karena merasakan sakit dari kedua tangannya yang hilang.

"Erith, kau tidak apa-apa??" Ryena segera tersadar, dan bergerak keluar dari pelukan Erith untuk melihat keadaan sang pemuda. Tidak ada luka sama sekali, namun hantaman itu pastinya membuat sang pemuda merasakan sakit di badannya.

"Raver, tembak kepalanya! Sekarang!"

Di tengah rasa sakitnya, Erith segera memberikan perintah pada Raver untuk menyerang Lerphion yang kesakitan itu. Memintanya untuk tidak membuang-buang waktu sehingga Raver pun segera kembali mengambil anak panahnya untuk menyerang sang Lerphion lagi.

Tapi sebuah raungan lain membuat sang pemuda menghentikan pergerakannya. Karena matanya membelalak melihat Lerphion yang tadi dia serang, masih berdiri dengan kokoh disana, memandang ke arahnya dengan penuh kebencian.

Bagaimana bisa? Bukankah tadi sudah kena?

Apa Lerphion itu melindungi dirinya sendiri dengan ekornya yang keras itu? Raver seharusnya ingat perlindungan pada Lerphion terletak pada ekornya yang sekeras baja itu. Tapi Raver tahu dia harus fokus pada Lerphion lain yang sudah sekarat itu. Selama tidak mengenai ekornya, dia bisa tumbang.

Kepala!

"Ryena, berdiri!" seru Erith kemudian, berusaha berdiri dan menarik Ryena ke samping ketika Lerphion lain itu melompat ke arah mereka, berniat menancap cakar tajamnya pada sang pemuda dan sang gadis. Namun pergerakan Erith lebih cepat sehingga dia dan Ryena bisa menghindari serangan itu.

Kawah tidak karuan terbentuk di tempat mereka terbaring tadi. Karena sang Lerphion nampak menghancurkannya dengan cakar besarnya yang terlihat tajam itu.

Geraman kasar terdengar dari sang Lerphion yang murka. Erith tidak menyangka sosok Lerphion yang sudah diserang dengan panah milik Raver masih bisa bertahan seperti ini. Dia pasti menggunakan ekornya.

"Ryena, bantu Raver."

Perintah keluar dari mulut Erith. Tahu sang pemuda berusaha membidik Lerphion yang sekarat itu, namun ekor sang Lerphion yang mengibas ke sana kemari membuat sang pemuda berambut light cream itu tidak bisa membidik dengan baik.

"Tapi bagaimana denganmu?" Ryena menolak untuk meninggalkan Erith begitu saja. Sang pemuda sudah membantunya dan dia harus meninggalkan Erith melawan Lerphion yang masih sehat ini sendirian??

"Aku akan mencari cara mengalahkannya, karena itu pergilah." Erith tidak mengalihkan perhatiannya dari sang Lerphion di depannya. Karena bisa saja Deminator itu menyerang mereka secara tiba-tiba.

Tangan sang Lerphion kembali terangkat, mengayunkannya ke arah Erith dan berniat mencabik-cabik tubuh sang pemuda. Namun dengan segera sang pemuda berambut hitam itu kembali menahannya dengan kedua pedang di tangannya.

'Berat,' batinnya. Sadar karena ukuran Lerphion di depannya ini jelas jauh lebih besar darinya. Dan tentu saja jauh lebih memiliki tenaga darinya. Namun dia masih bisa menahannya jikalau seperti ini. Dia hanya berharap Ryena segera pergi untuk membantu Raver.

"Baiklah!" seru Ryena kemudian, lalu berlari untuk mengambil kembali pedangnya yang terlempar tidak jauh darinya. Segera meninggalkan Erith untuk membantu Raver.

Sekarang, Erith nampak berpikir. Meskipun tidak ada gunanya dia berpikir di tengah pertempuran seperti ini. Namun dia harus mencari cara menjatuhkan sang Lerphion. Meskipun dia tahu itu akan susah. Namun tidak bisa, dia harus bisa melakukannya. Meskipun apa yang dia lakukan sekarang hanya berusaha menahan serangan dari sang Deminator di depannya ini.

Hantaman keras menimbulkan suara-suara aneh seperti decitan besi. Dan Erith sadar tiap hantaman pada pedangnya itu nampak membuat senjatanya semakin berat dan bersinar. Erith yakin dia tidak salah lihat. Karena nampaknya lekukan yang ada pada pedangnya mulai bersinar.

Sedangkan di sisi lain, Ryena nampak berlari menghampiri Lerphion lain yang terluka itu. Mengangkat pedangnya yang cukup besar itu dengan mudah dan berniat menebas tubuh sang Lerphion. Namun sekali lagi ekor tersebut menahannya, membuat Ryena tidak bisa mengenai perut sang Lerphion.

"Ryena, kau tidak apa-apa?" tanya Raver kemudian. Memandangi Ryena dengan khawatir. Sang pemuda berpikir bahwa dia telah memberatkan sang gadis karena ini. Andai saja senjata Raver adalah senjata jarak dekat, dia bisa lebih berguna sekarang.

"Ya, aku baik-baik saja! Fokus untuk membidik kepalanya!" seru Ryena lagi, berdiri dengan tegap lagi dan berniat menyerang sang Deminator lagi. Namun pergerakan ekor itu terlihat berusaha melindungi sang Lerphion. Dan Ryena berharap kali ini dia bisa menghentikannya.

Dia berlari maju kembali, dan melompat tinggi ketika jaraknya sudah dekat dengan sang Deminator. Dengan mudahnya, dia mengayunkan senjata besarnya itu dan menahan pangkal ekor sang Lerphion untuk mengunci pergerakan sang monster.

Bersamaan dengan itu juga, pergerakan ekornya berhenti, membuat sang Lerphion yang tidak tahu harus menyerang dengan apa lagi nampak meraung.

"Sekarang, Raver!"

Tanpa perlu disuruh dua kali, dengan segera Raver melepaskan anak panahnya. Membiarkannya melaju cepat ke arah wajah sang Lerphion dan menancap pada salah satu matanya. Ryena segera melompat menjauh, bersamaan dengan ledakan besar yang terjadi kemudian.

Duar!!

Suara ledakan itu sudah membuat Erith cukup yakin kalau Ryena dan Raver telah berhasil melakukan tugas mereka. Dan sekarang dia hanya perlu fokus pada Lerphion yang tersisa ini. Dengan tumpuannya, Erith tidak yakin dia bisa bertahan sekarang. Karena dia yakin tanah tempatnya bertumpu sudah memiliki retakan dimana-mana.

Roarr!!

Raungan sang Lerphion nampak menusuk telinga, namun Erith harus tahan dengan itu. Sebagai Devorator, dia tidak bisa membiarkan dirinya dikalahkan dengan seekor Deminator seperti ini. Tidak, dia tidak bisa.

Dia punya tujuan yang perlu diraihnya.

'Erith.'

Sebuah suara yang terdengar di benaknya membuat Erith tersadar dari lamunannya. Dan tangannya mulai terasa sakit karena berusaha menahan cakar sang Lerphion. Membuatnya sadar karena sekarang Lerphion itu nampak mengayunkan ekornya dan berniat menusuk Erith dengan sengatnya.

Sang pemuda berusaha mendorong mundur sang Lerphion. Merasa berat, namun kemudian melompat mundur ketika menemukan celah, sehingga sengat sang Lerphion menancap pada tanah kosong di bawahnya.

Erith yakin dia perlu mengambil nafas sekarang. Karena tubuhnya nampaknya telah terpengaruh. Apa memang Devorator selemah ini? Tidak, mungkin saja karena dirinya masih belum terbiasa dengan kondisi dan tekanan seperti ini.

Suara pijakan yang keras membuat Erith memusatkan perhatiannya ke depan, melihat Deminator itu berdiri seraya menatapnya dengan mata menyalang merah. Seolah siap kapan saja untuk memangsa Erith yang terlihat lemah dimatanya.

"Aku tidak akan membiarkanmu!" serunya kemudian. Melompat maju lagi, bersamaan dengan sang Lerphion yang melompat maju juga, membuka mulutnya berniat untuk melahap Erith ke dalamnya.

Namun saat itu juga, sebuah cahaya tipis menghiasi masing-masing pedang milik Erith. Berwarna putih kebiruan dan hitam kemerahan. Menyelimuti masing-masing pedang yang berbeda warna itu hingga melebar, meluas dan berkobar.

Sebelum Lerphion itu sempat memangsa Erith ke dalam mulutnya, dengan segera sang pemuda mengayunkan pedangnya yang nampak terbakar dan membeku itu, menciptakan gradasi warna yang bertabrakan namun terlihat indah itu.

Erith mengayunkan pedangnya ke depan, menebas ke arah sang Lerphion ketika sadar dengan kedua pedangnya yang nampak diselimuti aura yang terlihat berbeda. Dan dengan itu, kedua pedang itu nampak menebas tubuh sang Lerphion dan melemparnya mundur dan menghantam tanah beberapa meter dari tempatnya semula.

"Erith!!" Raver dan Ryena segera mendekati Erith. Sadar ketika Lerphion itu nampak dikalahkan dengan sebuah cahaya aneh yang berasal dari tempat Erith. Namun ketika kedua orang itu sudah berada di dekat sang pemuda, mereka menghentikan langkahnya melihat perbedaan jelas pada kedua pedang milik Erith.

Biru untuk es, dan merah untuk api.

Ryena memandang ke arah Lerphion yang diserang oleh Erith. Terkejut ketika sadar bahwa Lerphion itu hangus, namun di satu sisi juga membeku menjadi retakan yang perlahan hancur.

Itu adalah hal yang jelas mustahil. Karena senjata milik Erith adalah penggabungan dari dua jenis virus yang sangat bertolak belakang. Membuat baik Ryena dan Raver sama sekali tidak menyangka melihat pedang indah yang terlihat membeku dan terbakar di saat bersamaan seperti itu.

--

"Nyonya Amerin, simulasi untuk tim B sudah selesai!" seru seorang pria berseragam yang duduk di depan salah satu komputer yang ada di ruangan kontrol itu. Memberitahukan pada sang wanita berambut cokelat yang sibuk memandang dua buah layar besar yang terpajang di depannya.

Namun Amerin nampak fokus pada layar yang bertuliskan Tim B. Melihat sosok Erith yang berada di dalam sana. Mereka telah berhasil mengalahkan Lerphion itu. Terutama ketika dirinya melihat senjata sang pemuda berambut hitam.

"Katakan pada Andrey, pencocokan Type 07 pada host utama berhasil dan bisa diaplikasikan dengan baik,"serunya kemudian tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

Mendapatkan respon suara dari salah satu orang yang berada di belakangnya sebelum suara pintu terbuka membuatnya yakin sosok itu pergi menyampaikan pesannya.

Tatapannya fokus pada senjata milik Erith. Pedang itu nampak membeku dan terbakar di saat yang bersamaan.

**

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro