Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

D-1. Amarilys

Pemuda berambut hitam itu terlihat berlari di koridor yang terlihat tersusun dari dinding baja berwarna perak tersebut. Blazzer seragamnya dia sampirkan pada bahunya sambil sesekali melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 8 siang.

"Sial! Aku terlambat!" ujarnya.

Dia kemudian berlari lebih cepat, berbelok di persimpangan lorong, kemudian kembali berlari sambil sesekali memeriksa papan-papan hologram setiap pintu besi yang terdapat di lorong tersebut.

Dia hanya berharap dapat diberi keringanan di hari pertamanya mengikuti pelatihan di tempat ini. Menurut rumor yang dia dengar, pelatih tempatnya melakukan pelatihan adalah sosok yang tegas dan mengerikan.

Langkah kakinya kian dipercepat menyadari waktunya sudah semakin terlambat, hingga akhirnya dia mendapati pintu besi ruangan yang dia tuju dan segera menekan tombol untuk membukanya lalu berlari masuk.

"Maafkan keterlambatan saya!!" serunya cepat ketika melangkah masuk ke dalam ruangan dengan nafas tersengal-sengal karena kelelahan.

Spontan tujuh orang yang berada di dalam ruangan itu berbalik dan melihat ke arah sang pemuda berambut hitam kelam itu.

Orang-orang yang asing, yang baru saja dilihatnya, menatap ke arah sang pemuda dengan tatapan yang beragam. Sedangkan seorang wanita yang terlihat hanya memiliki tinggi 150 cm itu menatap sang pemuda dengan tatapan tajam.

Wanita berambut cokelat itu melipat kedua tangannya di depan dadanya, menatap ke arah sang pemuda yang datang terlambat itu.

"Prajurit Erith Evangeline. Kau terlambat setengah jam," dengus sang wanita, menatap pemuda yang dia panggil Erith itu dengan tatapan kesal tercampur amarah.

Erith yang mendengar itu menunduk, merasa bersalah sekaligus tidak percaya bahwa wanita ini adalah pelatih yang dimaksudkan. Bahkan tingginya tidak sampai bahu Er--

"Apa yang kau lakukan disana?? Cepat berbaris!! Dan kenakan seragammu dengan baik!" perintah sang wanita keras.

"B-baik!"

Dengan cepat Erith berlari ke arah barisan yang sudah rapi di tengah ruangan tersebut, berbaris paling belakang pada barisan di sebelah kanan dan segera mengenakan blazzer resminya. Dia dapat mendengar salah seorang peserta yang berbaris di depannya menghela nafas kesal, setidaknya itu yang dipikirkan Erith.

"Sepertinya kalian semua sudah lengkap," ujar sang wanita berambut cokelat tadi. Erith bisa melihatnya menghela nafas panjang di depan sana.

"Kalau begitu langsung saja! Selamat datang kepada kalian, prajurit baru NEMEA, para Devorator baru!" seru sang wanita keras dengan serius. Bahkan ucapan sambutannya itu terdengar hambar di telinga Erith tanpa adanya hawa menyenangkan sama sekali.

"Perkenalkan, namaku Amerin Fairhold, kepala bagian divisi pelatihan Devorator, sekaligus pelatih resmi kalian," sahutnya memperkenalkan diri.

"Seperti yang sudah kalian ketahui, setelah melewati berbagai macam proses, kalian para orang terpilih, akhirnya menjalani proses pengaplikasian dengan Type Demeator yang cocok dengan kalian masing-masing. Hal itu membuat kalian menjadi Devorator, pada akhirnya!" jelas sang wanita kembali dengan nada seriusnya.

Erith bahkan yakin dia bisa melihat pemuda berambut cream yang berdiri dua baris di depannya menguap, entah karena bosan mendengar ucapan sang wanita atau masih mengantuk. Berani sekali.

"Seperti yang kalian sudah ketahui, perkerjaan menjadi Devorator bukanlah pekerjaan sembarangan. Dengan menjadi Devorator, maka kalian memiliki tanggung jawab yang besar!" seru sang wanita itu lagi.

"Benar begitu, prajurit Raver??"

Kali ini Amerin melempar tongkat pendek yang ada di pegangannya ke arah kepala sang pemuda yang tadinya menguap, membuat pemuda itu tersentak kaget dan mengaduh kesakitan.

"Aww!" pekik sang pemuda kesakitan.

Amerin menghela nafas, "dan seperti yang sudah kalian ketahui. Sejak kehancuran dunia tahun 2047, dunia tidaklah sama dengan sebelumnya. Terlebih lagi saat kemunculan para Deminator, musuh umat manusia."

Para prajurit lainnya memperhatikan Amerin dalam diam dan Erith sadar bahwa atmosfer dalam ruangan itu berubah.

"Tujuan utama kalian sebagai Devorator adalah melenyapkan para Deminator, dan membuat Dystopia Earth ini menjadi tempat layak yang lebih baik bagi umat manusia, kalian mengerti??" seru Amerin seraya menatap para prajurit baru di depannya dengan serius.

"Siap!!" seru semua prajurit tersebut dengan serempak, memberi hormat kepada Amerin.

"Baiklah kalau begitu. Latihan akan dimulai sebentar lagi, namun..."

Amerin memperhatikan para prajurit baru tersebut, dan menghitung jumlah mereka yang sedikit itu.

Tujuh orang, jumlah yang ganjil.

"Hah~,tadinya kupikir jumlahnya cukup. Sepertinya aku salah menghitung karena Erith Evangeline yang datang terlambat," gumam Amerin seraya mengurut keningnya yang pusing. Kemudian kembali dia menatap para prajurit itu satu persatu.

"Kalian akan dibagi menjadi dua grup. Karena jumlah yang ganjil, grup pertama berisi empat orang dan grup kedua berisi tiga orang." Amerin menerangkan.

Terlihat seorang perempuan berambut pirang sepunggung mengangkat tangannya dengan sedikit ragu, kemudian tersentak sedikit dan menunduk gugup ketika Amerin melihat ke arahnya.

"U-umm, apakah penentuan anggotanya bebas, Pelatih Amerin?" tanya gadis itu.

Mendengar itu, Amerin terlihat berpikir beberapa saat kemudian menghembuskan nafas pelan.

"Aku akan menentukan siapa yang akan menjadi ketua dari dua kelompok tersebut. Untuk anggotanya, ketua tersebutlah yang akan memilih," jelas Amerin seraya membaca berkas di tangannya, melihat satu persatu nama dari para prajurit baru ini.

Setelah beberapa menit, dia pun selesai menentukan siapa yang akan menjadi ketua grup.

"Kalau begitu, akan kuumumkan siapa yang terpilih menjadi ketua! Untuk grup pertama, Hale Winsthrop dan untuk grup kedua...Erith Evangeline," putus Amerin, sekilas melihat ke arah Erith yang terlihat terkejut namanya disebutkan. Sedangkan pria bernama Hale terlihat menyeringai bersemangat ketika dirinya ditunjuk menjadi ketua grup.

"Pilih anggota kalian sebaik mungkin. Kuberi waktu 5 menit."

Dengan ucapan itu, Amerin berbalik dan melangkah menjauhi mereka untuk berbicara dengan salah seorang pegawai lainnya yang berada di balik meja control di ujung ruangan tersebut.

Melihat itu, Erith menghela nafas panjang. Hari ini dia merasa dirinya sangat sial. Pagi ini, dia sudah bangun terlambat karena semalaman gugup akan hari ini yang merupakan hari pertamanya mengikuti pelatihan resmi Devorator. Lalu sekarang, dia ditunjuk sebagai ketua kelompok dua? Sungguh nasib yang sial.

"H-hei!"

Sebuah tangan menepuk bahu Erith, membuat pemuda itu spontan berbalik dan mendapati pemuda berambut cream cokelat muda tadi berdiri dibelakangnya sambil menampilkan cengiran bodohnya.

"H-hah?"

"Halo! Namamu Erith Evangeline, kan? Perkenalkan, namaku Raver Alworth!" seru pemuda itu memperkenalkan diri dengan semangat. Dia kemudian mengulurkan tangannya ke arah Erith, "Kau bisa memanggilku Raver!"

Sebaliknya, Erith yang masih syok terpilih sebagai ketua, memproses perkataan sang pemuda selama beberapa detik kemudian mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Raver.

"Ah, ya, namaku Erith Evangeline. Panggil saja Erith," balas Erith memperkenalkan diri, kemudian tersenyum tipis.

Raver terlihat menyeringai lebar kemudian melepaskan jabatan tangan mereka, kemudian mengangkat kedua tangannya dan menyilangkannya di belakang kepalanya, menjadikannya seperti bantal.

"Tapi tidak kusangka, kau bisa selamat dari hukuman pelatih Amerin meskipun terlambat. Kudengar, senior tahun lalu yang terlambat di hari pertama pelatihan, disuruh melakukan push-up and sit - up sebanyak 1000 kali baru bisa mengikuti latihan." Raver terlihat mengingat-ingat apa yang didengarnya dari para senior mereka.

Erith sendiri melongo mendengar penjelasan itu kemudian menghela nafas lega seraya mengurut dadanya karena untungnya dia tidak dihukum karena keterlambatannya tadi.

"Tapi tidak kusangka, pelatih Amerin malah memilihmu menjadi ketua grup. Sepertinya dia bisa melihat potensi tersembunyimu, mengesampingkan dirimu yang sempat terlambat tadi," canda Raver seraya tertawa pelan.

Erith sendiri tidak mengerti mengapa dirinya ditunjuk menjadi ketua grup oleh Amerin. Mungkin saja yang dikatakan Raver betul, bahwa dirinya memiliki potensi tersembunyi. Atau bisa juga ini adalah hukuman tak terlihat dari Amerin karena dirinya yang terlambat tadi.

"Hei, ngomong-ngomong, mau menerimaku menjadi anggota grupmu?" tanya Raver langsung seraya menyeringai kecil.

Erith melihat ke arah pemuda itu, seketika terkejut dengan ucapannya.

"Ehh?"

"Hm? Kau tidak mau? Sedihnya~. Tapi kalau memang tidak ma--!"

"B-bukan itu maksudku! Maksudku, kenapa kau mau menjadi anggota grupku. Memang betul pelatih Amerin menyuruhku mencari anggota, tapi dibanding aku...," Erith menghentikan ucapannya dan berbalik melihat ke arah Hale yang sedang berbicara dengan prajurit lainnya.

"Dia lebih meyakinkan sebagai ketua dibandingkan diriku."

Raver bisa melihat tatapan Erith tertuju pada Hale. Tapi kemudian pemuda itu hanya tertawa terbahak-bahak mendengar alasan Erith.

"Huh?"

"Hahaha, kau menarik sekali! Memang sih kalau dibandingkan denganmu, Hale terlihat jauh lebih baik dan kuat ditambah semangatnya yang membara itu," sahut Raver seraya berusaha menahan tawanya yang menggelegar itu. Namun kemudian sebelah tangannya memegang sebelah bahu Erith.

"Tapi kita kan tidak akan tahu potensimu sampai kita melihatnya secara langsung," sambungnya pelan, tersenyum pada Erith.

Mendengar itu, Erith terdiam beberapa saat kemudian kembali mengangguk. Ya, mungkin yang diucapkan Raver ada betulnya. Yang perlu dia lakukan adalah memperlihatkan potensinya tersebut.

"Betul ju--!"

"Baiklah kalau begitu! Sekarang, ayo kita cari anggota lagi! Kurasa gadis itu boleh juga," ujar Raver seraya menunjuk ke arah seorang perempuan berambut deep green sepunggung yang bersandar pada dinding ruangan.

Gadis itu terlihat tenang, seraya bersandar di dinding dan melipat kedua tangannya di depan dada.

Bahkan gadis itu tidak terlihat tertarik untuk berinteraksi dengan Hale yang sedang meyakinkan dua prajurit lainnya untuk bergabung dengan grup Hale.

"Hei!" panggil Raver, berlari ke arah gadis tersebut.

Gadis itu seketika berbalik, melihat ke arah Raver dengan tatapan tenang, kemudian melihat ke arah Erith yang berjalan di belakang Raver.

"Mau bergabung dengan kami??" tanya Raver langsung tanpa basa-basi, membuat gadis itu sedikit tersentak mendapat tawaran itu.

Mungkinkah gadis itu menunggu diajak oleh Hale? Makanya dia terkejut seperti itu.

Raver tiba lebih duluan di hadapan sang gadis, dan Erith menyusul setelahnya.

"Jadi bagaimana? Mau bergabung dengan kami?" tanya Raver lagi dengan santai.

Sedangkan gadis itu hanya diam, sepertinya tengah berpikir. Erith sendiri menunggu dengan tenang. Dengan adanya Raver di grupnya, dia sepertinya tidak perlu repot-repot membujuk prajurit lainnya, karena itulah yang Raver lakukan.

Tapi ketika lamunan Erith buyar, dia bisa melihat gadis itu menatapnya dengan serius. Seolah sedang meneliti Erith dari atas hingga bawah.

"Hmm," gumamnya seraya meletakkan tangan di depan dagu seolah berpikir keras.

"A-ada ap--!"

"Boleh," ujar sang gadis pelan.

Erith melongo, berpikir bahwa dia telah salah dengar.

"Ehh?"

"Kubilang boleh. Aku akan bergabung dengan grupmu." Sang gadis berucap dengan tenang. Erith bahkan tidak percaya dia mendengar itu.

"Benarkah?? Yay!" seru Raver senang. Pemuda itu terlihat menyeringai bahagia karena akhirnya grup mereka lengkap.

"Erith Evangeline, kan. Namaku Ryena. Ryena Oakley." Gadis itu memperkenalkan diri.

Kemudian dia melihat ke arah Raver. Namun yang membuat Erith terkejut, tatapan gadis itu berubah.

"Kau, Raver Alworth, kan? Yang tadi dilempari tongkat oleh pelatih. Apa kau ini punya potensi?" tanya Ryena yang seketika berubah 90 derajat.

Sikap tenangnya berubah menjadi sikap dingin pada Raver, seolah pemuda itu adalah hal yang paling dibencinya.

"Ehhh?? Iya sih, tapi kan itu--!"

"Tidak ada tapi-tapian! Jika kau memang serius ingin menjadi Devorator yang berpotensi, seharusnya kau sadar akan tugasmu!" seru Ryena dengan tegas, menatap Raver tajam. Erith tidak menyangka gadis ini adalah gadis yang tegas.

"Ehh?? Tapi kan aku semalam tidak tidur karena gugup! Mau bagaimana lagi!" seru Raver balik, berusaha menjelaskan. Namun Ryena hanya menggeleng-geleng kepala mendengar alasan itu.

Melihat itu, tanpa sadar Erith tersenyum tipis. Sepertinya teman seangkatannya ini sangat menarik. Dia berpikir bahwa dirinya harus bisa menyesuaikan diri.

"Erith, lihat dia!! Sepertinya kita memang salah memilihnya menjadi anggota grup. Kita cari orang lain saja!" rengek Raver dengan wajah memelas, bergerak mendekati Erith yang kembali tersadar dari lamunannya.

"Apa kau bilang?? Kau sendiri kan yang memintaku jadi anggota! Lagipula, yang ketua disini adalah Erith, bukan kau!" sahut Ryena balik dengan kesal, menarik sebelah telinga Raver seraya menatap pemuda itu tajam.

"H-hei! Itu sakit! Hei Ryena! Lepas--!"

"Waktu habis! Sekarang berbarislah berdasarkan kelompok kalian!"

Terdengar suara Amerin menggema di ruangan tersebut, membuat semua prajurit baru tersebut berbaris sesuai kelompok mereka masing-masing.

Erith berdiri paling depan, disusul Raver di belakangnya dan Ryena setelahnya.

Amerin terlihat berdiri beberapa meter di hadapan barisan tersebut, memperhatikan tiap anggota di dua grup tersebut.

Dia melihat kepada kelompok Hale pertama, lalu tatapannya berpindah pada kelompok Erith.

Seringai muncul di wajahnya, dan dia bertepuk tangan sekali. "Bagus! Kulihat kalian sudah memilih pasangan kalian, bahkan saat kalian sendiri pun masih belum tahu bentuk senjata apa yang tersedia untuk kalian masing-masing," ucap Amerin seraya tersenyum tipis. Namun wajahnya memperlihatkan keseriusannya terhadap latihan ini.

Sedangkan Erith terpikirkan dengan ucapan yang dilontarkan Amerin barusan.

Senjata?

Ya, senjata!

Mereka sudah pasti belum tahu model senjata apa yang disediakan untuk mereka, karena setelah proses pencocokkan kemarin, mereka hanya diberikan keterangan untuk mengikuti pelatihan hari ini, tanpa adanya penjelasan lebih lanjut selain nama dan elemen inti Demeator yang dicocokkan pada mereka.

Hal itu membuat Erith penasaran dengan senjata yang akan mereka miliki. Tentu jika ingin melawan Deminator, mereka harus memiliki senjata. Namun itu artinya, mereka harus bisa menguasai senjata tersebut agar mereka bisa menggunakannya melawan Deminator.

Bruk!

Lamunan Erith kembali buyar ketika mendengar suara keras dari arah depannya. Di sana, dia bisa melihat berbagai kotak besi dengan ukuran berbeda namun dengan warna yang sama, berjejer menyamping.

Totalnya ada tujuh buah.

"Itu..."

"Dalam kotak ini, terdapat senjata yang mulai saat ini akan kalian gunakan sebagai seorang Devorator. Seperti yang sudah kalian ketahui, senjata ini dibuat menggunakan type Demeator yang sudah dicocokkan dengan kalian dalam proses pencocokkan kemarin," jelas Amerin, berjalan maju mendekati salah satu kotak di sisi kirinya.

"Jika kalian sendiri sudah merasa pantas memiliki senjata ini, maka majulah, dan ambil senjata kalian!" seru Amerin keras seraya menatap satu persatu prajurit tersebut.

Mendengar itu, para prajurit tersebut berjalan maju, menatap kotak tersebut satu persatu dan menemukan nama mereka masing-masing terukir di bagian penutup kotak yang terbuat dari besi berwarna hitam mengkilap tersebut.

Erith sendiri sekarang sudah berdiri di hadapan sebuah kotak besi yang memiliki ukiran namanya. Pemuda itu terlihat ragu untuk mengangkat tutup kotak tersebut, namun dia tahu dia harus melakukannya.

Perlahan, tangannya terulur untuk menyentuh bagian tutupnya, namun kemudian...

"Huwaah!!" seruan tersebut mengejutkan Erith, membuatnya berbalik ke sisi kanannya, dan mendapati Raver sedang memegang sebuah busur besar berwarna hitam dengan tambahan warna lainnya seperti hijau zamrud di bagian kedua ujung sisi busur tersebut.

Tidak lama kemudian, pemuda itu mengeluarkan Quiver berwarna hijau gelap yang berisi banyak anak panah dengan model yang serupa dengan busurnya. Erith tidak bisa menghitungnya karena jarak berdiri mereka yang jauh, namun dia tidak menyangka pemuda itu akan mendapatkan senjata busur panah.

Erith merasa gugup sekarang. Apalagi saat dia melihat prajurit lainnya sudah membuka kotak mereka masing-masing, dan mengeluarkan senjata mereka.

Erith bisa melihat Hale mendapatkan sebuah Dual Hand One-side Axe yang terlihat besar, dan gadis berambut pirang yang bertanya pada Amerin tadi sekarang memegang sebuah pedang samurai dengan jenis Katana.

Semakin lama, rasa penasaran dan gugup memenuhi Erith. Lalu setelah menghela nafas beberapa kali, dia membuka kotaknya untuk melihat senjata apa yang akan dia dapatkan.

Senjata itu terlihat mengkilap terkena cahaya lampu ruangan ketika Erith membuka tutupnya. Dan pemuda itu terpaku melihat senjata yang dia dapatkan.

Pedang itu tidak terlalu panjang. Ukurannya sedang dan tidak terlalu besar. Tidak bisa dibilang sebagai Long Dagger. Ukurannya lebih mirip pedang pendek pada umumnya dengan bentuknya yang sedikit berbeda dan melengkung pada bagian satu sisi pedang tersebut.

Namun yang mengejutkan Erith adalah, bahwa pedangnya bukan cuma satu, melainkan ada dua, dengan warna yang masing-masing berbeda.

'Biru...dan hitam?' batin Erith, memperhatikan senjatanya dengan seksama.

Tidak, jika pedang yang berwarna hitam itu lebih diperhatikan, Erith dapat melihat sesuatu berwarna merah yang berbentuk seperti ukiran pada bagian bilah pedangnya.

'Apa ini, senjata yang dicocokkan dengan Demeator Type 07 yang ada dalam diriku ini?' Kembali Erith berbicara dalam hati. Dia ragu dengan senjatanya.

Dibandingkan dengan prajurit lain, hanya dirinya saja yang memiliki dua senjata seperti ini. Terlebih lagi, sampai berbeda warna. Apa ada sesuatu yang aneh disini?

"Ada apa, prajurit Erith?"

Erith tersentak, kemudian mendongak dan mendapati Amerin terlihat berdiri di sisi satunya, melihat ke arah sang pemuda.

"A-ah tidak, pelatih. Hanya saja, senjataku...ada dua. Lalu warnanya juga...

"Oh itu...! Ya, bisa saja itu terjadi. Lagipula itulah senjatamu. Belajarlah untuk mengendalikannya, prajurit Erith Evangeline. Jika ada yang tidak kau mengerti mengenai senjatamu itu, bisa kau tanyakan pada bagian Engineer nanti," sahut Amerin kemudian berjalan kembali ke tempatnya. Wanita itu terlihat tenang, bahkan tidak menjelaskan apapun pada Erith mengenai senjata sang pemuda.

Seperti yang sudah dikatakan Amerin, mungkin dia akan menanyakan hal itu pada bagian Engineer nanti. Erith pun mengambil senjatanya dan menggenggamnya dengan kedua tangannya.

'Ringan,' batinnya. Dia berpikir bahwa senjata itu akan lebih berat lagi. Namun rasanya seperti dia mengangkat sebuah besi ringan.

"Sepertinya kalian semua sudah memegang senjata kalian. Sebelum memulai pelatihan, aku akan menjelaskan beberapa hal mengenai senjata yang kalian pegang saat ini."

Amerin berdiri di depan mereka, menatap mereka dan senjata para prajurit itu satu persatu, lalu kemudian berdehem singkat.

"Senjata yang kalian pegang sekarang, disebut sebagai D-Weapon. Senjata itu merupakan senjata yang resmi akan kalian-- para Devorator gunakan, mulai saat ini."

"Senjata tersebut sebagai besar disusun berdasarkan bahan pilihan yang cocok dengan inti Demeator sesuai tipe yang dicocokkan pada kalian masing-masing," jelas Amerin lagi.

Erith mendengarkan dalam diam. Kurang lebih dia mengerti hal tersebut, dan dia memilih untuk terus mendengarkan.

"D-Weapon hanya bereaksi pada pemiliknya, karena kecocokkan tipe yang ada pada D-Weapon kalian sendiri dan yang ada pada diri kalian, jadi jika bukan kalian sendiri yang menggunakannya, senjata itu tidak akan berguna sama sekali."

'Begitu ya. Berarti jika orang lain menggunakannya, senjata ini sama sekali tidak akan berguna.' Batin Erith lagi, kemudian menghela nafas perlahan dan kembali mendengarkan Amerin yang masih berbicara.

"Itu tentunya berkaitan dengan D-Catalis yang dipasang pada tengkuk kalian saat proses pencocokan kemarin. Dengan kata lain, salah satu fungsi D-Catalis tersebut yaitu sebagai control terhadap D-Weapon milik kalian."

Amerin terlihat menghela nafas perlahan kemudian kembali menatap prajurit baru tersebut. Dia sudah menjelaskan apa yang perlu dia jelaskan sekarang.

"Selanjutnya, kalian akan mendapat penjelasan dari Divisi penelitian setelah latihan. Penjelasanku hanya sampai disini," sambungnya kemudian pada akhirnya.

Erith sekarang bisa merasakan dirinya berkeringat dingin. Ditatapnya kembali senjata dalam genggamannya, memperhatikan warna biru dan hitam yang sangat berbeda jauh itu.

"...rith! Erith! Hoi, Erith!"

Raver terlihat melambaikan tangan tepat di depan wajah Erith, membuat pemuda itu sekali lagi berhenti melamun dan berbalik melihat ke arah Raver.

"Kita akan menuju ruang simulasi. Ayo!" sahut Raver ceria, kemudian pemuda itu berbalik untuk berjalan dengan Ryena. Melihat itu, Erith pun mengangguk dan mengikuti mereka berdua menuju ruang simulasi.

◇◇

◆◆

Tahun 2045, lab pusat penelitian Jerman

"Hm, kau betul, Andrey. Bentuk virus ini memang terlihat berbeda dari virus pada umumnya. Serabut aneh yang mengelilinginya itu, terlihat seperti Flagella yang unik, tapi tentu saja fungsinya itu bukan untuk bergerak bebas, kan. Kau tahu, virus tak akan bisa bergerak di luar tubuh inangnya dengan bebas," sahut Veirlyn yang selesai mengamati virus tersebut menggunakan mikroskop elektron yang ada dalam ruangan itu.

"Ya, kurasa juga begitu. Namun itu sungguh menarik! Aku berharap virus ini dapat berguna bagi umat manusia nantinya!" seru Andrey bersemangat. Dia kemudian meminum kembali kopinya lalu melihat ke arah mikroskop elektron yang menyala itu.

Veirlyn sendiri terlihat duduk di kursi kerjanya yang berjarak tidak jauh dari tempat Andrey. Mereka terlihat bercakap-cakap mengenai beberapa hal sampai kemudian pintu besi ruangan tersebut terbuka membuat perhatian kedua pria tersebut teralihkan ke arah pintu.

Terlihat sosok wanita muda berambut merah, Amerin dan wanita muda berambut pirang, Adeline, berjalan masuk ke dalam ruangan seraya membawa kantung plastik berukuran sedang.

"Oh, kalian sudah kembali!"

Andrey berdiri dari duduknya dan mengambil kantung plastik tersebut dari kedua gadis tadi. Karena mereka yang bekerja lembur di lab ini sejak kemarin, Amerin dan Adeline memilih untuk pergi membeli makan siang untuk mereka.

"Hah~, lain kali kalian saja yang pergi membeli makanan di cafetaria! Sungguh melelahkan!" keluh Amerin kemudian duduk di kursi kerjanya, bersandar dan membiarkan dirinya menyerap dingin ruangan tersebut. Sedangkan Adeline hanya tertawa kecil melihat tingkah Amerin.

"Ngomong-ngomong, apa kalian sedang membicarakan sesuatu?" tanya Adeline langsung, melihat ke arah Veirlyn lalu kepada Andrey.

"Ah, ya! Kami berpikir untuk memberi nama untuk virus yang kita temukan ini!" sahut Veirlyn kemudian menyeringai lebar.

Mendengar itu, Adeline sedikit tersentak, namun kemudian tersenyum tipis.

"A-ahh, benarkah? Menarik. Apa kalian sudah memiliki beberapa pendapat?" tanya Adeline seraya memperhatikan mikroskop elektron yang terletak tidak jauh darinya itu.

"Tentu! Andrey sudah memiliki beberapa pendapat!"

Amerin dan Adeline pun melihat ke arah Andrey yang kemudian menyeringai lebar.

"Nama apa yang akan kau berikan? Jangan bilang kalau namanya kampungan?" sindir Amerin malas, membuat Veirlyn dan Adeline seketika tertawa.

"Kalau dipikir juga, Andrey itu memang tidak pandai memberi nama ya! Pilihannya itu selalu kampungan semua," sahut Veirlyn lagi, membuat tawa dalam ruangan tersebut kian membesar.

"Hei, aku tidak begitu!!" seru Andrey cemberut, tidak terima dikatai seperti itu. "Kali ini namanya akan sangat keren!!" serunya lagi bersemangat, membuat ketiga orang sahabatnya itu berhenti tertawa dan melihat ke arah Andrey.

"Lalu, apa saran nama yang akan kau berikan itu, Andrey?" tanya Adeline penasaran.

Mendengar itu, Andrey tersenyum lebar seraya menatap ketiga sahabatnya tersebut.

"Nama untuk virus itu adalah...Demeator!"

◆◆


Thank you for reading my story.
Hope you enjoyed it. ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro