Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

📘 3. Pengendali Air

"Aduh, pak, maaf, adek, saya tidak sengaja."

|DV:NA|

...

Rambut hitam pendek disisir. Lalu sedikit bedak di sini. Gincu? Emm, mungkin tidak. Oke, waktunya memasang dasi dan kancing baju.

Wow. Menatap diriku di cermin. Aku seperti seorang putri saja dalam seragam sekolah. Ahahah, dasar halu.

Sejenak aku terdiam ketika memerhatikan cerminan kedua mataku sendiri. Ini mengingatkanku pada ayah yang sering bilang ketika ia menatap mataku, dua netra cantik yang persis seperti kedua netra bunda layaknya permata ametis.

"Adrea, ayo cepat," pekik tante dari lantai bawah.

"Iya, sebentar lagi," sahutku agak keras. Kuperiksa isi tasku. Meyakinkan diri jika aku tidak lupa membawa pensil dan buku. Astaga, masih ada celana pendek terselip di dalam tas. Padahal aku yakin kemarin sudah mengeluarkan semua pakaian yang ada.

Berjalan cepat menuruni tangga. Terlihat Tante Leis sudah menunggu di dekat pintu. Wow, tante terlihat anggun dengan gaun merah yang dikenakannya disertai rambut hitam lurusnya yang mencapai pinggul.

Huhuhu, aku juga pingin rambut sepanjang itu.

Dirasa semua sudah siap, pintu rumah pun dikunci. Dari sini saja, pucuk menara akademi yang biasa disebut Lukastra itu terlihat dengan jelas. Letaknya cukup jauh sehingga kami menggunakan jasa kereta kuda.

Satu kata bagiku saat melihatnya dari dekat, wow. Padahal aku masih di luar, belum di dalamnya dan sudah terpesona. Ini adalah bangunan terbesar yang pernah kulihat.

Memasuki gerbang utama. Kompleks akademi dibuat seperti kotak dengan area terbuka di tengah. Ada lapangan, taman dan kantin. Tapi ke mana murid lainnya? Aku tidak melihat satupun yang berseragam sama denganku. Apa sudah masuk ya? Wah, jangan-jangan aku terlambat.

Aku mengiringi tante ke ruang yang memiliki papan bertuliskan 'ruang guru'. Pintunya dibuka, menampakkan seorang pak guru yang duduk memandangi meja penuh kertas seorang diri di sana.

Ia pun menyadari kedatangan kami. "Oh, Leis. Jadi, ini keponakanmu. Adrea, ya?"

Kuiyakan dengan sopan seraya menunduk. Sepertinya mereka saling kenal.

"Kenalin, Adrea, ini Pak Kloesmono."

"Nah, Adrea, sekarang langsung aja ya ikut bapak ke kelasmu. Soalnya kelas memang sudah di mulai sejak seminggu yang lalu." Beliau pun beranjak dan aku mengikutinya sedang tante masih berada di ruangan untuk menyelesaikan pemberkasan.

Tuhkan benar, aku terlambat.

Kami berjalan di depan beberapa ruangan. Entah ruangan apa. Melalui jendela, isinya masih kosong. Lalu terdengar suara ketok palu dan gergaji kayu. Ternyata, di jalur kami melintas,  ada beberapa para pekerja bangunan yang menjalankan tugas mereka, berkerumun pada gedung yang di kelilingi kayu-kayu penyokong.

"Pak Kloesmono." Kumeminta perhatiannya. Ada yang ingin kutanyakan.

"Ya?" Ia menoleh sambil berjalan.

"Apa ada yang siswi yang bernama Li–"

Seketika ada seseorang berteriak awas. Tentu saja membuat kami terkejut. Sebelum mengetahui apa yang terjadi, terdengar bunyi ember yang jatuh ke lantai. Sialnya, isi ember itu mengenaiku.

"Astaga!" Pak Kloesmono sama terkejutnya denganku.

"Aduh, pak, maaf, adek, saya tidak sengaja." Seorang pekerja mendatangi kami.

Aku tersiram. Seragamku basah. Sepertinya ini air biasa.

"Adrea, kamu tidak apa-apa?" tanya Pak Kloesmono gelisah sambil memegangiku.

"Iya, pak. Saya tidak apa-apa, ini cuman air," jawabku tenang. Ya, aku tidak khawatir karena aku bisa melakukan ini.

Aku mengonsentrasikan energi biru Vis Aqua di tanganku yang lalu kurapalkan pada badanku. Kini air yang membasahiku berada di dalam kendaliku, lantas saja aku menarik air ini, memisahkannya, sehingga aku kembali kering seperti sebelumnya. Air itupun ku arahkan kembali ke dalam ember yang dipegang si pekerja.

Beruntungnya begitu. Setelah bapak pekerja tersebut meminta maaf dengan sangat, kejadian barusan pun dianggap seperti angin lewat. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Yah, sebenarnya sih ada sesuatu yang hilang dari kejadian tadi.

Bedakku. Oh, ya, tak mengapalah.

...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro