Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Devil Beside You | 5.3

Naeun memandang Daniel yang sedang latihan basket sambil merekahkan senyum lebar di wajahnya. Gadis itu bahkan terus memasang wajah bahagia, membuat sosok Bomi yang memang sejak tadi menemani disana mengerutkan dahi melihat tingkah sang sahabat.

"Terjadi hal baik ya?" Tanya Bomi, membuat Naeun seketika menoleh pada sang sahabat.

"Kau terlihat sangat bahagia hari ini, apa ada sesuatu yang baik?" Jelas Bomi manakala melihat raut wajah heran yang ditunjukan oleh Naeun.

Wajah Naeun nampak memerah, bahkan senyum kian merekah indah di paras cantik gadis bermarga Son itu. Hal itu jelas membuat Bomi semakin yakin dengan asumsinya sendiri. Bahkan dia sudah menduga apa yang menyebabkan seorang Son Naeun bisa begitu bahagia saat ini.

"Kau tahu...melihatmu bahagia seperti sekarang, aku jadi merasa kasihan pada Jaehwan" Tukas Bomi membuat senyum segera memudar di wajah Naeun.

"Apa...kau tak merasa bersalah padanya?" Tanya Bomi lagi

Naeun hanya bisa diam kini bersama tatapannya yang mengarah pada sosok Jaehwan. Pria yang sempat mencuri hatinya itu terlihat sedang mendiskusikan sesuatu bersama Daniel di pinggir lapangan.

"Aku mengatakan ini bukan karena ingin membuatmu merasa buruk, tapi...aku hanya ingin tahu. Apa kau pernah merasa bersalah, sudah menyakiti pria baik seperti Jaehwan?" Bomi berujar untuk memperjelas maksud pertanyaannya pada Naeun.

"Aku pernah merasakannya" Jawab Naeun dengan suara lemah "Tapi...aku tak bisa melakukan apapun dengan itu" Tambah Naeun sembari menatap kearah Bomi.

"Aku merasa bahagia bersama Daniel, meski aku juga merasa bersalah dengan sikapku pada Jaehwan"

Kali ini, gantian Bomi yang terdiam karena ucapan yang Naeun lontarkan. Ada sebersit rasa bersalah dihatinya kini, karena sudah membuat Naeun murung seperti sekarang.

"Bomi-ya, apa kau tahu kalau Eunji mengajak Jaehwan berkencan?" Tiba2 Naeun bertanya pada Bomi.

"Huh?" Bomi yang kaget hanya bisa merespon dengan satu kata tersebut.

"Jaehwan bilang, Eunji mengajaknya berkencan. Apa kau tahu tentang itu?"

"Tidak, aku tak tahu tentang itu"

Naeun sempat ragu dengan jawaban yang Bomi berikan, namun melihat wajah kaget yang ditunjukan gadis Yoon itu, Naeun hanya bisa menghela nafas pelan kini.

"Menurutmu, apa Eunji menyukai Jaehwan?" Tanya Naeun beberapa saat kemudian.

Bomi berpikir sesaat "Aku...tak pernah berpikir Eunji menyukai Jaehwan. Maksudku...kau lihat sendiri bagaimana sikap Eunji selama ini. Dia bahkan mendukungmu dan Jaehwan, lalu apa masuk akal...jika dia menyukai Jaehwan?"

"Tapi...kita sama2 tahu bagaimana Eunji bukan?"

"Dia pintar menutupi perasaannya pada siapapun. Bahkan...appanya saja tak benar2 tahu, kapan Eunji sedih, karena dia benar2 pintar menyembunyikan itu"

Naeun dan Bomi sama2 diam kini, keduanya kembali memutar ingatan mereka disaat Eunji kehilangan sang ibu. Tak ada air mata yang mengalir di pipi Eunji saat itu, membuat semua orang yakin kalau sahabat baik mereka adalah seorang gadis yang sangat tegar. Sebenarnya tidak hanya orang2 itu, Naeun dan Bomi juga merasakan hal yang sama. Keduanya bahkan terus menerus memuji Eunji yang tak menangis, padahal sang ayah yang terkenal sangat kuat dan tegas saja meraung2 meratapi kepergian sang ibu.

Mungkin Bomi dan Naeun akan terus berpikir, kalau Eunji itu benar2 sosok yang tegar. Jika saja mereka tak melihat kebenaran dengan mata dan kepala mereka sendiri. Dua sahabat itu terenyuh melihat bagaimana Eunji menangis dalam senyap seorang diri.

Dia –Jung Eunji- meredap suaranya dengan kedua tangannya sambil bersembunyi di ruang latihan kendo milik sang ayah. Dari saat itulah Naeun dan Bomi mulai sadar, kalau ternyata Eunji bukanlah orang yang mudah memperlihatkan kesedihannya di depan orang lain. Gadis itu lebih suka menangis seorang diri untuk meluapkan semua sedihnya, daripada harus meminta pelukan orang lain.

"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Bomi pada Naeun "Haruskah kita bertanya pada Eunji mengenai ini?" Tambahnya lagi.

"Kau pikir dia akan berbicara jujur?" Bukan menjawab pertanyaan dari Bomi, Naeun justru balas bertanya pada sang sahabat.

Helaan nafas dari Bomi menjawab pertanyaan dari Naeun, menandakan kalau bertanya pada Eunji mengenai perasaannya pada Jaehwan adalah sesuatu yang sia2.

"Lalu kita harus bagaimana?" Tanya Bomi syarat rasa putus asa.

"Aku...."

"Naeun!" Suara Jaehwan memenggal jawaban Naeun.

Secara spontan Naeun bangkit dari duduknya, sambil menatap Jaehwan yang sudah berdiri di dekatnya dan Bomi.

"Ne, ada apa?" Tanya gadis Son itu, sedikit kikuk.

Merasa sedikit heran dengan reaksi Naeun yang dirasanya aneh, Jaehwan sempat terdiam sesaat memandangi wajah Naeun. Senyum kikuk pun didapati kapten tim basket tersebut, manakala dia menatap wajah sang mantan kekasihnya itu.

"Bisa membelikan kami minuman?" Tanya Jaehwan berusaha untuk tidak terlalu penasaran dengan reaksi Naeun padanya.

"Oh, tentu...tentu saja bisa" Jawab Naeun sebisa mungkin terlihat normal, meski hal itu sebenarnya sia2.

"Kalian mau minuman apa?" Tanya Naeun lagi.

Jaehwan tak menjawab, dia hanya menyerahkan secarik kertas pada Naeun seperti yang pernah ia lakukan beberapa waktu lalu.

"Kang Daniel" Naeun mengerutu pelan melihat begitu banyak pesanan yang ditulis Daniel di kertas yang Jaehwan berikan.

Bahkan kekasih Son Naeun itu memintanya membelikan satu porsi esspreso dari cafe yang berada sedikit jauh dari kampus mereka.

"Kau bisa menolak jika kau merasa keberatan dengan permintaan Daniel" Jaehwan memberi saran pada Naeun.

"Tidak...aku akan melakukannya" Tolak Naeun seraya memasukan kertas yang Jaehwan berikan ke dalam saku celananya.

"Aku pergi" Pamit Naeun kemudian.

"Sendiri?" Bomi menatap tak percaya pada Naeun.

"Hmmm" Naeun mengangguk pasti kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Bomi juga Jaehwan disana.

*

"Kau yakin bisa melakukannya?" Tanya Namjoo pada Jisung yang saat ini tengah memegang tongkat baseball di tangannya.

Anggukan yakin Jisung membalas pertanyaan dari Namjoo, membuat gadis pemilik lesung pipi itu tersenyum senang karenanya.

"Kau tak boleh mundur ya" Tukas Namjoo sembari mengusap pelan pipi Jisung "Kau harus benar2 menyingkirkan duri yang menyakiti hatiku saat ini" Tambah gadis Kim itu lagi.

"Pasti...aku pasti akan melakukannya" Jawab Jisung.

"Baiklah, kau bisa pergi sekarang" Perintah Namjoo

Jisung mengangguk pelan, kemudian melangkah pelan meninggalkan sosok Namjoo yang justru membawa tubuhnya untuk menghampiri Daniel. Dengan tenang, gadis itu pun duduk di samping pemuda idamannya, seolah ia tak sedang merencanakan apapun.

Sosok Jisung pun sebenarnya sempat berbalik, menatap Namjoo yang tengah berbincang akrab dengan teman2nya yang lain. Hatinya merasa sakit melihat itu, terlebih ketika melihat bagaimana jemari Namjoo mencoba mengusap peluh di pelipis Daniel.

"Jisung-a, kau mau kemana?" Suara Woojin sedikit menyentak Jisung.

Menoleh pada Woojin yang sepertinya baru kembali dari kamar mandi, Jisung hanya menggeleng pelan pada temannya itu.

"Kau...mau kemana membawa benda ini?" Lagi Woojin bertanya sambil menunjuk tongkat baseball yang Jisung pegang.

"Aku hanya mau menyimpannya"

Tak merasa curiga, Woojinpun hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Kalau begitu jangan lama2 ya, sebentar lagi latihan kita akan kembali dimulai"

"Arasso"

Woojin memukul bahu Jisung pelan, kemudian berlari menghampiri teman2nya yang masih berbincang hangat di pinggir lapangan.

"Ya! kenapa ke toilet saja lama sekali?" Protes Daehwi sambil memukul lengan Woojin keras.

"Banyak yang kumasukan ke dalam sini, tentu saja perlu waktu untuk mengeluarkannya kembali" Balas Woojin sembari menunjuk2 perutnya sendiri.

"Hey! Jangan bahas hal2 menjijikan seperti itu! Aku sedang makan" Sungwoon yang tengah mengunyah roti, melayangkan protesnya pada Woojin.

Semua tergelak karenanya, tak terkecuali sosok Namjoo. Perasaan gadis itu mulai membaik kini, karena memang berkumpul bersama teman2nya selalu berhasil membuat Namjoo merasa bahagia.

"Jisung mana? Apa kau melihatnya?" Senyum yang sempat merekah di wajah Namjoo berlahan memudar karena pertanyaan yang Daehwi lontarkan.

"Mungkin dia ke loker" Jawab Woojin

"Mau apa dia ke loker?" Kali ini Sungwoon yang bertanya padanya.

"Menyimpan tongkat baseballnya"

Mendengar itu Daniel yang awalnya berniat mengirim pesan pada Naeun langsung terdiam. Sebuah kerutan samar bahkan sudah menghiasi kening pemuda Kang itu kini.

"Tongkat baseball?" Ulang Daniel memastikan kalau dia tidak salah dengar.

"Ne" Woojin mengangguk.

"Tongkat baseball berwarna biru?" Tanyanya lagi.

"Ya, dengan tulisan Wanna One sebagai hiasannya" Tegas Woojin bahkan tanpa ditanya.

Arah pandangan Daniel langsung tertuju pada Namjoo, yang kini berpura2 memainkan ponsel pintar miliknya.

"Daniel, kau kenapa?" Sungwoon yang menangkap perubahan wajah Daniel bertanya pada sang pimpinan geng.

"Kim Namjoo, apa yang kau perintahkan pada Jisung?" Mengabaikan pertanyaan dari Sungwoon, Daniel melemparkan frasa tanyanya pada Namjoo

"Apa maksudmu bertanya begitu?" Balas Namjoo berpura2 tak paham.

Daniel mendekatkan tubuhnya pada Namjoo, kemudian mencengkram erat lengan kurus gadis Kim tersebut.

"Apa yang kau perintahkan pada Jisung?" Ulang Daniel dengan wajah emosi.

"Daniel sakiiiiit" Keluh Namjoo karena cengkraman tangan Daniel membuat lengannya terasa sakit

"Daniel"

Woojin coba melepaskan tangan Daniel dari lengan Namjoo, namun hal itu tidak berhasil ia lakukan. Daniel bahkan tak bergeming dan semakin mencengkram lengan Namjoo, hingga membuat gadis itu nyaris menangis.

"Haruskah aku mengulang pertanyaanku?" Tatapan mengancam Daniel arahkan pada Namjoo.

"Aku memintanya menyingkirkan duri yang membuat hatiku sakit" Mulai takut dengan sikap yang Daniel tunjukan, Namjoo pun akhirnya memilih untuk jujur.

Mendengar ucapan Namjoo, Daniel segera bangkit setelah lebih dulu menghempas lengan Namjoo dengan kasar.

"Kau akan menyesal, jika Jisung berhasil melakukan apa yang kau perintahkan padanya" Daniel berlalu setelah mengucapkan kalimat itu pada Namjoo.

Semua sahabat Daniel pun hanya bisa menatap bingung pada sosok Daniel yang sudah pergi bahkan tanpa mengatakan apapun pada mereka.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Daehwi yang merasa paling penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.

Namjoo tak menjawab, ia hanya diam sambil mengusap lengannya yang masih terasa sakit.

"Namjoo-ya, apa kau melakukan hal bodoh lagi?" Tanya Woojin pada Namjoo.

"Ya" aku Namjoo menahan isak.

"Kali ini apa?" Tanya Sungwoon.

"Aku hanya meminta Jisung untuk menyingkirkan Naeun dari sisi Daniel" satu tetes air mata Namjoo lolos begitu saja dari iris indahnya.

"Kau sudah gila" Setengah berbisik, Sungwoon berujar sambil bangkit dari duduknya.

Pria itu langsung berlari menyusul sosok Daniel, begitu juga dengan Daehwi dan juga Woojin.

"Dasar gadis tengik sialan!" Umpat Namjoo melihat bagaimana teman2nya pergi meninggalkannya begitu saja.

*

Naeun berjalan sambil menggerutu dengan membawa barang2 pesanan Daniel di tangannya. Berkali2 ia jadi pusat perhatian beberapa mahasiswa yang lewat karena sikapnya, namun Naeun tak mau ambil pusing soal itu.

TANG

Suara benda terbentur membuat langkah Naeun terhenti, tepat di dekat tangga menuju lapangan basket kampusnya. Sosok Jisung ada disana, memandang Naeun dengan aura yang begitu mengintimidasi.

"Jisung-a, sedang apa kau disana?" Tanya Naeun pada Jisung.

Tak menjawab pertanyaan dari Naeun, Jisung melangkah mendekati. Seketika seperti ada alarm tanda bahaya yang Naeun rasakan. Terlebih saat melihat sorot mata berbeda yang Jisung tunjukan padanya. Ini bukan Jisung yang ia lihat biasa, pria itu benar2 berubah menjadi sosok lain hari ini.

"Jisung-a....kau mau apa?" Naeun mundur untuk menghindari kemungkinan terburuk yang bisa jadi ia dapatkan.

JISung masih tak menjawab membuat Naeun semakin dihinggapi perasaan takut.

"Daniel aku takut, Daniel tolong aku" Jerit Naeun dalam hati.

Wajah cantiknya semakin terlihat pucat seiring tubuh Jisung yang kian mendekat padanya.

"Jisung-a...jangan membuatku takut, kumohon" Suara Naeun mulai bergetar karena menahan tangis kini.

Namun bukannya iba, Jisung bahkan sudah mengayunkan tongkat baseballnya kearah Naeun.

BUKK

Naeun berhasil menghindar, dengan cara melempar bungkusan yang ia pegang kearah Jisung. Tak mau menyia2kan kesempatan untuk lepas dari Jisung, Naeun pun segera berlari secepat yang ia mampu.

"Daniel tolong aku, Daniel....tolong aku" Seperti mantra, Naeun merapalkan kalimat itu sambil terus berlari.

Langkah kaki Naeun terus membawa tubuhnya menjauhi sosok Jisung, menaiki satu per satu anak tangga hingga dirinya tiba di atap kampus. Tak ada jalan untuk lari lagi dan Naeun pun sudah kehilangan tenaganya untuk berusaha kabur.

"Jisung-a...ada apa denganmu? Kenapa kau tiba2 mengejarku seperti ini?" Tanya Naeun yang sama sekali tak mendapat balasan dari Jisung.

Pria itu tetap diam seolah tak mendengar pertanyaan Naeun.

"Apa Daniel memintamu mengerjaiku? Dia pasti menyuruhmu menakut2i ku bukan?" Mencoba berpikir positif Naeun berujar sambil mengurai tawa canggung.

"Jika memang dia memintamu menakutiku...kau sudah berhasil Jisung-a" Satu tetes air mata Naeun mengalir membasahi pipinya "Aku benar2 takut sekarang, kau...benar2 membuatku takut Jisung" Tambah gadis Son itu lagi.

Jisung masih belum berujar apapun, namun penggerakan pria ini kini terhenti. Jarak antara tubuhnya dan Naeun hanya tinggal beberapa langkah lagi dan itu benar2 membuat Naeun merasa semakin ketakutan.

"Omma...sepertinya aku akan mati" Bisik Naeun dalam hati.

Tangan Jisung mengayunkan tongkat baseball miliknya dengan cepat kearah Naeun. Tak mampu lagi menghindar, Naeun pun hanya bisa menutup kepalanya dengan kedua tangan sambil menunduk dalam.

To Be Continue....

Holla, kak Porumtal balik lagi....😁
Besok mau puasa, jadi kakak Porumtal mau minta maaf sama reader sekalian....😊 terlebih buat yang kesel sama updatean buku ini yang munculnya gak menentu...🤭
Mianhae ya readernim semua /bow/

Okeh, kak Porumtal mau pamit lagi ya....😁 makasih buat yang masuh setia menyimpan karya ini di perpustakaan pribadinya. Sampai ketemu lain waktu, bye2...👋

Langsa, 23 April 2020
08:09
Porumtal

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro