Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 9 | Random Walk

"Hallo, Ian. Bisakah kamu ke apartemenku sekarang? Aku membutuhkan bantuanmu, ke sini ya Ian, please...."

Belum sempat Ian membalas ucapan El, wanita itu sudah lebih dulu mematikan panggilannya.

Dia sangat menyebalkan, bukan? Tidak bisakah dia mendengarkan pendapat orang lain dulu? Setelah memerintah seperti itu, sambungan langsung dimatikan, apa-apaan tadi itu. Ish. Keluh Ian sembari memaki ponselnya.

Hari ini adalah hari besar bagi CR Group. Seluruh pegawai diberikan libur hanya untuk hari ini. Setiap kali ada perayaan, seluruh pegawai di CR Group akan dipulangkan lebih awal, supaya mereka dapat bersiap-siap sebelum ke pesta. Seluruh karyawan memiliki hak yang sama untuk bahagia dalam pesta perusahaan, itung-itung sebagai hadiah setelah lelah berkutat dengan pekerjaan mereka maisng-masing, tanpa terkecuali.

Memakai mobil bukan hal praktis di saat dikejar waktu seperti ini. Akhirnya Ian memilih ke apartemen El menggunakan motor yang disediakan David sebagai kendaraan menuju kantor. Terlepas dari mobil mewah di apartemennya, David mewawas diri kepada adik sematawayangnya itu agar tidak sampai mencolok mengingat posisinya di kantor hanya sebagai seorang OB.

Ian sudah berada di dalam apartemen El. Hari ini, apartemen El terlihat berantakan, terutama kamarnya. El terlihat bingung sambil menatap lama pada baju-baju yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

"Ada apa dengan semua baju-baju itu, Nona? Apa Nona El memintaku ke sini untuk membereskannya, atau bagaimana?" Mata Ian menjelajah setiap baju yang terlihat berserakan di dalam kamar El.

"Oh, Ya Tuhan, Ian! Tidak bisakah kamu tidak mengejutkanku?" El mengelus dadanya sambil lalu, dia terkejut bukan main dengan kehadiran Ian yang secara tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

Semenjak Ian menggantikan posisi Kevin, menjadi temannya, El memercayakan sandi apartemennya kepada Ian. Sebagai bentuk berjaga-jaga kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Ian sudah tahu sandi apartemennya, sehingga dia akan mudah menolong El. Wanita itu hanya takut kalau sampai dia tidak sadarkan diri karena anemia. Untungnya ada Kevin yang datang untuk berkunjung, dan mengetahui keadaan El, sehingga wanita itu segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.

"Maaf, Nona, aku tidak bermaksud seperti itu."

"Tidak apa Ian. Oh iya, menurutmu baju mana yang harus aku pakai untuk ke pseta?" El menunjukkan beberapa gaun cantik, masing-masing berwarna merah, hitam, putih dan biru tua. Ian memerhatikan satu-persatu gaun itu, ia melihat gaun itu dan El secara bergantian.

"Aku lebih suka yang seksi, jadi aku memilih ini," kata Ian menunjuk gaun berwarna merah. Gaun itu adalah gaun pemberian Tamar. Sayang sekali, pilihan Ian jatuh pada gaun itu.

El melihat sekali lagi gaun berwarna putih, biru tua dan hitam miliknya dengan tatapan sedih. "Memangnya kenapa dengan gaun-gaun ini, Ian? Bukankah mereka juga terlihat bagus?" tanya El .

Pertanyaan El itu sebenarnya sudah tidak perlu Ian jawab, pria itu baru saja mengatakan bahwa ia menyukai yang seksi. Sedangkan gaun-gaun yang El tunjukkan sama sekali tidak seksi, berlengan panjang dan sangat monoton untuk di lihat.

"Menurutku kamu akan terlihat sangat cantik dengan gaun ini." Sekali lagi Ian menunjuk gaun berwarna merah dengan mantap. Tidak ingin mendengar El mengajukan pertanyaan tambahan seputar gaun-gaun yang tidak ia lirik, akhirnya Ian mengangkut semua gaun yang tidak menarik menurutnya itu dan memasukannya ke dalam lemari pakaian milik El.

"Baiklah, akau akan pakai yang ini kalau begitu," ucap El.

"Bisa tolong tunggu aku di ruang tamu Ian? Aku akan segera mengganti pakaianku."

"Tidak masalah, Nona El." Ian berjalan melewati El menuju ruangan yang berada di sebelah kamar wanita itu.

El baru saja mengganti pakaiannya, dan benar saja apa yang dikatakan Ian, El terlihat cantik meski tanpa make-up, El tetap terlihat cantik natural. Ditambah lagi dengan gaun merah itu, dia terlihat lebih cantik dan anggun. El berjalan canggung, merasa ada yang salah dengan penampilannya. "Bagaimana menurutmu, Ian?" tanya El ragu, dia tidak percaya diri apalagi mendapati Ian dengan mulut menganga saat melihatnya.

"Aku pasti terlihat sangat aneh kan dengan gaun ini?" tanya El sekali lagi.

Ian masih tidak bersuara, itu membuat El merasa yakin kalau dia telah salah kostum. El memutuskan untuk kembali ke kamar, dan segera mengganti bajunya. Tapi, tangan Ian menghentikan langkahnya.

"Kamu sangat mempesona, Nona El." Satu kalimat dari Ian, dan itu sukses membuat wajah El bersemu merah muda.

"Terima kasih, Ian."

El memerhatikan Ian dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Kamu tahu Ian, aku baru saja membelikanmu pakaian yang tidak mahal, tapi kurasa pakaian itu cukup rapih untuk kamu kenakan di pesta. Aku harap, kamu mau mengenakannya, Ian." El berkata panjang lebar.

El kembali ke kamar, mengambil bingkisan berisi sebuah setelan jas hitam sederhana, tidak bermerek tetapi setidaknya lebih layak jika dibandingkan dengan kemeja berbahan flanel yang dikenakan Ian dengan baju kaos berwarna putih yang ia kenakan di balik kemejanya saat ini. Segera dia menyerahkan sebuah bingkisan itu kepada Ian. "Pakailah, Ian," ucap El dengan sebuah garis lengkung leter U yang menghias wajah cantiknya.

Ian menerima bingkisan pemberian El, dia lalu mengeluarkan setelan jas berwarna hitam senada dengan sepatu hitam yang ada di kotak satunya lagi. "Aku hanya seorang OB, Nona. Aku tidak pantas menerima semua ini, apalagi kalau aku memakainya."

"Tunggu, jangan bicara begitu, Ian! Kamu itu lebih dari sekedar OB, kamu tahu kan? Kamu itu asistenku, dan bukan hanya itu Ian ... kamu juga temanku. Jadi, aku hanya ingin melihat temanku terlihat lebih tampan, lebih rapi dari biasanya," ungkap El. Dia lalu mendekatkan diri ke arah Ian, menggenggam tangan yang lebih besar dari tangannya yang lentik.

"Please, Ian ... Aku memaksa."

Helaan napas meluncur pelan dari mulut Ian saat melihat kedua manik cantik El penuh binar.

"Baiklah Nona El, kalau Nona memaksa, maka aku tidak dapat berbuat apa-apa," ujar Ian. Aku tidak akan menang melawan wanita ini, batin Ian.

El tersenyum.

"Aku izin meminjam kamar Nona untuk ganti baju?"

"Tentu saja Ian, silakan."

Selang tidak lama, akhirnya Ian keluar dari kamar El, dia sudah mengenakan kemeja putih dan jas yang terlihat begitu pas di tubuhnya, juga serasi dengan tubuh jangkung pria itu. Untung saja ukurannya pas, El bersyukur dalam hati seraya mengagumi penampilan rupawan Ian. El menghampiri pria tampan di depannya. "Menunduklah Ian." El berucap.

Tanpa diminta dua kali Ian menunduk, kemudian El semakin merapat padanya, wanita itu membuat jarak menipis dengan Ian. El melepaskan kacamata kuno yang Ian kenakan, lalu ia menata rambut pria di hadapannya itu dengan jemari tangannya. Perlakuan sederhana, dan itu sudah membuat tampilan Ian sangat berubah, dia terlihat sangat-sangat tampan. Rambut gondrong pria itu terlihat tertata ke belakang oleh El, rapi dan tampan.

"Kau sempurna, sangat tampan," puji El tulus.

"Terima kasih, Nona El. Aku tahu, kalau aku memang tampan."

El tertawa, tapi segera menghentikan tawanya saat alarm dari ponselnya berbunyi nyaring. Itu tandanya di asudah harus pergi dari apartemennya menuju kantor. El teringat dengan ucapannya saat di kantor bersama dengan Evan dan juga Laury. Sambil menyemprotkan parfum ke lingkar tangannya, kemudian menempelkan pada lehernya, El berkata, "Ian, aku minta tolong padamu, saat di pesta nanti, tolong temanilah Laury."

Mendengar permintaan aneh dari El, terutama saat El membawa-bawa nama dua orang yang sangat Ian tidak suka, buru-buru Ian berkata, "Mohon maaf, Nona, aku menolak."

"Memangnya kenapa, Ian?"

"Bukankah Nona Laury akan di pesta bersama dengan Evan?"

El tersenyum. "Tentu saja mereka pasti datang, apalagi acara kantor. Tapi begini Ian, aku baru saja berpacaran dengan Evan. Jadi, besar kemungkinan kami tidak akan bersama dengan Laury di pesta. Aku tidak ingin Laury merasa kesepian saat di pesta, untuk itu aku memintamu menemaninya. Please ...."

Ian mendengkus. Sekali lagi Ian tidak dapat menolak wanita itu. "Baiklah, Nona El." Akhirnya hanya kata baiklah yang bisa Ian ucapkan lagi dan lagi untuk wanita satu itu.

El tersenyum mendengar jawaban Ian, dia lalu memeriksa pesan pada ponselnya, ada pesan mausk dan itu dari Evan.

Evan: [Maaf ya, Sayang, aku sungguh lupa menjemputmu. Aku sudah di pesta bersama Laury.]

Anda: [Tidak apa, Sayang, aku akan pergi bersama Ian.]

"Ian, kamu tidak keberatan kan kalau pergi bersamaku, membawa mobilku?" tanya El, sementara Ian hanya mengiakan dengan anggukan.

"Jadi kita ke kantor sekarang, Nona?" tanya Ian sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Bukan kantor Ian ... acara kantir tapi diadakan di kediaman Rivalles, rumah CEO CR Group. Kamu pasti akan terkejut saat ke sana, rumah mereka sangat indah seperti kastil negeri dongeng!" El melingkarkan tangannya kepada lengan Ian, berdua mereka menuju tempat parkir.

Anda: [Sampai jumpa di pesta, Sayang.]

Tidak ada balasan dari Evan. El tidak ambil pusing, segera dia duduk di jok penumpang tepat di samping jok Ian yang sudah siap mengendarai mobilnya. El memasukan kembali ponsel miliknya dan segera meminta Ian untuk menuju rumah kediaman Rivalles, di rumah itulah, pesta itu diadakan.

***

Pesta berlangsung sangat meriah, El juga sudah bertemu dengan Nyonya Crowns, dan berbincang banyak dengannya. Setelah El menjamu Nyonya Crowns, El kemudian diizinkan untuk berkeliling, dan menikmati pesta oleh David, ia memutuskan untuk mencari Evan, dan Laury. Sedari tadi, dia belum juga menemukan batang hidung dari sahabat, dan juga kekasihnya itu.

Rumah keluarga Rivalles sangat besar, luas, megah dan indah. Sejak kedatangannya ke pesta, El tidak dapat menghubungi Evan maupun Laury. kakinya pun sudah lelah mencari keduanya.

"Bagian mana lagi dari rumah ini yang belum kita jelajahi, Ian?"

"Nona El masih ingin mencari mereka? Tidakkah Nona lelah?"

"Lelah, Ian. Tapi ... aku tidak dapat menikmati pesta ini, tidak tanpa kekasih, dan sahabatku."

"Kalau kamu masih ingin mencari, aku akan menemanimu, Nona."

"Terima kasih, Ian. Ayo, kita cari lagi!" El masih mengobarkan semangat mencari Evan dan laury.

El, dan Ian menyusuri tangga, menuju ke sebuah balkon. Tapi, siapa yang mau ke tempat sepi seperti itu. Lagipula pestanya ada di bawah, dan di taman, hanya saja tidak ada salahnya kan jika memeriksa sekalian mencari keberadaan mereka.

El menghentikan langkah kakinya saat melihat dua orang berlainan jenis sedang bercumbu mesra. Ya Tuhan! Untuk apa aku datang ke tempat ini, aku benar-benar harus segera pergi dari sini. El membatin.

"Yes, Evan, Sayang!" Suara itu begitu lantang terdengar di telinga El.

Seketika El mematung, tubuhnya tidak dapat digerakkan, ada berapa nama Evan di perusahaan CR Group? Mata El melotot, ketika dengan jelas melihat wajah wanita yang tengah meraih kenikmatan itu adalah Laury.

"Seperti biasa kamu selalu dapat membuatku puas, Laury, Sayang," ucap si pria, yang jelas suaranya adalah suara Evan. Evan, pria yang sama dengan kekasihnya. Wanita itu adalah Laury, wanita yang sama, yang selama ini menjadi sahabatnya.

El perlahan berjalan mundur, ia bahkan tidak sadar telah menyenggol vas bunga, dan membuatnya pecah. Suara pecahnya tidak sebanding dengan suara musik yang menggema di seluruh penjuru rumah Rivalles. Tetapi, suara pecahnya vas bunga itu mampu membuat dua orang yang sedang berbuat tidak senonoh itu menengok ke arah sumber suara. Baik kedua orang itu, dan juga El sama-sama terkejut bukan main. Pria itu panik, dia segera mengenakan celananya dengan terburu-buru. Sedangkan si wanita, dia hanya diam, dia nampak tidak peduli atas keterkejutan El.

Ian segera menjauhkan El dari balkon. El yang pikirannya sedang kacau tidak berdaya, mengikuti Ian yang menarik tangannya, dan meninggalkan dua orang itu di balkon.

Ian menghentikan langkahnya setelah sudah berjalan cukup jauh. "Nona ingin aku antar kemana?" tanya Ian.

"Kemana saja Ian, yang penting tidak di sini, dan tidak di apartemnku. Karena mungkin saja si berengsek itu ke sana, mungkin."

"Baik, Nona. Jika anda tidak keberatan, kita ke tempatku."

"Tidak masalah Ian."

Ian kembali menggandeng tangan El, tidak lama mereka tiba di parkiran. Segera Ian menancap gas meninggalkan rumah kediaman keluarga Rivalles. Dalam perjalanan menuju tempat Ian, El melihat banyak sekali panggilan tak terjawab serta pesan dari orang yang sama—yang baru saja menyatakan cintanya, memintanya untuk menjadi kekasihnya, dan orang yang sama—yang baru saja mematahkan hatinya dan orang yang sama—yang El pergoki sedang bercinta dengan sahabatnya. El segera mematikan ponselnya. Air matanya tidak berhenti mengalir.

Wanita itu begitu sedih karena dikhianati. Rasanya sakit. Satu rasa yang tidak akan dijumpai saat kehilangan orang yang kamu cintai karena sebuah kecelakaan. Sebab, hal itu berhubungan dengan kematian. Kamu tidak akan mampu membenci Tuhan karena kematian, mengingat kematian pasti akan menjumpai semua orang. Sedih. Namun, sedih ditinggal mati dengan sedih karena sebuah penghianatan, itu jauh berbeda rasa sakitnya.

Saat ini, El berada di sebuah apartemen yang ukurannya lebih kecil dari miliknya. Apartemen Ian. Ian memberinya secangkir cokelat panas untuk El. Ian tahu bosnya itu sangat suka cokelat, dan mungkin dengan meminum cokelat panas akan dapat membuat perasaan bosnya itu lebih baik. El menerima cangkir itu, seraya berkata, "Terima kasih, Ian."

"Tidak masalah, Nona El."

Setelah mengucapkan itu, Ian menuju kamar, dan membersihkannya untuk El. Sedangkan Ian, dia memutuskan akan tidur di lantai beralaskan selimut. Namun, sepertinya, El tidak ingin segera tidur, karena wanita itu dari tadi hanya duduk sambil memegang cangkir berisi cokelat, tapi sama sekali tidak meminumnya.

Ian hanya diam menemani bosnya itu, dia sama sekali tidak mengerti tentang wanita yang patah hati. Karena sejauh ini, dialah orang yang menyebabkan para wanita di luar sana patah hati.

El meletakkan cangkir cookelatnya. "Boleh aku meminjam kamar mandimu, Ian?"

"Silakan, Nona."

Ian buru-buru ke kamar dan mengambilkan sebuah handuk dan kaus oblong miliknya untuk ganti tamunya. Baru saja dia ingin mengetuk pintu kamar mandi, namun ia urungkan saat terdengar suara air mengalir, dan samar-samar suara isak tangis. Ian tidak ingin mengganggu El, dia memutuskan untuk membiarkan wanita itu meluapkan rasa sedihnya. Namun sayang, hal itu sudah berlangsung tiga puluh menit. Ian panik, biasanya wanita yang patah hati akan melakukan hal-hal gila, tidak masuk akal, dan cenderung nekat. Hal itu pernah dilewati oleh Ian saat salah satu teman kencannya melakukan hal tidak masuk akal hanya karena patah hati. Ian mengetuk puntu kamar mandi beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Jadi, ia memutuskan untuk membukanya secara paksa, tapi ternyata pintu kamar mandi tidak terkunci.

Ya Tuhan, wanita ini sangat ceroboh.

Ian melihat bosnya sudah basah kuyup di bawah air yang mengalir, duduk meringkuk memeluk kakinya. Ian mendekati wanita itu, Ian segera menggotongnya ke tempat tidur, wanita itu pingsan. Gaun pestanya sudah sangat basah, refleks Ian melepas gaun merah yang sudah basah itu dari tubuh El. Sekali lagi Ian melihat tubuh indah El tanpa busana, dia lalu berkata, "Maafkan aku, Nona. Aku harus melakukan ini dengan atau tanpa persetujuanmu."

Ian menyeka tubuh basah El dengan handuk, hingga kering. Ian kemudian membalut tubuh El dengan selimutnya, dan membaringkan wanita itu di tempat tidur.

Ian sudah menduganya tentang Evan dan Laury. "Aku yakin kalau si berengsek itu sudah lebih dulu menjalin hubungan dengan Laury sebelum ia menyatakan cintanya kepada El. Wanita menyedihkan," ucap Ian sambil memerhatikan El yang tertidur, mengusap pipinya lembut. Setelah itu, Ian segera ke luar kamar El mengambil ponsel miliknya yang dari tadi berdering, matanya menangkap nama David pada layar ponselnya.

"Dik, apa El sedang bersama denganmu? Situasi di rumah bisa saja kacau karena kedua tikus itu. Untung saja kamu segera memberitahuku." Terdengar suara helaan napas panjang dari seberang telepon.

Ian tahu betul yang dimakud dua tikus itu siapa. Karena Ian lah yang mengirim pesan kepada Pak Bos agar segera mengamankan dua tikus di balkon sebelum keduanya membuat heboh para tamu di pesta, atau hal itu kan langsung tercium para kolega bisnis CR Group. Setelah mendapatkan pesan dari itu David segera mengirim pasukan kemanan dari rumahnya.

"Dia bersamaku, jangan khawatir, Kak."

"Baiklah, Dik. Tolong jaga dia untukku," tambah David.

Setelah mengatakan itu sambungan terputus.

***

Sudah hari kedua wanita ini bersamaku. Kemarin, saat dia terbagun dan mendapati tubuh polosnya dibalik selimut, dia tidak marah seperti wanita normal yang akan marah. Tidak seperti saat pertama kali aku melihatnya tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya, saat lalu. Tanpa banyak bicara, tidak ada makian, dia justru mengambil baju ganti yang sudah aku siapkan untuknya di dekat meja yang berada di samping tempat tidur.

"Maaf," ucapku merasa tidak enak sendiri melihat El yang tidak seperti biasanya.

Menurutku, dia sangat aneh, aku rindu dia yang biasanya banyak bicara seperti burung yang berkicau di saat pagi. Tapi tidak kali ini.

"Aku tahu, kamu adalah pria baik, dan kamu tidak akan tertarik padaku, apalagi menyentuh tubuhku."

Belum ada satu hari, namun entah bagaimana hari ini terasa panjang. Aku mengintip langit yang mulai berubah warna dengan dominasi warna jingga. El masih saja tidak mengatakan apa-apa, hanya berbaring di ranjangku. Dia bahkan tidak minum, dan tidak makan dari kemarin.

Jangan sakit, El. Aku akan sangat kebingungan kalau kamu sakit. Ingin rasanya aku mengatakan hal itu, tapi kalimat yang keluar justru sangat jauh berbeda.

"Nona, makanlah sesuatu. Barusan saat kamu di kamar mandi, Bos David menelepon. Beliau berkata, ada tugas yang harus anda selesaikan malam ini." Aku kehabisan akal untuk membuatnya makan sesuatu, wanita yang biasanya banyak makan ini benar-benar sukses membuatku khawatir karena tidak ada hidangan yang ia sentuh saat aku suguhkan.

"Begitu?" El melirik sebentar ke arahku, dia lalu duduk di ujung tempat tidur.

Aku mengiakan dengan anggukan, aku kembali berkata, "Beliau juga berpesan padaku agar Nona El makan, jika tidak Bu Tamar akan segera ke sini, dan membawamu ke dokter."

El menggeleng. "Aku tidak sakit, Ian ... Seharusnya kamu katakan itu pada, Bos David. Dan lagi aku tidak mau merepotkan Kak Tamar. Jangan khawatir."

"Aku mengatakan itu, Nona. Tapi beliau tetap akan membawamu ke dokter, jika Nona tidak makan." Aku berharap kalimat bualanku tentang membawanya ke dokter akan berhasil.

"Apa kamu sedang mengancamku, Ian?"

"Aku sama sekali tidak mengancam, Nona. Tapi, Bos David mungkin, iya."

El mengembuskan napasnya. "Baiklah." Wanita itu akhirnya menyerah. "Makanan apa yang sudah susah payah kamu buat untukku, Ian?" tanyanya.

Aku tersenyum, aku berhasil. "Nasi goreng petai, Nona. Tapi, mungkin rasanya tidak seenak buatanmu."

Seulas senyum tipis terukir di bibir El, dia lalu berkata, "Terima kasih, Ian."

***

Ian memandang wajah El yang terlihat pucat. Pria itu begitu khawatir dengan kondisi El, ada ketakutan saat wajah pucat itu terus-terusan diam. Namun, ada kehangatan samar yang menyusup ke dalam hatinya saat wanita itu akhirnya mulai bicara dan mau makan hidangan yang ia buat. Dalam hati, Ian takut kalau El akan memuntahkan makanannya. Saat El selesai dengan suapan sendok terakhirnya, barulah Ian yakin bahwa masakannya ternyata enak.

"Terima kasih, Ian, nasi gorengmu enak," puji El.

"Kembali kasih, Nona. Biar aku saja yang menyimpan piringnya," ucap Ian meraih piring kosong dari tangan El.

"Baiklah Ian, antar aku ke kantor sekarang juga. Aku tidak ingin kena omel Bos David. Aku sudah bosan mendengarmu mengomel di sini," ujar El.

Ian tertawa, begitupun dengan El yang ikut tertawa. Akhirnya, Ian bisa melihat El tertawa lagi. Ian sudah bosan melihatnya murung karena patah hati. Ian sudah terlanjur terbiasa dengan perintah El yang seenaknya, bawelnya wanita itu, dan Ian juga sudah sangat merindukan tawanya yang terdengar begitu renyah, garis tawanya selalu berhasil membuat wajahnya semakin cantik di pandang mata.

Dia adalah wanita periang, jadi aku benci saat tiba-tiba menjadi sepi. Kata Ian dalam hati.

"Mandilah dulu, Nona El, kamu bau." Ian menutup hidungnya.

Spontan El membaui tubuhnya. Sejak kemarin, Ian meminjamkan pakaian miliknya kepada El. Ian tidak mengizinkan mengambil pakaiannya di apartemen, pria itu takut kalau El akan bertindak tidak masuk akal yang dapat membahayakan nyawanya, Ian tidak mau. Sebelumnya Ian pernah berjanji tidak akan kembali lagi ke minimarket di mana dia membeli pembalut untuk El. Tetapi kemarin, akhirnya Ian harus menarik janjinya. Dia kembali ke sana, karena minimarket itulah yang terdekat, membeli pakaian dalam wanita.

El baru saja mengganti pakaian yang dari kemarin ia kenakan, dengan gaun merah yang ia kenakan saat ke pesta ditambah dengan jaket milik Ian. Tidak ada pilihan lain. Ian menceritakan padanya, dia tidak akan bertemu dengan si berengsek Evan, dan Laury, karena mereka telah berani berbuat mesum di kediaman keluarga Rivalles. Jadi, dengan tegas David memberikannya sanksi.

Sebenarnya David sangat ingin memecat keduanya, tapi David terlalu baik. Dia bilang, "Jika mereka dipecat, maka mereka akan kehilangan pekerjaannya. Kiranya perusahaan mana yang mau menerima mereka, yang sudah mencoreng nama baik perusahaan karena perbuatan mesum?"

Jika saja posisiku setara dengan si Bos maka aku juga akan mengatakan ini kepadanya. "Kiranya perusahaan mana yang mau mempertahankan mereka yang sudah mencoreng nama baik perusahaannya?" Sayang, semua itu hanya ada dalam benak Ian.





Maaf untuk bab ini ceritanya sedikit lebih panjang, semoga kalian masih bisa menikmatinya, dan terus dukung cerita DBY ini ya guys...

terima kasih. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro