BAB 27 | Ditemukan dan Menemukan
Sepasang mata biru itu menatapku,
menghilangkan jejak kesedihan di pipiku dengan telapak tangannya yang hangat saat menyentuhku,
Sepasang mata biru itu menatapku,
menyelami relung hatiku yang dalam dan gelap,
sementara tanganku kerap menggapai mencari dan terus mencari,
pencarianku akhirnya berhenti, saat sosok pemilik sepasang mata biru itu mengobati luka di hatiku
- El -
....
"Kamu siapa? Aku baru pertama kali melihatmu, aku El."
Aku menghampiri seorang pemuda yang kutaksir umurnya sekitar enam belas tahun, dia berdiri di taman, dekat panti yang sudah tiga minggu ini menjadi rumahku. Dia melihat ke arahku, dari matanya aku melihat hamparan laut, dan langit cerah biru yang indah, aku dapat merasakan ketenangan sekaligus kesedihan di sana. Dia memalingkan pandangannya dariku. Aku mengambil posisi duduk di sampingnya.
Tempat ini indah, kau akan dimanjakan dengan semua nuansa hijau dari rerumputan yang sekelilingnya tumbuh pohon pinus, juga bunga-bunga berwarna-warni yang indah, di sini adalah satu-satunya tempat selain kamarku yang membuatku merasa nyaman tinggal di panti ini. Udaranya sejuk, juga menenangkan, karena jarang orang penghuni panti yang datang ke sini. Jadi, terkadang setiap kali aku bosan dengan keramaian pesta yang di adakan di panti, aku ke sini, atau saat aku sedang merindukan keluargaku.
Sekedar informasi, setiap pesta yang diadakan sangat bermacam jenisnya, jika penghuni panti ulang tahun maka, akan ada pesta kecil di sini, atau jika ada acara amal dari perusahaan ternama yang melibatkan panti, maka di sini juga akan diadakan pesta, atau saat peringatan hari-hari besar. Oh, dan seperti sekarang ini salah satu keluarga pemilik panti tengah berulang tahun.
Aku tidak begitu suka acara pesta, membosankan, aku tidak dapat merasakan bahagia saat tidak ada keluargaku di sini. Aku sibuk berbicara di dalam diamku. Sementara, pemuda itu menjatuhkan tubuhnya ke rerumputan, itu membuatku tertarik untuk mengikutinya, maka aku juga menjatuhkan tubuhku ke rerumputan, memejamkan mataku lalu merasakan embusan angin yang sejuk membelai kulit. Entah apa yang pemuda bermata biru itu lakukan, karena saat ini, aku tengah menikmati embusan angin, aroma bunga, juga aroma maskulin yang aku yakin berasal dari titisan Adam di sampingku, aroma itu membuatku hanyut.
"Kenapa kamu di sini?" tanyaku masih dengan mata terpejam.
Masih tidak ada jawaban darinya. Dia terlihat murung, pasti hari ini adalah hari pertamanya menjadi keluarga baru di panti. Sama sepertiku, dulu saat pertama kali di bawa ke sini, aku masih belum dapat berbaur dengan para penghuni panti yang lain. Saat aku diajak berkeliling panti, tempat inilah yang membuatku tertarik untuk tinggal berlama-lama di taman ini.
"Aku juga penghuni baru di sini, sudah tiga minggu. Tapi, aku belum menemukan teman yang cocok. Mereka semua baik, tapi entahlah. Mungkin, selera bertemanku agak aneh, karena aku suka teman yang tidak berisik membicarakan tentang lawan jenis, make-up, atau hal-hal seperti boneka, dan apalah itu, aku tidak terlalu tertarik. Sejauh ini," kataku.
Aku terus saja bicara, tidak peduli dia mendengarkan atau tidak, aku hanya mencoba.
"Ah, ngomong-ngomong, kenapa kamu ada di sini? Padahal, di dalam sana sedang ada pesta yang sangat meriah. Bahkan ada banyak makanan manis di sana, yumm!"
"Tidak bisakah kamu diam?" Dia akhirnya bersuara, suara pertama dari mulutnya yang kudengar adalah dia memintaku untuk diam. Aku terpaksa membuka kelopak mataku, dan mengarahkan pandanganku padanya.
Aku tidak tahu, bahwa dia juga sedang menatap ke arahku. Alhasil, yang terjadi adalah sekali lagi kami bertemu pandang. Entah apa yang ada di pikiranku, saat ini, aku hanya merasa telah tenggelam di dasar lautan biru mata indahnya, sampai-sampai aku berharap dia menjadi temanku, teman pertamaku di sini.
"Ah, akhirnya kamu diam." Dia bicara lagi, masih menatapku.
"Di sini cukup indah, dan tenang. Tapi, suasana tidak lagi tenang, saat kamu terlalu banyak bicara. Jadi, diamlah. Jangan banyak bicara."
Aku tersenyum ke arahnya, sebagai kata sepakat bahwa aku tidak akan banyak bicara, dan seperti yang ia katakan di sini indah, dan tenang, kau bahkan dapat menikmati suara burung berkicau dari dahan-dahan pepohonan di atas sana, dan sekali lagi dia benar.
***
Sudah hampir satu bulan El di rawat di rumah sakit, dia dinyatakan koma. Tetapi, baik El, dan juga bayinya selamat dari masa-masa kritis saat El menjalani operasi pada bagian kepalanya.
Chris kembali pada El-nya, ia kini adalah sosok pemilik perusahaan—sebuah perusahaan kecil yang berhasil ia dirikan dari hasil kerja kerasnya—terlepas dari atributnya sebagai seorang Rivalles. Tapi saat ini, apalah arti kesuksesan yang dia raih? Karena, orang yang sangat ingin ia tunjukan hasil jerih payahnya itu, kini justru tengah terbaring lemah di salah satu kamar rawat rumah sakit.
"Da da!"
Chris melihat ke arah sumber suara. Suara mungil dari tubuh mungil itu membuat penat pada tubuh Chris sedikit berkurang. Bahkan, melihat tubuh, dan wajah mungil malaikat kecil itu mampu menghilangkan satu buah kerutan di dahi, dan juga membuat senyum mengembang di wajah tampan pria itu.
"Hi, my little Angel ...." Chris menyentuh hidung mungil bayi perempuan yang tengah digendong Aretha, bayi perempuan itu tersenyum saat Chris menyentuh ujung hidungnya, dan sekali lagi balita bernama Angela itu berseru, "Da da!"
"Chris, kamu istirahatlah, biar aku yang menggantikanmu." Tamar bersama Aretha sudah dari tadi berada di ruangan rawat El. Tapi, mereka tidak tega saat melihat Chris membisu dengan mata menerawang sambil menatap El. Chris seolah hanyut dengan kenangannya bersama El. Suara baby Angela-lah yang membuat Chris merespon keberadaan mereka.
"Kamu ke kantinlah dulu bersama Aretha, akhir-akhir ini pola makanmu kacau, kamu tahu?"
"Tidak masalah, Kak. Terima kasih, aku mau di sini."
"Ah, ternyata kamu masih keras kepala ya, Chris." Aretha menatap Chris dengan tatapan ingin menguliti pria itu. "Ayolah, Chris ... aku memaksa, temani aku makan, ayo!" ajak Aretha.
"Da da!" Dan baby Angela.
Chris menyerah atas tingkah lucu baby Angela. Ada rona lega di wajah Tamar, dan Aretha saat Chris akhirnya mau dibujuk. Pria itu pasrah saat dirinya diboyong ke kantin rumah sakit bersama Aretha, dan keluarga kecilnya.
"Setelah selesai makan, kamu pulanglah Chris. Istirahatlah dulu," pinta Aretha. Wanita itu tidak tega melihat Chris yang nampak kacau, bahkan Aretha yakin pria itu pasti mengalami penurunan berat badan yang drastis.
"Aku bisa beristirahat di sini, Ar."
"Tidak, Chris. Percayalah, jika kamu tidak menuruti kata-kataku, bukan hanya El yang dirawat. Mungkin kau juga akan menjadi salah satu pasien rumah sakit di sini. Kamu mau seperti itu, hm? Jika iya, maka aku tidak akan memaksa. Tapi Chris, coba kamu pkirkan, jika kamu sakit siapa yang menggantikan Kak Tamar atau Kak David menjaga El?"
Aretha benar.
"Baiklah, Ar. Aku akan pulang ke apartemenku, tolong sampaikan pada Kak Tamar, aku akan kembali lagi nanti sore."
"Tentu saja, Chris."
***
"Chris."
"Apa? Siapa?" tanyaku, saat pemuda itu memecah keheningan. Pemuda itu beranjak dari tidurnya, lalu mengambil posisi duduk.
"Namaku, Chris," ucap pemuda itu dengan senyum mengembang.
Oh Ya Tuhan ... seketika aku merasa senyumnya itu membuat dadaku sesak, rasanya tiba-tiba saja untuk persekian detik jantungku tidak beroperasi sebagaimana mestinya, hanya karena pemuda bermata biru itu TERSENYUM!
"Aku, El. Senang berkenalan dengamu, Chris." Aku memberikan senyumanku padanya, membalas senyuman super menawan pemuda itu.
"El, kenapa kamu tidak kembali ke pesta?" Pemuda tampan itu bertanya, satu pertanyaan ringan darinya, tapi entah kenapa terasa sangat sulit untuk kujawab.
"Aku tidak tertarik, Chris."
"Kenapa?" Dia menatapku, ingin tahu.
"Karena ... karena aku masih berduka atas kematian keluargaku."
Akhirnya aku mengaku, tentang keadaanku. Aku berharap dia tidak berbalik bersimpati padaku. Karena, jika dia seperti itu, maka aku akan mengambil langkah seribu, aku tidak suka dikasihani.
Dia diam, mengalihkan pandangannya pada kupu-kupu putih kecil yang terbang di sekitar kami.
Untung saja, dia diam.
"Kenapa kamu tidak ke pesta, Chris?"
"Karena aku juga tidak tertarik, El."
"Kenapa?"
Aku tolol karena mengajukan pertanyaan yang sama padanya, aku mengutuk diriku karena telah bertanya kenapa, padanya. Aku yakin pasti jawaban yang akan keluar dari mulutnya adalah hal yang sebenarnya tidak ingin dia dengar juga, sama halnya denganku barusan.
"Karena ... karena tidak ada ayahku di sana. Tidak untuk setiap ulang tahunku, ataupun kakakku. Dia, ayah yang jahat, iya kan?"
"Ayah yang jahat? Bagaimana mungkin kamu mengatakan ayahmu jahat, Chris?" seketika aku marah mendengar kalimatnya.
"Hari ini aku berulang tahun, El. Tidakkah kamu mengucapkan selamat kepadaku?"
"Oh, benarkah?"
Dia menganggukan kepala mengiyakan, seketika aku lupa tentang ucapan kejamnya pada sang ayah. "Selamat ulang tahun, Chris. Semoga rahmat, dan berkat Tuhan senantiasa bersamamu," kataku, dengan tulus mendoakannya.
"Terima kasih, El."
"Jadi, apakah sekarang kita teman, Chris?"
"Terima kasih karena kamu datang ke sini, dan menemukanku, El. Teman." Pemuda itu menjabat uluran tangan El dengan senyum menghias wajah tampannya.
***
Chris berhenti melihat album masa remajanya, terlalu banyak El, dan semua kenangan tentang wanita itu di sana. Chris menutup album itu, melihat kembali album itu hanya menambah rasa sakit di dadanya. Wanita itu terus saja menyiksanya berkepanjangan. Menjadi satu-satunya orang yang mencintai, tidaklah buruk. Namun, menjadi satu-satunya orang yang dilupakan, adalah hal yang terburuk yang pernah Chris rasakan.
Sampai kapan kamu akan menyiksaku, El?
Chris segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Setelah selesai mandi, Chris menyeduh cokelat panas, dan meminumnya saat hangat. Lalu pria itu tertidur.
Di sisi lain, di salah satu ruang rawat rumah sakit, El masih terpejam, dia bukanlah Sleeping Beauty yang terjaga saat ia mendapatkan ciuman seorang pangeran. Dalam tidurnya, El mendapatkan kembali semua memorinya tentang Chris Rivalles, pemuda bermata biru yang telah hadir sebagai teman hidupnya di masa remaja El. Orang yang sama, yang telah ditemuinya di masa tersulit dalam hidupnya, yang mampu membuatnya lari dari labirin keputusasaan karena kehilangan.
Ingatan tentang pemuda bermata biru itu, mempengaruhi kinerja otaknya, yang juga ikut direspon oleh saraf tubuhnya. Semua memori tentang satu nama, yang tidak sengaja ia lupakan, kini berangsur-angsur memenuhi ingatannya. Bagai sebuah klise film yang diputar ulang. Dimulai dari dimana El memutuskan untuk menuju sebuah taman, dan meninggalkan sebuah pesta yang dibuat oleh keluarga Rivalles, awal pertemuan El dengan pria itu. El ingat betul semua kejadiannya, sampai pada kejadian saat ia beranjak remaja, hari ulang tahunnya, dimana kalung emerald itu bertengger indah pada leher jenjangnya.
Klise itu bahkan tidak habis sampai di situ, pemuda bermata biru itu berlari mengejarnya saat ia terlampau senang, dan tiba-tiba tubuhnya menghantam sesuatu, dan sejak itulah semuanya mulai memudar, wajah orang terakhir yang dilihatnya adalah wajah tampan pemuda bermata biru itu, pemuda itu terlihat sangat panik.
"Chris ...."
"Iya, Sayang ini aku, aku mohon bertahanlah, Sayang. Tetap bersamaku, El. Tetap bersamaku."
Suara pemuda bermata biru itu begitu lantang terdengar pada genderang telinganya, El ingat semuanya, ingat pada Chris—pemuda dari masa lalunya—cinta pertama di masa remajanya.
Seluruh ingatan itu telah kembali El dapatkan, jemari El bergerak. Pergerakan itu membuat Tamar segera memanggil dokter. Saat dokter memeriksa keadaan El, Tamar segera menghubungi David, dan Chris bergantian.
***
Chris mengemudikan mobil secepat yang ia bisa. Pria itu begitu senang, saat Tamar menghubunginya, dan mengatakan El sudah mulai sadar dari koma. Puji Tuhan, terima kasih banyak atas berkatmu, Tuhan. Tidak henti-henti Chris panjatkan rasa syukur pada Tuhan, atas kesadaran El, dan keselamatan bayi yang ada di dalam kandungannya.
Chris segera memarkirkan mobil, lalu berlari dengan segenap tenaga menuju ruang rawat El. Di depan ruang rawat El, Chris melihat dokter, Kak David, dan juga istrinya—mereka semua tengah terseyum bahagia. Itu adalah pemandangan terindah setelah hari-harinya yang suram, yang mengartikan kabar baik untuk Chris.
"Masuklah, Chris. El sudah sadar sepenuhnya, ini karunia Tuhan Yang Maha Agung."
"Terima kasih, Dokter, Anda yang terbaik."
Aku mungkin berlebihan, tapi aku sungguh merasa campur aduk, sesuatu bergemuruh dalam dadaku yang berdebar kencang. Segenap rasa suka cita bergemuruh tengah Chris rasakan.
Chris sudah masuk ke dalam ruangan tempat El tengah menantinya. Chris melihatnya masih berbaring lemah, tapi matanya sudah terbuka. Chris menghampiri wanita itu, meraih tangannya yang masih terpasang selang infus, lalu Chris mencium telapak tangan El. Wanita itu menatap Chris dengan sendu. Chris balas menatapnya, mengusap sisa air di ujung matanya.
"Sebenarnya kamu ini siapa?"
Ini adalah kali pertama setelah aku bertemu lagi dengannya dalam keadaan sadar, dan ia menanyakan siapa aku? Aku kehabisan kata-kataku, ini diluar dugaanku. Dia sadar seperti yang selalu aku harapkan, tapi apa mungkin dia kembali melupakanku? Dia memegang kalung bermata emerald yang pernah aku berikan untuknya saat terakhir kali aku pergi darinya. Chris membatin, ada rasa getir yang menyelinap masuk dalam dadanya. Segala macam pertanyaan berkecamuk di sana.
"Kamu ini sebenarnya siapa? Ian, seorang OB yang sudah membuat hari-hariku berantakan karena berhasil membuatku jatuh cinta, lalu dia meninggalkanku? Atau Chris, seorang pria berengsek yang telah membuatku hamil lalu sekali lagi meninggalkanku? Atau Chris Rivalles, seorang pria bermata biru dari keluarga Rivalles yang terhormat, yang berusaha dijodohkan denganku untuk menjadi Ayah dari calon bayiku?"
Aku melihat air matanya meleleh di kedua pipinya. Oh Ya Tuhan ... El sudah sadar, dia ingat siapa aku. Batin Chris.
"Jawab aku!"
Chris tak kuasa saat melihat air mata El terus saja mengalir. Sudah cukup baginya, membuat kedua mata itu meneteskan air mata, karena pria berengsek seperti dirinya. Tangan Chris merangkum wajah El, mencoba menghapus air mata yang membasahi pipi wanita itu, "Aku adalah mereka semua, El. Maafkan aku, maaf karena menjadi pria berengsek, maafkan aku, Sayang ... maafkan aku."
"Kamu jahat, Chris ... Aku membencimu."
Wanita itu terisak, Chris mendekap tubuh wanita itu dengan sayang dan rasa rindu yang teramat. Chris tahu, wanitanya itu membenci dirinya, sebesar dia mencintainya. "Aku mencintaimu, El," ucap Chris, sembari terus menenggelamkan tubuhnya dalam dekapan.
"Aku berjanji, aku tidak akan melepaskanmu lagi, karena berpisah denganmu, sukses membuatku berada pada sudut gila seorang Chris Rivalles. Aku sulit membayangkan bagaimana seorang Chris Rivalles dapat hidup tanpa seorang wanita sepertimu, El. Maria Claudia Chellena, menikahlah denganku."
Terima kasih banyak banyak yang sudah mampir baca, meramaikan kolom komentar, dan mendukung tulisanku lewat vote ... terima kasih banyaaaak ^^ LOVE U ALL
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro