Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 22 | Mine

Aku baru saja bangun, aku merasakan badanku sudah lebih enteng. Aku beranjak dari tempat tidur. Aku rasa akan gila jika terus seperti ini, hanya dapat membayangkan wanitaku seperti semalam.

Samar-samar aku mendengar suara-suara dari arah dapur, aku menuju lemari pakaianku, dan mengenakan celana panjangku. Aku tidak melihat pakaian yang aku kenakan semalam, mungkin Pak tua Henry sudah membawanya ke tempat kotor. Aku segera menuju dapur, aku yakin pak tua Henry sedang membuatkanku sarapan. Aku lapar.

Aku pikir semalam aku hanya berhalusinasi, tapi ternyata tidak. Aku yakin wanita yang aku lihat pagi ini, di dapurku, dia adalah wanita yang sama, yang aku rindukan. Dia memakai kemeja putihku yang nampak kebesaran di tubuhnya, rambutnya disanggul asal-asalan, ia juga memakai apron yang biasa Henry kenakan saat beraktivitas di dapur.

Aku tidak yakin dengan penglihatanku, tapi melihat kehadirannya di sini, membuat senyumku mengembang, dan sesuatu di dalam dadaku menghangat. Sesuatu dalam diriku mendorongku untuk menyentuhnya. Aku mendekatinya, memeluknya dari belakang. Dia terkejut.

"Oh Ya Tuhan, Ian ... kamu mengagetkanku!" ucapnya.

Aku melihatnya mematikan kompor, membalik tubuhnya hingga menghadapku. Kedua mata cokelatnya menatapku, tangannya menyentuh dadaku.

"Menjauhlah dari kompor," katanya, melangkah, dan membimbing langkahku menjauhi kompor, tubuhnya masih berada dalam dekapanku. Langkah kami berhenti saat tubuhku terhalang meja makan.

"Tunggulah di sini, aku akan segera membawakanmu sarapan." Setelah mengatakan itu, dia mengecup ujung bibirku singkat, lalu meninggalkanku terpaku.

Kenapa dia bisa ada di sini?

Tidak lama dia datang lagi di tangannya sudah ada sebuah nampan lengkap dengan sarapan yang di abuat barusan.

"Habiskan."

Aku benci mendengar suaranya yang penuh titah, tapi aku juga merindukan titahnya yang entah bagaimana selalu membuatku berada di dekatnya. Aku tidak peduli jika orang-orang kakakku mengetahui keberadaan El di sini, bukan aku yang membawanya, dia yang datang padaku. Jadi, aku sama sekali tidak melanggar aturannya untuk menjauhi El.

"Enak. Aku tidak tahu, Nona bisa memasak selain nasi goreng petai."

Aku melihat tawanya menggema, aku merindukan semua hal pada dirinya, termasuk tawanya. Dia menyodorkan obat, dan memintaku untuk meminumnya, sekali lagi aku tidak bisa menolak titahnya.

"Kenapa Nona El bisa ada di sini?" tanyaku setelah menenggak seluruh obat yang ia berikan padaku.

Dia baru saja menghabiskan menu sarapannya bersamaku. "Karena OB sekaligus asisten pribadiku, dan juga temanku ... pria yang sangat bodoh, dia mengirimkan pesan kepadaku, dan memberitahukan kalau dia sakit."

Ini jelas salah paham, karena aku tidak pernah memegang ponselku setelah Kak David memecatku. Seluruh properti yang aku miliki diluar gajiku sebagai pegawai CR Group, sudah disita oleh kakakku, juga ponselku. Ah, aku ingat ponselku selama ini dipegang oleh Pak tua Henry, jadi sudah pasti ini ulah Pak tua itu. Aku tidak tahu apa yang Pak tua itu kirim pada El, tapi apapun itu, terima kasih Pak tua. Aku sayang padamu. Aku begitu merasa girang, seperti orang bodoh.

Ah, tiba-tiba aku teringat kejadian semalam. "Nona, apa Nona El di sini sejak semalam?" tanyaku memancing. Dia menggangguk mengiakan.

"Nona, apa kamu tahu, saat aku sedang dalam keadaan tidak berdaya semalam, ada seorang wanita yang sangat mirip dengamu, dan dia memerkosaku."

Dia tersedak minumannya.

"Ah ... jadi wanita itu, kamu rupanya?"

Mata cokelatnya itu memandangku galak. "Aku tidak memerkosamu, IAN...!"

"Ah ... begitu ya, sayang sekali. Padahal, aku berharap kamu memerkosaku."

"Dasar kamu mesum!"

Aku tertawa, wanita itu semakin marah, dia maju ke arahku, dan memukuli dadaku. Aku menagkap kedua tangannya. "Kenapa kamu kemari, El? Jawab aku." Aku bertanya pertanyaan yang sama, sekali lagi. Kali ini, aku tidak akan bersikap formal seperti saat di kantor. Aku bukan lagi bawahannya di CR Group.

"Aku sudah mengatakan padamu tadi, aku ke sini karena OB-ku sakit."

"Hanya karena itu?"

Aku mengunci tubuhnya dalam dekapanku, dia menggigit bibir bawahnya. "Karena ... ada pria bodoh yang menghilang tanpa kabar, dan pria itu merindukanku."

"Kenapa memangnya, jika pria bodoh ini merindukanmu? Kamu tidak harus datang bukan?"

Jeda. Wajahnya seketika memerah.

"Karena aku merindukanmu."

"Kenapa merindukanku?" tanyaku lagi. Kali ini aku tidak tinggal diam, aku ingin dia mengakui perasaannya.

***

"Katakan El, katakan, kenapa kau merindukanku?"

Chris mengecup pipi El, wanita itu masih memejamkan matanya. Ian menangkap telapak tangan El yang tengah bertengger di dada telanjangnya, membawanya mendekat ke bibirnya, lalu mengecup buku-buku jemari wanita itu lembut. Wanita itu membuka kedua matanya, menatap Chris dengan pandangan berbinar.

"You're so beautiful, El."

Chris teramat memuja wanita itu, wanita itu sukses membuatnya gila, membuat tubuh atletisnya kehilangan beberapa kilogram berat badan selama tidak bertemu dengannya. Bahkan, membuat daya tahan tubuhnya memburuk dalam beberapa minggu terakhir ini. Wanita itu, telah membuatnya hanyut dalam gelombang yang bernama cinta.

Bukan hanya karena kecantikannya, bukan hanya karena wanita itu memiliki nama, dan latarbelakang cerita yang sama dengan El-nya, bukan. Bukan juga, karena tubuh wanita itu sudah membuatnya kecanduan untuk terus bercinta lagi, dan lagi. Namun, karena entah bagaimana, wanita itu telah berhasil mengembalikan seorang Chris Rivalles pada dunianya yang kembali berwarna.

Chris menangkup wajah El dengan kedua telapak tangannya, dia berkata, "I love you, El..."

El terkejut bukan main, dia berusaha untuk mencerna kalimat yang baru saja pria itu tujukan untuknya. Debaran jantung El semakin tak karuan, El mengerjapkan matanya, dan memandang pria di hadapannya dengan pandangan tidak percaya. Pria itu mendekatkan wajahnya. "Katakan, kamu juga mencintaiku, El."

El dapat merasakan embusan napas pria itu di wajahnya. Jarak yang begitu dekat membuat El merasakan sesuatu tengah bergejolak di dalam dadanya, sesuatu yang membuat El merasa tidak ingin kehilangan pria di hadapannya itu, tidak ingin berada jauh darinya.

El tidak lagi dapat membohongi dirinya, dia tahu, semua hal pada dirinya menginginkan pria itu. "I ... love you," El berucap dengan nada parau. Wanita itu berdiam untuk beberapa detik, mencoba memantapkan hatinya.

"I love you, Ian..." Akhirnya kata itu meluncur dari mulutnya, dan pada detik berikutnya El mengunci leher pria itu, lalu mendaratkan kecupan di bibir pria itu.

Persetan dengan, Ian. Chris membatin.

El melepas ciumannya saat kadar oksigen dirasa menipis, sertamerta El memeluk pria itu erat dengan dadanya yang bergemuruh hebat, semua kata rindu itu menguar dari dalam dirinya. "Jangan menghilang lagi, Ian. Jangan pernah," ucap El lalu melepas pelukannya. Pria di hadapannya mengangguk.

"Panggil aku Chris, El." Pria itu tidak suka mendengar El menyebut nama lain selain namanya Chris Rivalles, karena itulah namanya. Sedangkan Ian, Ian adalah nama samarannya selama di CR Group, sesuai dengan perintah kakaknya.

"Kamu suka nama Chris?"

"Aku suka saat kamu memanggilku Chris."

Jeda. El bingung bukan kali pertama pria itu memintanya dipanggil dengan nama, Chris.

"Mulai saat ini, saat berdua denganku, panggil aku Chris."

Rasanya nama itu sangat familiar untuk El, dia mengiakan dengan anggukan. "Chris," panggil wanita itu akhirnya.

Chris tersenyum, ia menempelkan dahinya ke dahi El, mengecup pucuk hidung wanita itu, lalu turun ke bibirnya. Mereka berciuman. Ciuman kali ini begitu dalam. Ciuman pria itu selalu membuat El seolah hilang akal.

"Bercintalah denganku, Chris," pinta El.

Mata Chris membulat, betapa Chris merindukan wanta itu, betapa Chris ingin menyentuh wanita itu, dan betapa Chris ingin membuat wanita itu terus memanggil namanya. Chris menggendong El ala bridal style ke kamarnya.

***

Chris dan El tengah duduk di taman depan rumah. El duduk dengan tubuh menopang pada tubuh Chris, sedangkan pria itu memeluk wanitanya dari belakang. Suasananya sungguh romantis, karena bukan hanya langit malam yang bertabur bintang, lampu-lampu taman berkerlip indah, menemani kedua anak Adam yang tengah dilanda asmara dalam malam yang temaram.

"Chris," panggil El.

"Hm."

"Aku ingin mengaku satu hal padamu, tapi berjanjilah kamu akan mendengarkanku sampai aku selesai menceritakannya padamu?"

El merasa Chris harus tahu mengenai pertunangannya dengan Max. El tidak ingin kehilangan Chris, berat rasanya saat jarak memisahkannya dengan pria itu. Setiap saat ia akan dilanda rindu yang teramat pada pria itu. El tidak ingin Chris menghilang, tidak lagi. Entah mengapa, El merasa jika pria itu menghilang lagi tanpa kabar, maka El yakin, ia akan hancur saat itu juga. El mengambil posisi tepat duduk di hadapan Chris, ia menghela napas panjang, dan mengeluarkannya perlahan.

"Janji?" tanya Chris, yang segera diiakan anggukan oleh El.

Helaan napas meluncur pelan dari mulut El sebelum dia kembali berkata, "Chris, sebelumnya aku minta maaf."

El memandang Chris, pria itu menatapnya bingung. Sekali lagi El mengembuskan napas berat, ia benar-benar tidak ingin kehilangan Chris. El membulatkan tekad untuk berterus terang, hingga tidak ada lagi dusta, dan El juga tidak ingin terus menerus merasakan tidak enak hati, karena berbohong.

Dia sudah sangat menyakiti perasaan Max karena kebohongan yang ia ciptakan. El juga tidak ingin jika harus menyakiti hati yang lain, cukup satu hati saja, dan itu pun rasanya sudah sangat menyiksa. Tidak dengan Chris. El berjanji dalam hati.

"Maafkan aku, karena sebenarnya, aku sudah bertunangan dengan Max."

Kalimat itu baru saja meluncur dari mulut El, dan hal itu sukses membuat Chris marah sekaligus kecewa. Wanita yang baru beberapa jam lalu mengatakan mencintainya, wanita yang berjam-jam lalu menghabiskan waktu bercinta dengannya, dalam satu detik menghancurkan seluruh perasaannya begitu saja. Chris menahan amarahnya. Chris memutuskan untuk meninggalkan wanita itu, dan kembali ke dalam rumahnya. Tapi, wanita itu menahan langkahnya. Kedua tangan wanita itu memeluk tubuhnya, menahan Chris sekuat tenaganya, sehingga Chris menyerah untuk bergerak.

"Jelaskan, aku akan mendengarmu," ucap Chris.

El menceritakan semuanya tanpa ia tutup-tutupi. El merasa dirinya adalah wanita terjahat sedunia karena telah mempermainkan perasaan Max, juga telah egois karena menginginkan Chris untuk terus di sisinya. Tanpa diminta air matanya mengalir begitu saja, ia benar-benar merasa sangat bersalah baik pada Max maupun pada Chris.

"Maafkan, aku," ucap El sambil terisak.

"Jangan minta maaf padaku, El. Minta maaflah pada, Max."

"Aku akan meminta maaf padanya, Chris. Tapi, aku hanya tidak tahu bagaimana caranya. Aku butuh waktu untuk berbicara dengannya, Chris."

"Minta maaflah pada Max, saat kamu siap mengatakan yang sebenarnya."

"Iya, Chris."

Chris beranjak dari tempatnya, berdiri, dan mengulurkan tangan pada El yang masih bersimpuh pada rerumputan. El meraih tangan Chris, dan mengikuti langkah pria itu. "Apakah dia tahu kamu di sini?" tanya Chris membuka pintu rumahnya.

"Dia tahu, Chris. Tadi pagi, saat kau belum terjaga, Max meneleponku lalu aku katakan padanya aku sedang menjengukmu."

"Lalu apa yang dia katakan?"

"Dia hanya berkata padaku, untuk terus mengabarinya, dan dia akan menungguku di panti."

Jeda. Chris baru saja sadar saat melihat sebuah benda dengan satu mata melingkar di jarimanis El. Kenapa aku tidak menyadari cincin sialan itu! Pekiknya dalam hati.

"Dia pria yang baik, El. Tidak seharusnya kamu membuatnya patah hati. Aku bukan tipe pria seperti Max, yang baik hati. Aku akan sangat marah, saat mengetahui wanitaku pergi ke tempat laki-laki lain, dengan dalih pria itu sakit sekalipun, aku tidak akan menyukainya. Kamu milikku, El. Camkan itu."

"I'm yours, Chris."

El mendaratkan ciuman singkat di ujung bibir Chris, lalu memeluk pria itu. El mengetahui satu hal lagi dari diri Chris, pria itu posesif.

Kamu sangat menyebalkan, El. Kamu selalu tahu cara meredakan amarahku. Panti? Jadi pria itu ada di panti. Apa, panti itu adalah panti yang sama dengan El-ku? Aku harus memastikannya. Tidak mungkin David bersikeras menjauhkan El dariku, pasti ada yang David sembunyikan dariku di panti. Chris membatin.

Biar bagaimanapun, Chris tetap tidak memercayai kakaknya saat Chris bertanya tentang El bulan lalu.

"El, boleh aku bertanya satu hal padamu?"

"Iya, apa itu, Chris?"

Chris mendekat, menarik dagu El lembut hingga wanita itu mendongak. Chris menyingkirkan rambut yang menutupi dahi El, saat itulah Chris melihat tanda bekas luka jahit di dahi sebelah kanan El. Chris sudah sangat penasaran dengan tanda bekas luka itu, sejak kali pertama dia tidur dengan wanita itu. Hanya saja, Chris selalu lupa untuk menanyakannya, karena terbuai dengan keindahan pada diri El yang selalu berhasil membuat Chris mabuk kepayang.

"Apa ini sakit?" tanya Chris saat ibu jarinya mengusap lembut pada tanda bekas luka di dahi kanan El. Wanita itu menggeleng.

"Kamu yakin ini tidak sakit?"

"Tidak, Chris ... lagipula, ini sudah lama sekali, saat aku masih remaja. Jadi, sekarang sudah tidak sakit," ucap El sambil menunjuk bekas lukanya sendiri.

"Bagaimana kamu bisa mendapatkan luka ini, Sayang?"

Jeda.

Chris melihat perubahan pada raut wajah wanitanya, dia membenci raut itu muncul di sana. "Tidak usah cerita, jika kamu memang tidak ingin menceritakannya, tidak apa."

"Aku sudah pernah menceritakannya padamu, Chris. Kamu ingat, saat aku katakan bahwa orang tua, dan kakakku meninggal karena kecelakaan."

Chris ingat El pernah membiarakan hal itu. "Maafkan aku, Sayang, aku tidak bermaksud membuatmu sedih." Chris menyesal telah membuat wanitanya mengingat kejadian tragis itu lagi, Chris mengecup pucuk kepala El dengan sayang.

El menggelengkan kepalanya dengan cepat, dia tidak ingin Chris merasa bersalah atas pertanyaannya tentang luka itu. "Jadi, aku rasa, bekas luka ini aku dapatkan saat kecelakaan itu," ucap El cepat, setidaknya hanya kecelakaan maut itu yang dapat El ingat. Pada detik berikutnya ia tersenyum. Itu membuat Chris spontan menutup wajahnya. Senyum El yang seperti itu selalu membuatnya terpukau, dan Chris tidak akan tahan untuk tidak mencium El.

"Jangan tersenyum seperti itu pada Max."

"Chris ... Max itu buta, dia tidak dapat melihatnya."

Chris baru saja menyadari kebodohannya. "Jangan tersenyum semanis itu pada pria lain, Sayang. Tidak untuk Max, dan pria bodoh lain. Berjanjilah padaku."

El tertawa melihat tingkah Chris yang dengan terang-terangan menunjukkan dia tentang kepemilikannya, dan dia cemburu. "Baiklah, Chris," kata El, patuh.

Setelah mengucapkan itu, Chris mendorong tubuh El hingga ke tembok, menguncinya.

"You're mine, El."




Terima kasih banyak-banyak buat yg sudah follow, vote dan comment cerita ini... ^^

Semoga kalian sukaaa ^^ Terima kasih...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro