Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

DEVASENA | 14. Pesta

Danar berkata akan menjemputnya beberapa menit lagi.

Hal itu membuat Sena yang baru saja memasangkan anting jadi agak tergesa. Sekali lagi ia memeriksa penampilannya . Ia memutuskan untuk menggunakan swing midi dress berwarna navyblue dengan renda melapisi bagian atas. Sudah cukup lama ia tidak mengenakan gaun ini. Berpikir bahwa acara nanti tidak terlalu formal, maka Sena memutuskan untuk memakainya.

Rambutnya ia biarkan tergerai tanpa sentuhan apapun, hanya sedikit tatanan agar terlihat berombak manis dan jatuh hingga ke bahu. Ia sedang mengoleskan lipbalm ketika telfon dari Danar datang.

" Sudah siap? Saya sudah di luar."

Sena terbelalak. Gadis itu cepat-cepat merapikan lipbalm-nya.

" Oke siap! Saya keluar!"

Terdengar kekehan di seberang sana. Sena segera menyambar clutch bag dan cardigan hitam miliknya. Dengan wedges di kakinya, gadis itu berusaha secepat mungkin menjangkau pintu dan keluar rumah.

Dilihatnya Danar sudah berada di depan pagar. Tapi dia tidak sendiri. Di sana sudah berdiri anggota Kenanga yang lain. Mereka memang berencana menjenguk Ana. Sena segera berjalan cepat mendekati kerumunan yang sedang menunggu Gagah mengeluarkan mobilnya dari carport itu.

" Maaf, sudah lama?" sapa Sena membungkuk singkat sesampainya di depan Danar. Selanjutnya, Sena meneleng.

" Pak?" panggil Sena lagi, karena Danar tampak terpaku.

" Pa—"

" AHEM!"

Suara batuk Rafi terlalu keras. Sena meliriknya dan berdecak.

" Ecieee ada yang kopelan yeee!" goda Rafi menyenggol pundak Sena dengan sikunya. " Lo cantik kalau gini. Kok belum punya gandengan sih, Na?"

Sena menatap kemeja yang dikenakan Danar, kemudian tertawa pelan kala menyadari Danar juga memakai kemeja dengan warna yang identik.

" Aku yang belum minat digandeng," celetuk Sena.

" Tronton aja gandengan, masa lo nggak?" ejek laki-laki yang memakai jaket hijau itu.

" Meme lover. Minggir!" tukas Sena membuat Rafi tertawa.

" Whoaa Sena, ini kamu?" tanya Yolla dengan berbinar, wanita itu baru saja keluar dari ruangannya. " Jarang-jarang tampil gini. Mau kencan, ya?"

" Duh Mbak Yolla." ucap Sena memutar bola mata. " Tolong ya, Pak Danar ini udah punya tunangan. Sebenarnya kita dapat undangan resepsi nikahan teman kerja. Jadi berangkat bareng aja."

" Oh, dia tahu lo jombs, makanya bersedia nemenin lo. Baik hat---etduh telinga gue bisa melar semeter woy!" Rafi berusaha melepaskan jemari Sena yang menarik telinganya.

" Halah, sesama jomblo dilarang saling menyiksa!" sergah Yolla melerai mereka berdua. " Yuk ah kita berangkat. Kami pergi dulu ya. Hati-hati di jalan."

" Sip! Mas Gagah hati-hati juga nyetirnya! Salam buat duo A!" Seru Sena pada Gagah yang mengacungkan jempol di balik kemudi.

Ketika ia hendak berbalik, matanya menangkap Sakti yang duduk di samping Gagah. Laki-laki itu hanya menatapnya tanpa ekspresi. Sena tersenyum dan melambai ringan padanya sebelum berputar dan masuk ke dalam mobil Danar.

" Ini beneran Bu Jenny nggak bisa?" tanya Sena sekali lagi.

Danar menggeleng, " Sudah saya bilang dia ada urusan di luar kota, Dev. Dia juga tahu kalau saya pergi sama kamu."

Sena manggut-manggut.

" Kamu cantik." Adalah kalimat pertama yang diucapkan Danar setelah beberapa saat mobil melaju di jalan raya. Sena tersenyum manis.

" Makasih. Coba kalau Dokter Jenny yang duduk di sini, ya. Kira-kira Pak Danar bilangnya apa? 'Kamu ratuku'? 'Kamu bidadariku'? 'Kamu cintaku'?"

Sena mengernyit.

" Ng...cocok sih, tapi geli banget kalau beneran lihat Pak Danar bilang gitu," celetuk Sena memakai kardigan di atas pundaknya.

Danar menatap sejenak pada gadis di sampingnya, kemudian tertawa pelan sebelum melihat ke depan. Terkadang, anak buah kesayangannya ini bisa sangat bebal. Tapi si bebal ini sempat membuat jantung Danar berhenti berdetak tadi, ketika Sena muncul dengan begitu cantik hingga sesaat Danar mengira dirinya melihat orang lain. Hanya sarkasme dan cara bicaranya yang membuat Danar yakin jika itu Sena.

Bagaimana bisa gaun itu menjadikan penampilannya sangat sempurna? Tubuh gadis di sampingnya ini boleh saja mungil, tapi proporsional. Cukup membuat Danar ingin selalu membalutnya dengan karung agar tidak ada laki-laki yang menyadari betapa cantik gadis di sampingnya ini.

Danar selalu gagal mengalihkan fokus dari Sena yang sedang serius kala menyelia etiket diet-diet pasiennya. Sorot matanya, terlihat terlalu mempesona. Terlalu memerangkap, seakan dia memegang jiwa Danar hanya dengan tatapan. Tidak mampu membuatnya menoleh, tidak mampu membuatnya berpaling.

Gadis itu cerewet sekali. Apalagi jika berurusan dengan pasien-pasien rewel yang bahkan Danar sendiri kewalahan. Dan dia menyukai bagaimana akhirnya pasien-pasien itu bertekuk lutut di bawah argumen Sena yang tidak terpatahkan. Di lain waktu, dia bisa jadi sangat konyol. Seperti berdekatan dengan sekumpulan burung parkit. Berisik, tapi bukan menyebalkan. Dan dia menyukainya.

Dia menginginkannya.

Tapi tidak sekarang, batinnya. Meskipun dia sangat ingin mengatakan betapa ia sangat menyayangi Sena, tapi Danar cukup tahu diri bahwa keadaannya tidak memungkinkan. Sekarang saja, jemarinya berusaha tetap mencengkram kemudi ketika seluruh syarafnya menyuruh Danar untuk mendekap tubuh mungil nan cantik di sampingnya.

**

Gadis itu sama sekali tidak mengerti kode Danar yang menyodorkan lengannya untuk digandeng Sena. Tidak, gadis itu memilih berjalan di sampingnya sembari berbicara tentang Galuh di sepanjang perjalanan mereka dari tempat parkir menuju lantai hotel tempat diadakannya resepsi.

Persetan.

Memangnya Danar masih bisa berkonsentrasi pada apapun kecuali gadis di sampingnya?!

Berdehem, akhirnya Danar memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

" Galuh!" Seru Sena ketika akhirnya mereka berdua maju untuk bersalaman dengan mempelai. Galuh terlihat sangat bahagia. Gadis itu mengenakan kebaya berwarna soft pink, terlihat sangat cantik dengan binar di matanya.

" Sena!" Galuh meraih Sena dalam pelukannya, kemudian melirik ke arah Danar yang sedang bercengkrama dengan mempelai pria. " Gosh, lo sama Pak Bos!! Mampus lo kalau Dokter Jenny tahu!"

" Udah gue suruh sama Dokter Jenny, tapi dia bilang ada acara. Lagipula nggak ada yang salah kita berangkat bareng. Mumpung dapat tumpangan juga," ucap Sena memainkan alisnya, membuat Galuh mencubit pinggangnya dengan terbahak.

" Galang, dijagain Galuh. Awas lo bikin mewek!" ucap Sena pada Galang yang memang dikenalnya karena beberapa kali laki-laki itu menjemput Galuh di rumah sakit.

Laki-laki itu terkekeh singkat. Galuh meraih Sena sekali lagi.

" Devasena, gue akan membuktikan sama lo, kalau suatu hubungan pasti bisa selamanya bahagia," ucap Galuh serius meskipun seulas bibir itu tersenyum jahil.

Sebuah denyut menyakitkan kembali hadir di dada Sena. Dia tidak menginginkan hal buruk terjadi di pernikahan Galuh, sungguh. Apapun yang dikatakannya kemarin hanyalah sisi pesimis dirinya, yang berharap dengan sangat bahwa Galuh mampu menjawabnya. Maka Sena tersenyum meskipun matanya memanas.

" Harus," ucap Sena mantap." Tunjukin sama gue yang pengecut ini kalau kalian bisa bahagia."

Galuh menepuk pipinya, " Kenapa? Butuh calon? Temennya Galang itu banyak yang jomblo. Mulai dari yang dua puluh tahun sampai lima puluh. Lo pilih yang berapa?"

Sena berdecak gemas, membuat Galuh tertawa.

" Udah sana makan! Kasihan noh Pak Bos mau peluk-peluk gue!" tukas Galuh main-main sembari memeluk Sena lagi.

" Tamunya banyak juga," komentar Danar ketika mereka berdua menuju semeja penuh makanan.

" Pegawai Pajak, Pak. Teman nikahan di seberang pulau aja bakal didatengin," jawab Sena yang memilih sepiring kecil salad buah.

" Loh, nggak makan?" tanya Danar yang sudah meraih piring. Sena menggeleng.

" Nanti saja," ucap Sena menepi untuk menikmati salad buahnya.

Sena mendengus geli kala mendengar dua orang wanita di sebelahnya sedang saling menyenggol kala Danar lewat. Kepala instalasinya ini memang tidak bisa diremehkan terlepas dari kelakuannya absurd-nya. Terkadang auranya sebagai lelaki berkualitas hadir begitu saja, seperti sekarang saat laki-laki itu ikut mengantri di meja prasmanan dengan lengan kemeja ditekuk hingga ke siku. Meskipun sudah hampir menyentuh kepala tiga, tapi Danar sangat menjaga penampilannya. Tidak ada perut buncit ala om-om. Yang ada, tubuh tegap dan dada bidang yang membuat Bu Jenny makin cinta.

Sena mengalihkan pandangan pada Galuh dan Galang yang terlihat sangat bahagia di depan sana. Kalimat doa tidak hentinya Sena lantunkan di dalam hati, berharap dengan amat sangat bahwa Tuhan akan menjaga mereka berdua, selamanya.

" Sena?"

Sena menoleh ketika mendengar suara itu begitu dekat di telinganya.

" Eh, Mas Oka!" seru Sena terkejut. Pandangan Sena terjatuh di samping Oka. " Ada Hana juga, Wah!"

Sena menyalami keduanya dengan antusias. Oka membalasnya dengan senyum tipis.

" Doain kita juga cepet nyusul Galuh," ucap Oka tanpa melepas tangan Sena.

Sena terdiam. Namun perlahan, senyum kembali terkembang di bibir mungil itu.

" Selamat lagi, kalau begitu. Semoga lancar," ucap Sena tulus sembari melepaskan jabatan tangannya.

" Makasih Mbak," jawab Hana begitu malu-malu di samping Oka. Hana adalah apoteker di rumah sakit. Anaknya manis meskipun sedikit pemalu.

Ada suasana canggung menyelimuti mereka berdua. Sena berusaha mengenyahkannya dengan fokus pada makanan, Oka berdiri diam di sebelahnya dengan kedua tangan di dalam saku. Sedangkan Hana mengobrol dengan salah seorang perawat perempuan yang kebetulan lewat di sebelahnya.

" Jadi, sebenarnya kamu sama siapa, Na? Si Dirga itu apa Pak Danar?" tiba-tiba saja Oka menoleh ke arah Sena.

Sena menghentikan kunyahannya untuk menatap Oka, dan dia harus menyesal ketika ia berhadapan dengan pandangan Oka yang sarat luka.

" Bukan sama siapa-siapa," jawab Sena berusaha menjaga ketenangan suaranya.

" Tapi alih-alih memilih sendiri, kamu sama dia, Na. Padahal dia udah punya tunangan!" Oka sedikit meninggikan suaranya hingga Sena melirik ke arah Hana, yang tidak menyadarinya.

" Berhenti, Mas! Kita hanya sebatas rekan kerja!" desis Sena mulai kehilangan kesabaran. Namun Oka tidak begitu saja melepaskan Sena.

" Masih belum terlambat, Na," bisik Oka begitu pelan. " Kasih aku kesempatan."

Demi mendengar itu, pandangan matanya menajam. Dia harus mengeratkan cengkraman pada apapun yang dipegangnya saat ini untuk mencegah dirinya meninju wajah Oka yang terlihat sangat menderita.

" Gila kamu Mas!" bisik Sena tajam.

Namun Oka hanya menatap Sena.

" Mas Oka, Mbak Sena, aku ke sana dulu ya," tiba-tiba Hana menginterupsi. " Mas Oka mau makan apa? Aku ambilkan."

Oka dengan cepat menggeleng, " Nanti aku ambil sendiri, Na."

Hana mengangguk dengan senyum di bibirnya. Kemudian ia memasuki kerumunan dengan temannya, meninggalkan Sena dan Oka berdua di ruangan yang ramai ini.

" Aku masih ingin kamu, Na," ucap Oka lagi dengan suara yang sarat akan siksa.

" Berhenti," ucap Sena gemetar. Ia menaruh piringnya ke meja dengan sedikit keras. " Apa kamu nggak sadar, Mas? Seperti ini yang aku takutkan dan akhirnya kamu membuktikan kalau kamu nggak bisa jaga perasaan pasangan kamu!"

" Karena aku butuh orang buat ngelupain kamu! Kamu bikin aku gila! Alasan kamu nggak masuk akal!" sergah Oka dengan mata memerah. Sena menatapnya dengan tidak percaya.

" Lalu dengan cara ini kamu berusaha? Bersembunyi di belakang perempuan lain yang bisa jadi hancur gara-gara kamu?" tukas Sena, " Kalau kamu memutuskan melupakan dengan cara kamu, silahkan! Tapi jangan lagi bicara seperti itu di belakang Hana. Itu cuma jadi bukti kalau kamu nggak bisa dipercaya. Nggak ada pria baik-baik yang mengucap cinta pada perempuan lain dibalik punggung pasangannya!"

Ucapan dingin Sena membuat Oka terbungkam beberapa saat.

" Aku berusaha, Sena. Aku benar-benar berusaha. Tapi ini nggak mudah." Oka berbisik.

" Ini pilihan kamu, Mas. Kamu laki-laki. Ada tanggungjawab di pundak kamu begitu kamu memutuskan untuk memberi status pada sebuah hubungan!" kata Sena menatap Oka lekat.

" Terus aku harus gimana?" ucap Oka dengan wajah memadam. " Luntang luntung kayak orang gila cuma karena mikirin kamu? Apa kamu sebahagia ini mempermainkan hati orang lain? Bilang nggak bisa sama aku tapi dengan mudahnya kamu pergi sama Pak Danar yang jelas-jelas udah punya tunangan?"

Sena memejamkan mata erat-erat demi mencegah dirinya berlari pergi dari hadapan Oka.

" Terserah Mas Oka mau bagaimana menilainya," jawab Sena pada akhirnya, " Tapi Mas Oka harus tahu satu hal, menjadikan perempuan lain sebagai pelampiasan itu tindakan yang jahat sekali. Tanpa kamu menyadarinya, kamu berbohong sama dia."

Oka menyugar rambutnya dengan emosi. " Kamu itu memang susah, ya!"

Sena membuang wajahnya, memilih mendiamkan Oka beberapa saat.

" Laki-laki itu harus bisa dipercaya," celetuk Sena, " karena kalau Mas Oka belum tahu, kepercayaan yang hancur sangat sulit diperbaiki."

" Kamu mempermasalahkan aku yang bilang cinta sama kamu sementara aku masih ada hubungan dengan Hana, kan?" tukas Oka kemudian. " Gimana kalau aku putusin Hana sekarang dan nembak kamu lagi? Kamu bakal terima?"

Sena terdiam sejenak, kemudian menggeleng.

" Bukannya aku udah bilang kalau kepercayaan yang hancur itu sulit dikembalikan?" jawab Sena menatap Oka yang mematung. " Di depanku, baru saja, dengan mudahnya kamu menggampangkan urusan perasaan. Untukku, itu bukti bahwa kamu laki-laki yang nggak bisa dipercaya."

Sena bisa melihat luka melintas di mata Oka. Namun Sena menghembuskan nafas panjang.

" Be responsible, Mas. Kamu laki-laki. Calon kepala keluarga yang akan ditagih pertanggungjawabannya sama Tuhan. Jangan anggap apa yang keluar dari mulut semudah itu bisa dihapus. Apalagi tentang kepercayaan. Selamat malam."

Sena meninggalkan Oka yang terpaku menuju ke arah Danar yang masih asik menyantap makanannya. Pria itu terlihat sedang bercengkrama dengan beberapa wajah yang tidak asing bagi Sena. Sena duduk di sebelah Danar, menggeleng ketika laki-laki itu bertanya apa yang terjadi dengannya.

Sena memejamkan mata, berusaha meredam jantungnya yang berdentum kencang.

Mau sampai kapan kepercayaan Sena akan sebuah hubungan digerus seperti ini? Mana bisa Sena percaya jika setiap saat bukti pengkhianatan berseliweran di sekitarnya?

**

Jam di dashboard menunjukkan pukul setengah sebelas malam ketika akhirnya mereka sampai di depan gerbang kontrakan Kenanga. Salahkan Danar yang masih saja berbicara tentang pekerjaan dengan koleganya dari rumah sakit lain. Sedangkan Sena sedari tadi hanya bersandar di kursi sambil terkantuk-kantuk, merasa lelah sekali.

" Malam sekali." Sapa Gagah yang membukakan gerbang, " Pak Danar, mampir? Kita baru ngopi-ngopi di luar."

Danar yang masih duduk di balik kemudi menolak dengan halus. Gagah tersenyum maklum. Ia mengawasi mobil itu berlalu sebelum menoleh pada Sena yang berdiri di sebelahnya.

" Oke?" Tanya Gagah mengamati Sena dari atas sampai bawah.

" Hmm."

" Na, lo punya tamu." Ucap Gagah melirik Sena ketika mereka masuk. Tentu saja, Sena mengerutkan kening, namun Gagah tampak sibuk menutup pintu gerbang. Sena memutuskan meneruskan langkah ke arah kerumunan yang tengah duduk di atas tikar.

Senyum Sena selalu mengembang ketika mereka berkumpul seperti ini. Rasa letihnya tersapu kala melihat orang-orang yang ia kenal duduk bersama dan bercengkrama. Terasa sangat hangat.

Namun rasa itu harus pergi ketika ia melihat satu wajah di antara mereka, menatapnya dengan senyum lembut.

" Ngapain di sini?" tanya Sena dingin.

" Wuops, badai badaii!!" desis Rafi yang diabaikan Sena.

" Diomongin baik-baik aja dulu, Na. Sini duduk!" ucap Yolla menepuk tempat kosong di sampingnya.

Seakan tidak terpengaruh oleh penerimaan Sena yang begitu dingin, Dirga masih mempertahankan senyum hangatnya.

" Rencana pembangunan cabang TeraMart baru di dekat sini. Jadi aku sekalian mampir," jawab Dirga berdiri dan mendekati Sena. " Kamu cantik. Habis darimana?"

Sena mengepalkan erat kedua tangannya. Sama sekali tidak berniat menjawab.

" Aku duluan," pamit Sena pada yang lain. Gadis itu segera berlalu dengan cepat. Tentu saja, Dirga mengejarnya.

" Ck, sebenernya mereka berdua kenapa, sih? Katanya udah mantan, mantan masih mau tahu aja gitu," celetuk Rafi menyeruput kopi susunya sembari mengawasi dua orang yang sedang berlarian mirip adegan Bollywood itu. Bedanya, tidak ada taman bunga atau tiang listrik di sana.

" Itu urusan Sena sama mantannya, Fi. Kita ngawasi aja," ucap Yolla yang juga menyipit. Tidak ada yang menanggapi kata-katanya. Semuanya masih bergeming di tempat masing-masing, menatap penuh waspada pada Dirga yang sedang berusaha menjangkau Sena.

Lalu, alis ketiganya terangkat ketika mereka melihat Sena justru masuk ke ruangan Sakti dan membanting pintunya tepat di depan hidung Dirga.

" Lah, itu anak mabok apa ya?" Rafi mengernyit. Namun dirinya dan Gagah langsung beranjak begitu Dirga mulai mendobrak pintu dengan kekuatan penuh. Bisa-bisa seluruh kompleks bangun gara-gara keributan ini.

" Tenang, Ga. Kalau kamu bikin keributan, kita terpaksa mengusir kamu dari sini." Gagah berusaha meredam Dirga yang menggedor pintu keras-keras.

" Siapa laki-laki yang ada di dalam?" tanya Dirga berang dengan mata memerah. " Kenapa Sena masuk ke sini? Kenapa bukan di ruangannya sendiri?"

" Sena minta tolong Mas Sakti karena laptopnya dia rusak," jawab Rafi membantu Gagah menenangkan Dirga. " Ayo kesana aja, nggak enak malam-malam gini—"

" Laptopnya rusak?" tanya Dirga berusaha menghentakkan cekalan di bahunya. Kemudian ia menoleh ke arah pintu yang masih tertutup. " Sena! Laptop kamu rusak? Nggak perlu diperbaiki! Ayo beli sama aku, Na! Aku belikan berapapun yang kamu minta! Sena sayang, please keluar!"

" Duh ini cowok apa bocah, sih?" gerutu Rafi mulai jengah dengan segala gerak-gerik Dirga. Saat itu, tiba-tiba saja Dirga merosot dan berlutut di depan pintu.

" Sena, keluar!" pinta Dirga mengetuk pintu dengan keras. " Sena, Sena sayang, please bicara sama aku, Na. Kita perlu bicara-"

Pintu menjeblak terbuka, membuat Dirga menghentikan aksinya dan menatap Sena dalam diam.

" Pergi, Ga. Lo bikin temen-temen gue repot!" hujam Sena kejam tanpa iba sedikitpun pada Dirga yang masih berlutut.

" Sena, Devasena..." ujar Dirga gemetar sembari meraih ujung dress gadis itu. " Tolong aku, Na. aku hampir mati tanpa kamu. Jangan suruh aku pergi dari kamu, Sena sayang. Ayo kita bicara, ya?"

Sena menatap pada Dirga yang terlihat begitu menyedihkan. Demi apapun, dia sendiri juga tidak mengerti dengan hatinya yang tidak lagi merasa iba. Dia hanya menatap benci pada Dirga.

" Lah Na, lo nggak pernah bilang mantan lo kayak gini kelakuannya!" desis Rafi jijik menatap Dirga.

" Perlu gue usir?" celetuk Gagah yang akhirnya paham mengapa Sena sangat menghindari Dirga. Laki-laki ini sedikit tidak waras.

" Usir aja," ucap Sena datar. Gadis itu menarik dress-nya hingga terlepas dari jemari Dirga.

" Na," panggil Dirga bergetar. " Ayo bicara..."

Namun Sena bergeming. Perempuan bertubuh mungil itu menatap Dirga dengan seribu ujung pisau dalam setiap pandangannya. Membuat Gagah dan Rafi menelan ludah.

" Nggak ada yang perlu diomongin, Dirga," jawab Sena dingin." Pulang! Nggak ada gunanya kamu di sini."

Dirga menahan pintu yang terayun menutup, " Sena..."

" PULANG!" jerit Sena membuat semua orang terkejut. Gadis itu mendelik pada Dirga dengan mata berkaca.

Kondisi Sena adalah pertanda bagi Gagah dan Rafi untuk menjauhkan Dirga dari Sena.

" Pulang!" tiba-tiba saja Yolla menyambangi mereka dan membantu menjauhkan Dirga dari pintu yang sudah tertutup rapat.

"Saya perlu bicara dengan Sena!" geram Dirga berusaha melepaskan cekalan Yolla. Namun wanita itu menyambar pundak Dirga dan menghempaskannya ke tembok. Tanpa sadar, Rafi mengelus pundaknya sendiri.

" Tidak pernah saya lihat Sena sebegitu hilang kendali," desis Yolla menatap Dirga. " Dia tidak akan bertingkah seperti itu kalau anda tidak ada salah, Pak Dirga! Apapun itu, selesaikan dengan bicara baik-baik, jangan membuat ribut seperti ini!"

Dirga menghentakkan tangan Yolla hanya untuk menggedor pintu kembali. Namun dengan kekuatan yang sama besarnya, Yolla menyambar tangan Dirga dan menahannya hingga laki-laki itu membelalak.

Gagah menghela nafas dalam. Ia membebaskan pundak Dirga dari cengkraman mematikan istrinya dan menuntun ke arah gerbang.

" Jangan pernah menyerah dengan segala kelabilan perempuan jika dia benar-benar berarti untuk kamu. Sekarang sudah malam. Lebih baik istirahat dulu. Selamat malam."

*TBC*

Tronton aja gandengan, masa lo nggak? - Rafi si meme lover 😒

Selamat malam semua, semoga selalu berbahagia ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro