Chapter 15
"Gaku, apa sudah ada kabar?"
Suara itu membuat Gaku sedikit teralihkan dari rasa paniknya. Ia pun menghela nafas sebentar agar dirinya semakin tenang.
"Belum, dokter pun belum keluar sampai saat ini," jawab Gaku dengan nada yang berusaha tenang. Ryu pun menepuk pundak Gaku, "Tenanglah, kami-sama pasti melindunginya."
Kini mereka pun menunggu dengan penuh keheningan. Tak ada satupun diantara mereka yang berniat bicara.
"Tenn-nii!!!"
Suara itu membuat yang punya tiga pria disana memperhatikan tujuh orang pria yang tampak hadir dengan tergesa-gesa.
"Riku, bukankah sudah ku bilang untuk tidak memanggil namaku saat berada di tempat umum," tegur Tenn dengan wajah datarnya. "Ah ... maafkan aku, Tenn-nii," ucap Riku dengan nada bersalah.
"Gaku, kau harus sabar," ucap Nagi dengan raut sedih.
"Sebenarnya, disini Gaku atau Nagi pacarnya?" tanya Mitsuki dengan tampang mengejek.
"Oh, Mitsuki ... aku turut prihatin, sehingga ku ingin menangis," sahut Nagi.
Tak lama setelah obrolan singkat itu, dokter pun keluar yang membuat sepuluh pria disana refleks menatapnya dengan tatapan berharap.
"Harap tenang dan selalu berdoa agar ia selalu diberi kesehatan. Untuk kondisinya saat ini, ia akan pulih secara bertahap," jelas sang dokter yang mengerti arah tujuan sepuluh pria dihadapannya ini.
"Lalu, apakah dia sudah sadar?" Tanya Gaku yang berusaha menahan rasa khawatirnya.
"Masih butuh waktu agar ia sadar. Tapi jika kondisinya semakin membaik, dalam jangka dekat ia bisa sadar," jawab sang dokter. "Terima kasih, dokter," ucap Gaku dengan tampang putus asa.
"Apakah kami sudah diizinkan untuk melihatnya, dokter?" tanya Tenn yang mewakili Gaku.
"Iya, kalian boleh menjenguknya. Tetapi tetap jaga ketenangan. Apakah ada yang ditanyakan lagi?" ucap sang dokter sembari menatap sepuluh pria ini satu-persatu.
"Tidak ada. Terima kasih, dokter," jawab Sogo yang membuat dokter itupun undur diri dari hadapan mereka.
Setelah kepergian dokter itu, Gaku melangkahkan kakinya untuk menemui sang pujaan hati yang tengah terbaring lemas di ranjang dengan batuan infus serta ventilator yang menemaninya.
Hancur, hati Gaku terasa sangat hancur. Apakah ini karma karena telah membuat hati sang gadis hancur terlebih dahulu ? Ataukah ini karma karena ia telah membangkang ayahnya ? Ataukah ini takdir yang harus ia terima ?
Itulah yang Gaku tanyakan pada dirinya. Ia telah tersiksa sedari mendengar sang gadis dilarikan ke rumah sakit karena ulah penggemarnya.
"Hei, (Name) ... apa kau tidak ingin menyambut kepulangan ku seperti yang sudah-sudah?" ucap Gaku sembari memandangi wajah sang gadis.
"Oh, so beautiful ..." puji Nagi pada sang gadis.
"Bukan saatnya untuk memuji orang," tegur Mitsuki pelan.
"Kuharap, (Name)-san dapat segera pulih." ucap Sogo dengan tampang sedih yang tak dibuat-buat.
"(Name)cchi, ayo bangun. Akan ku bagi ou-sama pudding jika kau bangun, ya ... satu sendok saja tapi. Jangan banyak-banyak," ucap Tamaki dengan tampang polos.
Disisi lain, sang gadis kini tengah berada bersama dengan seorang wanita paruh baya yang sangat cantik.
"Anakku, sepertinya seseorang sedang membutuhkan mu saat ini," ucap wanita itu pada sang gadis yang tengah mengagumi keindahan mawar putih yang tumbuh dengan subur.
"Aku ... ku tak dibutuhkan oleh siapapun saat ini," jawabnya tanpa menatap wanita itu.
"Nak ... tiap manusia dilahirkan di dunia untuk membantu dan menjalin ikatan satu sama lain demi kebahagiaan bersama," ucap sang wanita sembari mengelus surai sang gadis dengan penuh kasih sayang.
"Maaf, tapi ku benar-benar tidak dibutuhkan. Kehadiranku hanya sebagai musibah," ucap sang gadis yang masih sama dalam posisinya.
Mendengar hal itu, wanita itupun duduk disebelah sang gadis dan turut menatap sang mawar putih.
"Apa kau tak ingin menemuinya lagi, anakku?" tanya nya yang membuat sang gadis menatapnya dengan tatapan bingung.
"Seseorang dengan surai silver yang selalu berbuat ceroboh, serta sikapnya yang selalu percaya diri berlebihan. Namun perhatiannya hanya untuk dirimu," jelas wanita itu yang menyadari akan tatapan sang gadis.
Sang gadis pun terdiam. Ia tak tahu harus menjawab apa, walaupun ia mengerti siapa orang yang dimaksud oleh wanita itu. Ia bingung, bimbang, takut, sedih, semua emosi itu bercampur aduk dalam hatinya.
"Anakku ... bagi seseorang itu, kau adalah mawar putih baginya. Kau mampu membawa kedamaian serta ketenangan di hatinya. Saat kau pergi jauh darinya, kegelisahan, kesedihan, serta rasa putus asa menghantui dirinya. Walaupun ia telah mencoba untuk berpaling darimu dengan berusaha mencintai orang lain, namun ia gagal. Hatinya telah terpaku padamu. Ia hanya mampu mencintaimu. Bahkan saat ini, ia sedang menunggumu untuk menyapa serta menyebut namanya," jelas wanita itu yang membuat sang gadis semakin terdiam.
Wanita itupun memetik setangkai bunga mawar putih dan ia pun memberikan bunga itu pada sang gadis yang membuat sang gadis menerima serta menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan oleh siapapun.
"Anakku, cintanya tulus padamu. Tolong jagalah dia untukku pula," ucap wanita itu sembari mengelus surai sang gadis.
"Aku ... aku akan pulang," ucap sang gadis dengan keyakinan penuh.
Senyuman lebar pun sang wanita sunggingkan. Ia sangat lega mendengar pernyataan sang gadis. Wanita itupun berdiri dan menggandeng sang gadis untuk turut berdiri.
"Terima kasih," ucap sang wanita dan mengajak sang gadis menuju suatu tempat yang menjadi awal mula kehadiran sang gadis.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro