Page 6
"Putih, bersih, dan manis. Bukanlah seleraku, namun aku bersedia mengambilnya. Khusus dia saja."
.
Pekan olahraga sebentar lagi akan dimulai. Terasa seperti sandiwara, namun di satu sisi juga terasa normal saat mengetahui olahraga tersebut adalah sebuah pertarungan dengan Kyoto Jujutsu High. Sudah lama Megumi dan para second years memberitahu dirimu, namun nampaknya kau sendiri yang melupakan sepenuhnya karena terlalu lama berlarut dengan kesedihan.
Helaan napas kau embuskan, bahumu terasa lemas. Entah mengapa, rasa malas mulai menguasaimu. Kalau boleh jujur, kau tidak ingin bertarung dengan sesama. Terlebih lagi kau cukup dekat dengan Miwa, semoga saja kau tidak menghadapinya saat pertandingan berlangsung.
"Lalu kau berpikir kenapa mereka datang jauh-jauh dari sana? Berlibur, huh? Jangan bercanda, [Name]," tukas Maki sembari menggelengkan kepala melihat kelakuanmu. Kau tertawa kikuk menanggapi ketusan dari seniormu tersebut, mengabaikan Megumi yang memandang mengejek dengan mencoba menahan tawa.
Megumi memalingkan wajah, "Heh."
Tatapan kesal kau lempar pada pemuda yang merangkap menjadi teman masa kecilmu itu, lantas kau meregangkan kedua lenganmu dan mulai memegang senjata pilihan. Kau membalas, "Senpai, apa boleh mengajukan diri sebagai juri?"
"Okaka," sahut Inumaki dari belakang. Panda setuju akan penolakan Inumaki, diikuti dengan anggukan.
"Kau dan rasa malasmuー"
Kalimat Maki terpotong ketika mendapati Mai dan beberapa murid Kyoto lainnya telah berbaris di depan gerbang merah, torii. Mai menyeringai menatap Maki, sementara Nobara dan Megumi menggeram dalam diam, membuatmu kebingungan akan situasi yang tiba-tiba saja kau alami. Namun, suasana tersebut segera sirna ketika suara milik Gojo memanggil para murid sembari membawa kotak putih nan besar di atas kereta.
Utahime menatap sinis pada sosok Gojo, meskipun ia telah menyapa ramah dirinya. Melihat pemandangan tersebut kau hanya bisa menertawakan pasangan itu dalam hati. Kau dan Megumi melirik kotak putih besar, cukup tertarik, namun berusaha untuk tak memperlihatkannya.
"Saat ini sensei punya kejutan untuk kalian. Haha, pasti kalian akan menyukainya."
Megumi memutar matanya, malas. Sudah terlihat jelas bahwa ia enggan. Kau menepuk tangan, cukup menantikan kejutan dari gurumu tersebut. Meskipun kau yakin bahwa ini adalah salah satu masalah tak bertanggung jawab yang seperti biasanya ia lakukan. Melihatmu antusias, Gojo mulai menghitung mundur dari hitungan tiga.
Hingga pada angka satu, sosok familiar dengan helaian merah muda kusam dan hitam itu muncul. Ekspresinya ceria seraya berpose lucu, "Itadori Yuuji, desu!"
Jantungmu seolah berhenti, begitu pula dengan Megumi dan Nobara, hanya saja mereka berdua terlihat seperti tak bisa bernapas saking kagetnya. Itadori mengerjap, kebingungan, lantas memberi komentar kecewa dengan nada yang cukup keras.
"Eh?! Tidak ada reaksi?!" serunya.
Air mata menitik di pelupuk matamu, namun segera kau seka. Melihat hal tersebut, Nobara segera memukul bahu Itadori dengan keras, membuatnya mengaduh kesakitan.
"Berhenti menangis untuk si bodoh itu," tegur Megumi. Entah sejak kapan, ia telah memberikan sapu tangan dan menyeka air matamu dengan lembut. Sesekali, ia menghela napas, terlihat tak suka mendapati dirimu yang kembali menangis. Seluruh murid pun sengaja meninggalkan kalian berempat agar bisa sibuk mengambil waktu sendiri.
Tanpa basa-basi, kalian berempat duduk di tangga. Cukup lama keheningan melanda. Bahkan, Itadori yang dikenal periang itu merasa canggung. Ia tahu dan ia bersalah karena menyembunyikan fakta bahwa ia masih hidup di bawah naungan Gojo.
"Aku senang kau masih hidup, Itadori-kun" sahutmu pertama kali, memecah keheningan. Irismu melirik pada Nobara yang juga menahan tangis ketika mendapati sosok tersebut masih bernyawa. Tawa kecil keluar dari bibirmu, "ralat, kami."
"[Name] ..." Itadori sedikit terisak.
Cukup lama, Megumi dan Nobara mengeluarkan keluh kesahnya yang sempat menjadi penyesalan. Betapa lemahnya mereka karena tak bisa melindungi pemuda itu. Namun, berakhir dengan kalian berempat yang meminta maaf lalu Itadori dan Nobara meninggalkan dirimu dan Megumi.
Sunyi kembali melanda. Kau duduk terdiam, begitu pula dengan Megumi yang larut dengan pikirannya. Butuh waktu beberapa menit, hingga ia bersuara, "Sekarang karena ia telah kembali. Apa kau ingin mengejarnya?"
"Megumi, aku memang menyukainya. Tapi, aku tidak yakin kalau perasaan ini dalam hal romantis," balasmu ketus, "setelah merenungkannya selama beberapa saat ini."
"Hah?"
"Aku tidak mengerti akan perasaanku. Hanya saja ... aku percaya kalau aku sedih karena kehilangan teman berharga."
"Berharga? Meskipun belum cukup setahun kau berteman dengannya?"
Megumi menautkan alisnya, menginterogasi dirimu melalui tatapannya seperti biasa. Kau memejamkan mata sejenak, mengangguk, lalu melemparkan pertanyaan, "Menurutmu apa yang membuatmu memilih mempercayai jari Sukuna pada Itadori-kun?"
"Karena dia ... orang yang seperti itu."
"Kurasa kau tidak ingin mengakuinya, ya. Haha, tapi, benar. Karena Itadori-kun adalah orang yang seperti itu," ujarmu. Kau pun berdiri, melemparkan senjata pada Megumi yang dengan sigap ditangkapnya. Hanya bersama Megumi lah kau bisa bebas berekspresi, mungkin pengaruh telah dekat sejak kecil.
Megumi mendengkus kasar, menyimpan senjata itu ke dalam bayangannya, lantas ikut bangkit. Ia menepuk kepalamu dan berucap, "Kau benar. Kita tidak punya waktu untuk kehidupan normal. Yang terpenting, kita harus memenangkan pertandingan ini agar tidak dihajar olehー"
"Maki-senpai, 'kan?"
"Ya," lanjutnya menanggapimu seraya mengulas seringai. Kalian berdua pun berjalan bersama, bersiap-siap sebelum memulai pertarungan.
Memiliki kekuatan ini seperti kutukan, seolah mempunyai kewajiban untuk melindungi orang-orang. Namun, sedikit saja, ia ingin merasakan perasaan kemenangan. Sebuah keadaan batin di mana sosok yang ingin ia habiskan sisa hidupnya belum dimiliki oleh orang lain.
Baik itu hati, maupun tubuhnya. Hanya ia yang bersedia memberi uluran, melindungi, dan menerimamu seutuhnya. Seperti marshmallow, kau yang manis bukanlah seleranya. Sedikit demi sedikit, memori-memori yang kau habiskan bersamanya membuat ia menjadi luluh.
Megumi sadar, kau bukanlah marshmallow, sebuah gadis kecil penakut yang dulu harus selalu ia lindungi. Perasaan sekarang dan di masa depan yang ia miliki inilah adalah bentuk dari makanan kecil manis nan berwarna putih itu.
.
.
.
[END]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro