Page 3
"Dari kecil, kami sudah bersama. Aku melindunginya dan dia berada di balik punggungku. Namun, entah sejak kapan, ia berusaha bersanding di sampingku dengan senyuman khas miliknya."
.
Helaian rambut milikmu yang sebelumnya kau ikat, tiba-tiba saja terlepas, membuatnya terurai. Kau menengadah, menatap sosok anak lelaki yang seumuran dengan dirimu. Iris yang tajam dan bulu mata yang lentik, aspek tersebut membuatmu terpaku. Baru kali ini kau melihat sosoknya setelah pindah di daerah ini.
Tas berwarna merah yang kau kenakan, segera saja kau eratkan. Sesekali, kau berusaha menyembunyikan rasa sakit yang kau terima di bagian kaki. Namun, kau tidak bisa menolak uluran tangan yang ia berikan, kau pun menerimanya. Di belakangnya, terdapat sosok perempuan dengan ponytail berteriak khawatir.
"Ugh, kenalannya nanti saja. Yang penting kau tidak diganggu oleh mereka lagi, kan? Baiklah, selamat tinggal," pamitnya datar seraya berlari ke arah gadis tersebut. Wajahnya nampak risih, tetapi terlihat jelas kalau ia juga merasa senang. Nampaknya, ia adalah kerabat dari anak lelaki yang berusaha menolongmu tadi.
Senyum tipis kau sunggingkan, merasa bersyukur melihat kehangatan tersebut. Waktunya telah tiba, sore mulai menjelang kau harus segera pulang agar tidak bertemu dengan banyak makhluk tak kasat mata.
*
"Hm ..."
Megumi bergumam pelan ketika kembali mengingat memori lamanya mengenai pertemuan di antara kalian berdua. Ia mendengkus kasar kemudian menerima pesanan setelah beberapa menit lamanya, ia melamun. Mendapati pesanan tersebut, segera saja kau pun melahapnya dengan pelan.
Pemuda itu merasa malas untuk mencicipi, lagipula memang bukanlah seleranya. Tapi, ia bisa apa ketika menemukan ekspresi penuh gembira yang kau pasang di hadapannya? Benar-benar, membuatnya gila.
"[Name], apa bisa kau minum dengan rapi?" tegur Megumi seraya memutar kedua irisnya, malas. Dahimu mengerut, kebingungan. Lekas saja ketika kau hendak mengambil kaca, jari-jemari miliknya membersihkan pipimu yang belepotan karena minuman. Ia kembali berujar dengan sinis, "pokoknya aku tidak mau tahu, kau harus penuh energi saat pekan olahraga dimulai. Aku tidak ingin kalau Gojo-sensei mengomel padaku."
"Memangnya sensei pernah mengomelimu? Bukannya sebaliknya?"
Kau bertanya dengan tatapan tak percaya sembari melanjutkan kegiatanmu. Marshmallow yang kau makan berbeda dengan minuman sebelumnya, lekas saja kau masukkan ke dalam gelas cokelat panas tersebut. Tak membalas, kau kembali bertanya, "Lagipula, kalau boleh jujur, aku tidak ingin bergabung sama sekali. Persetan dengan kalian yang ingin menjadi kuat, pertandingan atau apa pun itu. Aku ... hanya ingin kembali ke kamarku."
Tangan milik Megumi sontak saja menjitak kepalamu, membuatmu mengaduh kesakitan. Lantas kau melempar tatapan garang kepadanya.
"Apa-apaan itu?! Kau ini selalu saja memukul kepalaku!" serumu penuh kesal.
Megumi entah mengapa membenci dirimu yang terlihat penuh kegelapan akhir-akhir ini. Apakah sebegitu besarnya pengaruh Itadori Yuuji kepadamu? Kalau ia juga boleh jujur, Megumi merasa lebih marah akibat kehilangan sosok tersebut, baik pada dirinya ataupun pemuda seperti cahaya mentari itu.
Pemuda bermarga Fushiguro itu menghela napas pasrah. Ia memalingkan wajah, menatap ke jendela namun tetap memperhatikan dirimu yang tengah marah padanya di balik ekor matanya. Setelah memastikan marshmallow dan cokelat panas yang kau nikmati telah habis, ia pun bangkit untuk membayar di kasir.
Kau menunggu hingga ia kembali ke tempat dan menarik lenganmu secara lembut. Meskipun di wajahnya, ia terlihat seperti tengah dipaksa.
"Ayo, setelah ini kita ke rumah hantu," ujar Megumi dengan enteng.
Sontak, matamu melotot padanya. Kau menimpali penuh rasa terkejut, "Maksudmu ke tempat yang banyak energi negatifnya? Tidak, tidak, tidak. Aku tidak mau!"
Hanya jika menyangkut hal ini saja, Megumi mendapati dirimu penuh rasa kekanakan. Sedari kecil, ia tahu kalau kau membenci hantu dan makhluk tak kasat mata lainnya. Meskipun sudah menghadapi yang asli, tetap saja kau selalu kesal dan buruk dengan yang namanya rumah hantu.
"Anggap saja, ini latihan."
"Latihan dari mana? Megumi, sejak kapan kau ketularan tingkah sensei? Apa kau sebegitu depresinya ingin menghiburku sampai-sampai harus memilih tempat seperti itu?"
Tidak, aku hanya ingin melihatmu dalam mode dilindungi saja. Sudah lama kau tidak seperti itu.
Megumi ingin membalas perkataanmu sesuai dengan kata batinnya. Namun, ia hanya menyeringai sembari membalas, "Kita lihat saja nanti."
Kau hanya bisa menggelengkan kepala mendapati tingkah Megumi yang tak seperti biasanya. Namun, kau pun tidak menolak. Mungkin perkataan sensei memang benar adanya, kau butuh udara segar dan suasana yang baru.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro