Semoga
Hari terus berganti. Waktu tak sudi
berhenti. Kesedihan masih saja meliputi.
Aku berdiri di gubuk kecil yang tampak sekarat.
Memori kembali mengalun. Aku yang duduk di ambang pintu, menikmati hembus lembut angin dan merdu burung yang bernyanyi.
Seperti biasa, kamu bersandar di dada. Kusisir rambutmu sedang kamu bermain nada. Kamu berikanku pelukan kala ku usai. Kamu tunjukkan senyuman yang selalu membuai.
Dulu begitu. Namun, kini berhembus sendu. Tanpa melodi burung yang sedang bermadu. Tanpa kamu.
Aku bersandar di tembok ruang putih dengan bau obat yang mencekat.
Pedih kembali mengusik. Teringatku akan senyumanmu yang getir. Setiap pagi, kukecup kening, pipi, bahkan bibirmu. Tak ada lagi rambut untuk disisir.
Aku jadi terbiasa. Membacakanmu cerita dari buku baru hasil tabunganku, bermain tebak-tebakan denganmu, hingga hanya memandangi wajahmu sampai kamu tersenyum kecut.
Dulu begitu. Katamu Tuhan Maha Mengasihi, Tuhan Mahaadil, jangan pernah salahkan Tuhan.
Kini, kamu telah diambil. Tak ada lagi tawamu atas candaku yang tak lucu. Tak ada lagi senyummu untuk kupandangi setiap waktu. Tak ada lagi kamu.
Sayangku, maafkan kakakmu yang tak mampu menjaga senyummu. Yang tak mampu menjaga ragamu. Yang tak mampu dan tak akan pernah mampu untuk menjadi sosok yang selalu melindungimu.
Semoga Yang Berkuasa perbolehkanku untuk kembali menjumpaimu.
Tentu saja aku menjaga janjiku. Aku akan tetap hidup. Sebagai ganti umurmu yang telah lama meredup.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro