Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

18. Lo brengsek!

"Pada akhirnya kata perpisahan selalu merenggut semuanya. Entah itu kamu dan kehadiranmu, ataupun aku dengan kepura-puraanku"

*****

Siang hampir menjelang sore, Shanette memutuskan untuk ke rumah Galang menanyakan semuanya secara jelas tanpa ada hal lain yang disembunyikan dan semuanya terasa seolah berbeda.

Semuanya harus terselesaikan hari ini, dia tidak mau terus-terusan terjebak dalam kata penasaran.

Shanette menekan bel rumah Galang, pintu terbuka lebar, berdirilah mama Galang yang menyambutnya dengan senyuman hangat.

"Selamat sore, Tante." Shanette menyalami mama Galang.

"Sore juga Shanette, ayuk masuk."

"Sebelumnya, Galang-nya ada gak, Tante?"

"Oh ada, kebetulan dia lagi sama Reta di taman belakang, mau nyusul?"

"Iya tante, boleh Shanette minta di anterin ke sana?"

"Jelas aja boleh kok."

Shanette mengikuti langkah mama Galang menuju taman belakang, taman itu terlihat sejuk karena banyak tanaman yang tumbuh dengan subur dan pastinya terawat dengan baik.

Benar saja bahwa Galang ada di sana, dia bersama Reta dan keduanya masih sama-sama mengenakan seragam sekolah.

"Lang, ini Shanette nyariin kamu."

Galang berbalik badan, ada sedikit raut kaget, namun cepat-cepat dia kembali menatap dengan sorot datar.

"Ada apa? Lo nyasar apa gimana? Ini rumah gue, bukan Kavin."

Lagi, jelas saja perkataannya kembali menyakiti hati Shanette.

"Galang, jangan kasar." Mamanya memperingatkan.

"Lang, boleh kita bicara sebentar."

Galang menatap Reta, "Lo ke sana dulu sama mama, biarin gue sama Shanette. Bisa kan?"

Tidak seperti biasanya, Reta langsung patuh dan mendengarkan ucapan Galang barusan.

Setelah kepergian mama Galang dan Reta, Shanette memutuskan untuk duduk di bangku sebelah Galang.

"Kenapa? Lo terasa sangat beda bagi gue."

Galang diam, pandangannya masih terfokus ke depan.

"Gue di sini, di sebelah lo, bukan di sana."

Galang mendecak pelan, lalu menatap sinis. "Langsung aja, tujuan utama lo ke sini apa? Gak usah basa-basi. Buang-buang waktu gue tau gak."

"Gue cuma pengen tau, kenapa lo tiba-tiba berubah, bahkan mengucapkan selamat tinggal? Itu semua terkesan mendadak bagi gue. Padahal pertemuan kita sebelumnya semuanya masih baik-baik aja, masih saling bercanda, saling curhat."

"Lo keberatan? Seharusnya dari dulu gue ngomong kayak gitu, lo kira lo penting? Gak sama sekali. Lo cuma bikin kehidupan gue jadi ribet tau gak, seharusnya dari dulu gue sadar, dan dengerin kemauan Reta. Bahwa lo cuma datang untuk merepotkan gue. Iyakan?"

"Lo sadar apa sama ucapan barusan?" Shanette berusaha untuk tidak menangis.

"Bisa lo liat sendiri kan? Gue sadar, gak pingsan. Jadi jangan datang lagi, hidup gue bukan hanya sebatas lo, jangan menuntun semua orang untuk peduli sama lo, jangan cengeng, jangan lemah. mereka juga punya kehidupan sendiri."

Galang menatap Shanette, lalu tersenyum sinis.

"Jangan merasa kalau di dunia ini, cuma lo yang butuh sandaran, semua orang butuh kali. Stop mengemis perhatian sama orang lain, karena kalau terus-terusan kayak gitu. Lo benar-benar menjijikkan."

Plakk.....

Kali pertama, Shanette menampar seseorang, dan itu adalah Galang, seseorang yang awalnya sangat berarti untuknya.

"Makasih atas waktunya, makasih udah mau gue repotin selama ini, gue kira lo tulus seperti perkataan yang pernah terucap, tapi nyatanya. Sama aja ya."

Shanette mengusap kasar air matanya, lalu tertawa pelan.

"Mungkin kemarin gue cuma mengenal lo di satu sisi, tapi sekarang gue mengenal di kedua sisi sekaligus, bahwa Galang Abiputra juga termasuk lelaki brengsek."

"Tenang aja, gue bakalan terus ingat kok sama perlakuan baik lo, gue gak bakalan lupain semua hal. Makasih udah memperkenalkan gue pada senja, hujan, dan semua hal yang berkaitan dengan alam, makasih sudah hadir dan memberikan beberapa kata motivasi supaya gue bisa semangat, silahkan lanjutkan hidup lo, semoga bisa mendapatkan semuanya. Maaf karena gue pernah hadir dan membuat kehidupan lo jadi ribet."

Shanette bangun dari duduknya, "Sekali lagi makasih, seharusnya lo gak perlu menawarkan bantuan dulu, karena gue emang cuma bisa nyusahin orang lain, selamat sore."

Shanette berlari kecil, meninggalkan Galang yang masih termenung dengan posisi tangan yang memegang pipinya bekas tamparan Shanette barusan.

"Lo pantes mendapatkan ini semua, dia jauh lebih terluka pastinya."

****

Selama perjalanan menuju ke rumah, Shanette tak henti-henti menangis.

"Neng, jangan nangis. Semua masalah pasti akan terselesaikan."

"Iya, Pak."

Shanette memutuskan untuk menatap ke luar jendela taksi, merenungkan semua hal yang pernah dia lalui bersama Galang.

Dia berhenti di salah satu minimarket, dengan mata yang terlihat sembab. Pasti mengundang perhatian banyak orang.

"Shanette, kan?"

"Raskal? Temannya Galang kan?"

"Iya, lo kenapa? Habis nangis?" tanya Raskal.

"Gak kok, tadi cuma kelilipan aja."

"Soal Galang? Dia habis ngomong apa aja?"

"Lo tau gak, kenapa Galang berubah kayak sekarang?"

"Ya udah, kita ngobrol di sana aja, gak enak di depan minimarket kayak gini." Ajak Raskal, yang disetujui Shanette.

Keduanya duduk di bangku yang terletak di samping minimarket.

"Galang mau kuliah ke Amerika."

Bola mata Shanette membulat kaget, "Lo gak becanda kan, bukannya dia mau ke UI?"

"Impian Galang dari dulu adalah kuliah ke sana, sejak ketemu sama lo dia emang pernah memutuskan untuk lanjut di sini aja, bahkan melawan papanya.

"Tapi semenjak liat kedekatan lo sama Kavin, dia memilih mengalah dan membiarkan lo sama dia. Bukannya kebahagiaan lo emang terletak pada Kavin? Jadi gak ada salahnya kalau Galang pergi untuk mengejar mimpinya."

Shanette terdiam, "Kenapa Galang gak pernah kasih tau ini sama gue? Gue kira mimpi dia memang di UI."

"Galang gak pengen buat lo kecewa, dia pengen ada di sini nemenin lo Sha, tapi lagi-lagi karena ada Kavin. Makanya Galang milih buat mundur."

"Terus gue harus apa?" tanya Shanette.

"Galang jatuh cinta sama lo, apa lo tau soal itu?"

"Dia pernah bilang, gue kira dia bercanda."

"Dia gak pernah bercanda Sha, lo cinta pertama Galang. Kalau lo emang memiliki perasaan yang sama, tahan dia supaya tetap di sini. Tapi kalau lo cuma anggap dia sebagai sahabat, ya udah. Relakan dia untuk mengejar mimpinya, lo pasti pengen dia menemukan kebahagiannya kan? Pikir itu baik-baik.

"Gue pulang dulu Sha, jangan sampai penyesalan menghampiri lo. Karena kalau lo sampai salah mengambil tindakan, maka semuanya bakalan rusak."

*****

Ayuk vote dan komen.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro