Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 9a

"Aku tahu kamu pasti grogi."

"Keringat dingin, kaki gemetar, ingin muntah. Bisa nggak aku balik lagi?"

"Dara. Salah, ingat namamu Roxie."

"Tapi aku takut."

"Roxie, kamu direktur PT. Aganata. Bukan Dara istri Dani. Apa kamu paham?"

Dara berusaha memfokuskan diri. Ia menatap jalanan yang padat di Sabtu malam. Mencoba mengabaikan dadanya yang sesak karena grogi. Siapa yang tidak takut, setelah menghilang lebih dari setahun, ia harus kembali untuk menghadapi orang-orang yang pernah mencelakakannya. Satu dari mereka adalah musuhnya.

"Bagaimana kalau malam ini gagal? Maksudku, aku ketahuan."

Juan menoleh ke samping, tersenyum. "Kalau begitu, aku akan menggendongmu dan membawamu lari."

Dara ternganga. "Hah, jalan keluar macam apa itu?"

"Biar kamu nggak mikir macam-macam. Ingat saja, ada aku."

"Iya, ada kamu. Kita berdua menghadapi begitu banyak orang di pesta itu. Kita tidak tahu siapa lawan dan siapa kawan."

"Pernahkan kamu berpikir bisa jadi di antara mereka sendiri pun saling bertentangan."

Pertanyaan Juan membuat Dara tersadar akan sesuatu. Ia menoleh ke arah Juan dan berucap pelan, seakan heran karena ia baru mengingatnya. "Apa aku pernah cerita tentang hubungan Lewis dan Sandi yang tidak pernah akur?"

Juan mengangguk. "Pernah, dari penyelidikanku sampai sekarang pun masih. Meski Dani yang terpilih sebagai direktur, mereka tahu siapa penyokong di belakangnya."

"Sandi pasti marah. Aku tahu, dia menginginkan jabatan itu juga. Bisa dikatakan, di antara semua keluargaku, dia yang paling baik padaku. Agak kasihan melihatnya tersingkir."

Juan mengusap lembut bahu Dara. "Apa yang kamu tahu tentang mereka, simpan baik-baik di pikiranmu. Kini saatnya menghadapi mereka."

Saat mobil yang mereka naiki mulai mendekati area hotel, jantung Dara seperti dipompa keras. Ia menggenggam tisu dan berharap keringatnya terserap. Namun, ia tahu kalau apa yang ia lakukan sekarang tidak banyak membantu. Lewis dan Sandi adalah kerabatnya. Dani adalah suaminya, tapi rasanya seperti ingin menghadap setan.

Ia melirik Juan yang terlihat tampan dalam balutan jas hitam. Rambutnya yang panjang diikat ekor kuda. Malam ini mereka berperan sebagai sepasang kekasih sekaligus patner kerja. Diam-diam Dara bersyukur saat seperti ini ia tidak sendiri.

"Juan, apa kamu tahu aku dulu sering menderita serangan panik?"

Juan menoleh lalu mengangguk.

"Jadi kamu tahu?"

"Sedikit banyak aku tahu. Kapan awal mula kamu menderita itu?"

"Setelah kematian Kakek. Merasa sendirian di dunia dan dunia seperti mengukungku."

Percakapan mereka terjeda, mobil mengantri untuk masuk ke halaman parkir hotel. Banyak kendaraan mewah di depan dan belakang mereka, sepertinya para tamu hotel atau pesta yang diselenggarakan oleh Lotus Group. Para petugas sibuk mengatur lalu lintsa dan membantu mempermudah kendaraan memasuki hotel.

"Bukankah sekarang tidak lagi?"

Dara mengangguk. "Semenjak keluar dari rumah itu dan bersamamu, aku nggak lagi ngrasa memang."

"Bagus, kalau begitu fokus sama tujuan kita. Kalau kamu merasa panik, cari aku."

"Mencarimu? Lalu, kamu akan membawaku kabur?"

Juan memiringkan kepala dan tertawa lirih. "Ide bagus. Mau gendong depan ala princess atau gendong belakang juga boleh."

Menghela napas panjang, Dara berusaha menyingkirkan rasa takut saat teringat kembali akan dirinya yang dulu. Mudah panik, stress, dan sering kali kehilangan akal. Seolah-olah ia hanya bonek hidup di dalam rumah kaca. Bertemu dengan Dani, sedikit mengalihkannya dari kesedihan. Awal mula laki-laki itu mendekatinya, ia bahagia bisa merasakan arti disanjung dan dicinta. Hingga pernikahan mengubah perasaan itu. Kini, ia tidak tahu apakah waktu itu benar mencintai Dani, atau hanya sekadar takut kesepian.

Dipikir lagi, Dara tidak punya teman sama sekali dalam hidupnya. Setelah menjabat sebagaiu direktur, waktunya dihabiskan untuk bekerja dan berpura-pura bahagia menjadi istri Dani. Ia bahkan tidak mengerti apa yang ia inginkan. Semua serba abu-abu untuknya, terutama tentang hatinya. Saat itu pula, ia menyadari kalau Dani tidak benar-benar mencintainya.

Dengan keluarga yang memusuhi, dan suami yang peselingkuh, ditambah beban pekerjaan yang berat, Dara merasa hidupnya berada di neraka. Saat terjadi serangan panik, ia hanya berusaha untuk terus hidup, tetap bernapas, meski dalam hati ingin sekali mati.

"Tenangkan dirimu, jangan berpikir yang bukan-bukan."

Seolah tahu apa yang Dara pikirkan, Juan meremas jemarinya. Ia tersenyum, mengangguk kecil.

Mobil parkir di tempat yang telah ditentukan. Juan merapikan dasi dan jas lalu berucap lembut. "Sudah siap, Roxie?"

Dara tertawa kecil, mengibaskan rambut merah bergelombang yang sengaja ditata khusus untuk malam ini dan mengangguk. "Siap!"

Mereka turun dari mobil. Dara yang malam ini memakai gaun panjang warna hitam berbahan lentur yang membalut tubuhnya dengan pas. Tidak ada yang mencolok dengan penampilannya, terlihat anggun dan berkelas, kecuali tentu saja rambutnya yang merah dan bergelombang di punggung. Saat Juan meraih tangannya dan mereka bersama-sama memasuki lobi hotel, keduanya terlihat seperti sepasang model yang berjalan di atas catwalk. Menyilaukan mata orang-orang yang memandang mereka.

**

"Malam ini kita kedatangan tamu penting." Lewis berbisik pada Dani.

"Siapa?"

"Investor baru dari PT Aganata."

Dani mengernyit. "Kenapa kedengarannya asing?"

"Karena kamu tidak mencari tahu dan semua informasi yang aku berikan melalui Jeff, hanya kamu lihat sekilas." Lewis merasa jengkel sekarang.

"Pamn, santai saja. Tinggal tunjukkan yang mana orangnya dan biarkan aku yang menyambut."

Lewis menatap Dani yang berdiri dengan wajah memerah. Entah sudah berapa gelas yang diminum laki-laki itu. Mereka sedang berpesta tapi Dani sibuk menghabiskan alkohol. Ia sudah berusaha memperingatkannya tapi diabaikan dan itu membuatnya marah karena merasa tidak dihargai.

Ia menatap Dani yang kini menyapa tamu lain. Laki-laki itub tertawa keras dan bicara hal-hal ngawur, membuat Lewis yang mendengar jadi muak. Kalau tidak ingat mereka sedang berpesta, ingin rasanya ia menghajar Dani dan melemparkannya ke jalanan.

"Pak Lewis, ada banyak tamu yang belum disapa oleh Direktur."

Jeff muncul di samping Lewis.

"Kamu lihat bossmu? Bertingkah konyol dengan meminum banyak alkohol. Sampai lupa apa yang menjadi tugasnya."

Jeff menatap Dani yang kini sedang tertawa bersama segerombolan orang. "Sepertinya dia stress."

"Stress karena apa? Pekerjaan? Tidak mungkin! Dia tidak melakukan apa pun di perusahaan Jeff, kamu tahu itu."

"Memang, tapi entahlah."

"Aku yakin ada hubungannya dengan pacar gelapnya. Apa kamu lihat berita kalau mereka akan bertunangan?"

"Iya, saya melihatnya."

"Perempuan gatal bertemu dengan laki-laki tidak tahu malu. Bahkan kuburan istrinya pun belum ditemukan, dia sudah melompat ke ranjang perempuan lain."

"Pak, tenangkan diri Anda," ucap Jeff lirih. Ia takut kalau emosi yang memercik di antara Lewis dan Dani, akan berakibat buruk bagi pesta mereka. Bagaimana pun, ini pesta penting dan banyak orang-orang penting dari mulai investor, pemegang saham, hingga dewan direksi ada di sini. Akan sangat merugikan bagi nama perusahaan kalau pesta hancur karena masalah pribadi.

Lewis menghela napas, menepuk pundak Jeff. "Kamu tenang saja, Jeff. Aku tidak akan bertindak gegabah demi bajingan itu."

Mereka terdiam saat Sandi datang menghampiri. Laki-laki tinggi itu memegang minuman di tangan dan menghentikan langkah tepat di depan Lewis.

"Pesta yang meriah dengan direktur yang mabuk. Selamat." Sandi mengangkat gelasnya dan senyum sini meluncur dari bibirnya.

Lewis menatap tajam, berharap emosinya tidak semakin meninggi karena ulah orang-orang yang membuatnya jengkel.

"Menyingkirlah dari hadapanku, dan lakukan tugasmu."

Sandi mengangkat sebelah alis. "Tugasku? Yang mana? Aku hanya manajer biasa. Dalam pesta sebesar ini, adalah tugas Direktur dan wakilnya. Bukan aku." Meninggalkan Lewis dengan tawa keras, Sandi merasa sudah cukup membuat Lewis kesal. Semua orang bisa melihat kalau Dani sedang berulah. Laki-laki itu kehilangan wibawanya karena terlalu banyak minum, tinggal menunggu waktu untuk tersungkur.

Di sudut pesta, setelah menjauh dari keramaian, Dani memijat pelipisnya. Ia merasakan pusing karena alkohol, padahal seingatnya hanya minum satu gelas dan itu pun sampanye yang kadar alkoholnya tidak terlalu tinggi. Kenapa bisa sepusing ini? Beberapa kali ia terhuyung dan nyaris ambruk kalau bukan karena Jeff yang membantunya.

"Pak, minum obatnya."

Jeff datang memberikan sebutir obat pereda mabuk beserta air putih dalam gelas. Tanpa kata Dani meminumnya dan menyerahkan gelas kosong pada pelayan.

"Ini aneh, Jeff. Aku hanya minum satu gelas tapi kenapa bisa mabuk." Dani mengusap wajahnya yang berkeringat dengan sapu tangan. "Biasnya nggak pernah begini."

"Mungkin, sedang tidak enak badan."

"Bisa jadi." Menegakkan tubuh, Dani berusaha menjaga keseimbangan. Malam masih panjang, masih banyak juga tamu yang belum disapa dan ia tidak akan membiarkan dirinya terjerembab dan jatuh.

"Ayo, kita menyapa para tamu lain."

"Anda yakin bisa?"

"Bisa, Jeff. Jangan jauh jauh dari aku dan ingatkan aku untuk tidak minum alkohol."

Jeff mengangguk, mengiringi langkah Dani menuju kerumunan pesta. Dari arah pintu masuk, sepasang laki-laki dan perempuan melangkah bergandengan dengan anggun. Orang-orang menatap mereka dan bertanya-tanya, siapa tamu yang datang. Senyum Jeff merekah, ia berucap pelan pada Dani yang sepertinya juga terpukau dengan tamu yang baru saja datang.

"Pak, itu Nona Roxie dan tunangannya bernama Juan dari PT. Aganata."

Dani tidak menjawab, matanya tak berkedip menatap pasangan yang baru saja datang. Terutama pada sang perempuan yang terlihat begitu cantik dan memukau. Perempuan itu, tersenyum kecil dan bergenggaman tangan dengan laki-laki tampan berambut gondrong. Visual yang terlihat bukan seperti seorang direktur dan pengusaha, tapi lebih ke aktor dan aktris yang sedang melangkah ke karpet merah.

Perempuan bergaun hitam itu, membuat Dani benar-benar terpukau. Seperti ada magnet yang membuatnya tidak berkedip saat memandang perempuan itu. Caranya bergerak, tersenyum, dan melangkah sungguh memesona.

**

Tersedia di googgle playbook

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro