❬ 5 ❭ Tetangga Baru
Tidak sepatutnya seorang gadis pergi sendirian di waktu malam, tetapi Naila melakukannya. Gadis itu terpaksa keluar rumah sejenak karena ibunya menyuruhnya untuk membeli sate.
Sebenarnya Naila ingin sekali berbaring di ranjangnya sembari menceritakan kejadian hari ini kepada Grey, tetapi pemuda itu lagi-lagi menghilang.
Naila mengeratkan jaketnya dikala silir angin menembus kulitnya. Gadis itu menggigil kedinginan, ini sudah pukul sepuluh malam dan Naila masih dalam perjalanan.
"Naila!"
Suara seseorang memanggil, Naila menoleh ke sumbernya, alangkah terkejutnya ia melihat Liam kini berjalan di sebelahnya.
"Kau habis dari mana?" tanya Liam melirik plastik di tangan Naila, terdapat tusuk sate yang menonjol di tengah plastik itu, "Sate?"
Naila mengganguk seadanya, "Kau juga dari mana?"
"Aku habis dari supermarket." Liam berjalan seiringan dengan langkah Naila.
"Tumben sekali kau keluar malam-malam begini?" Liam bertanya kepada Naila karena merasa heran saja.
"Haha, iya, mamaku sedang ingin makan sate." Naila tertawa hambar serasa asing dengan kata 'mama'.
"Oh iya, aku dengar besok ada orang baru yang akan tinggal di sebelah rumahmu."
"Benarkah?" Naila terperangah, ia baru mendengar berita ini, "siapa?"
Liam mengangkat bahunya, "Mana ku tau, tunggu saja besok."
"Ah, ngomong-ngomong dari mana kau tau?" tanya Naila penasaran. Padahal katanya orang baru itu akan tinggal di sebalah rumah Naila, tetapi kenapa gadis itu sendiri tidak tahu, mengapa malah orang lain yang tahu.
"Aku tak sengaja mendengarnya dari gosip ibu-ibu," jawab Liam nyengir lebar—ketauan sudah lah dia diam-diam suka mendengarkan gosip para ibu-ibu rempong.
"Ahahah, dasar tukang nguping," gurau Naila terkekeh kecil dengan tingkah Liam, biasanya cowok tidak suka dengan sebuah gosip, tetapi Liam ternyata berbeda.
"Hey, itu tidak sengaja," ujar Liam berusaha membela diri, "kau juga tukang halu."
Naila menaikan sebelah alisnya, "Tukang halu? Liam, aku ini tidak halu tau!"
"Lalu mengapa kau selalu menyebut nama 'Grey' ketika kau sendirian?" tanya Liam, membuat alis Naila kini bertaut—bingung dengan ucapan Liam.
"Grey itu temanku, Liam! Dia mungkin agak pemalu, tetapi dia selalu ada di sebelahku!" seru Naila tidak terima.
"Okay, that's little bit scary. Kau terdengar seperti anak indihome," tutur Liam ngasal.
"Indigo, bukan indihome," beo Naila membenarkan, "ngelantur terus kalau ngomong. Aku ini normal tau."
"Terserah deh." Liam menghentikan langkahnya ketika mereka sampai di halaman rumah Naila.
"Loh? Udah sampai ternyata," ujar Naila, matanya berkedip menyadari sesuatu." Rumah kita 'kan nggak searah. Kenapa kau lewat sini?"
Liam tersenyum tipis sembari melipat tangan, "Kata pepatah, perempuan itu nggak boleh sendirian malam-malam, nanti diculik om-om."
"Mana ada pepatah yang ngomong gitu! Aneh sekali kamu, Liam!" bantah Naila tidak percaya.
"Banyak om-om berkeliaran mencari mangsa di sini," ujar Liam.
"Kau ini ada-ada saja," ucap Naila menggelengkan kepalanya.
"Haha, aku pergi dulu ya," pamit Liam pergi meninggalkan Naila.
Naila memandang punggung Liam yang kini semakin jauh dari pengelihatannya, "Liam!"
Pemuda itu menoleh dari kejauhan. "Apa?"
"Makasih, ya."
***
Esoknya, Naila mengintip dari jendela kamar karena merasa penasaran dengan bunyi kendaran dari luar. Betapa terkejutnya Naila ketika melihat sebuah mobil mewah memasukki rumah di sebalah rumahnya. Jadi ternyata benar kalau ada tetangga baru di samping rumahnya, sepertinya orang tetangga barunya adalah orang yang berasal dari keluarga golongan atas.
Mata Naila menyipit agar dapat melihat wajah tetangga itu dengan jelas, tetapi sayang sekali matanya tidak seperti burung elang. Naila tidak bisa melihat wajah tetangga barunya. Yang pasti Naila tau kalau tetangganya itu laki-laki, itu yang hanya dapat Naila simpulkan.
"Nggak baik ngintip kaya gitu, tau."
Jantung Naila hampir lepas begitu mendengar suara Grey di belakangnya. Lantas gadis itu berbalik menghadap Grey sembari berdecak pinggang.
"Dasar, bikin kaget aja!" seru Naila menatap Grey kesal.
"Kemarin kamu kemana? Kenapa nggak bilang-bilang kalau mau pergi?"
"Hehe." Grey hanya cengar-cengir.
"Kamu nggak berangkat kerja, Nai? Udah setengah tujuh loh."
Kedua mata Naila membulat, ia melirik jam dindingnya. Benar saja, sekarang sudah pukul 06.35 WIB. Tamat sudah riwayat Naila jika ia terlambat lagi. Walupun sudah terbiasa terlambat, tetapi Naila bertekad untuk masuk kerja lebih awal agar terlihat rajin.
"Ayo, temani aku berangkat kerja," aak Naila segera bergegas meninggalkan kamarnya, diikuti Grey di belakangnya. Untung saja Susi belum bangun pagi ini, jadi Naila tidak dituntut untuk memasak.
***
Hari menjelang sore, sang surya perlahan pergi meninggalkan jejak jingga di atas awan. Gary menghembuskan napas lega, ia telah selesai meletakan barang-barang di rumah barunya.
Memang tidak sebesar rumah lamanya, namun rumah ini terlihat nyaman untuk ditinggali. Gary memutuskan duduk di teras rumahnya agar dapat menghirup udara lebih banyak.
Salah satu alisnya terangkat melihat seorang gadis berjalan menuju rumahnya dengan wajah kesal. Awalnya Gary berpikir bahwa gadis itu hanya orang yang sekadar lewat, tetapi gadis itu berhenti tepat di depan rumahnya.
Lantas Gary berdiri dan menghampiri gadis aneh itu, "Ada apa, Nona?"
"Grey!" Naila berujar kesal sembari menunjuk wajah Gary dengan jari telunjuknya. "Lagi-lagi kamu meninggalkanku dan malah bersantai di sini!"
"Maaf Nona, sepertinya anda salah or—"
"Apa-apaan kau memanggilku 'Nona'!" seru Naila heran, tidak seperti biasanya Gray yang ia kenal berbicara formal padanya.
"Juga ... Mengapa wajahmu seakan berkata bahwa kau tidak mengenalku sama sekali?"
"Memang benar." Gary melipat tangannya, "aku baru pindah ke rumah ini tadi pagi, sepertinya anda memang benar-benar salah orang."
"Tunggu, tadi pagi?" Lantas Naila memandang rumahnya dan rumah Gary secara bergantian, "t-tidak mungkin!"
"Apa maksudmu?" tanya Gary bingung.
"Jadi kau bukan Grey?" tanya Naila memastikan, walau masih ada keraguan dalam hatinya.
"Namaku Gary, Nona. Jadi, berhenti menyebutku Grey."
"Pasti kau mau menipuku 'kan Grey, bilang saja kalau kau itu lelah menghadapi sikapku yang seperti ini, jadi tolong jangan berbicara seolah kau tidak mengenalku!" ujar Naila kesal, kenapa juga Grey tidak mau mengakuinya padahal jelas-jelas orang di hadapannya adalah Grey.
"Maksudnya apa, Nona, aku benar-benar tidak mengenalmu." Gary menatap gadis aneh itu dengan sangat heran, atau mungkin wajahnya mirip dengan orang yang sedang gadis itu cari. Akan tetapi tidak mungkin wajahnya pasaran sampai orang lain saja menyangka dirinya adalah teman gadis itu.
"Heh, kamu jangan pura-pura tidak mengenalku ya, ayo bantu aku memasak di rumah!"
Dengan lancangnya Naila mendekati Gary dan menarik secara paksa laki-laki itu untuk ikut dengannya.
"Apakah kau gadis gila?" tanya Gary kesal.
Naila yang kesal dengan sengaja menginjak sepatu Gary dengan keras.
"Awhh, Nona, kau kasar sekali denganku."
"Bukannya sudah biasa seperti ini, ayo bantu aku memasak sebelum mamaku pulang." Naila menarik Gary untuk ikut ke rumahnya.
"Ya ampun, Nona, kau benar-benar salah orang," ujar Gary berhenti berjalan mengakibatkan Naila juga ikut berhenti.
"Maksudmu apa, kau Grey 'kan?" tanya Naila.
"Bukan, Nona. Namaku Gary alias G-A-R-Y." Gray mengeja satu persatu namanya agar lebih jelas lagi.
"Kenapa wajahmu sangat mirip dengan temanku, Grey?" tanya Naila bingung.
"Aku tidak tau, yang jelas kau salah orang!" ujar Gary kesal, lalu pergi meninggalkan Naila begitu saja.
Naila yang masih bingung memandang punggung laki-laki bernama Gary—tidak percaya jika dia bukan Grey. Wajahnya saja mirip, namanya juga hampir mirip, kenapa ada manusia semirip itu?
"Apakah yang dikatakan Liam benar kalau aku hanya tukang halu?" batin Naila bimbang.
***
Berlanjut ....
Hayoloh, Naila sendiri mulai bingung. Kalian apa lagi, kan. 🤣
Yuk yuk, stay tuned terus buat nungguin Naila sama ... Grey atau Gary, nih? 🤣
Papay!
Salam sayang dari Tim Mipanzuzuzu; vianisafajar, Dyairaa_, dan chaxian_.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro