Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❬ 3 ❭ Grey Itu Nyata atau Halusinasi?

Sudah 11 tahun berlalu, tetapi rasanya baru kemarin Naila ditinggalkan oleh ayahnya. Walaupun Rido adalah sosok pria yang keras, Naila tetap menganggap pria itu sebagai ayah kandungnya. Terkadang, Naila iri dengan anak-anak yang beruntung bisa mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Naila memang tidak seberuntung anak lain, namun ia tetap merasa bersyukur.

Sudah cukup Naila menderita selama ini. Seharusnya sekarang ia sudah bahagia bersama dengan sosok pria yang mampu menemaninya sampai akhir maut. Akan tetapi, belum ada juga pemuda yang mendekati Naila, kecuali Grey. Pemuda itu adalah satu-satunya orang yang selalu membuat Naila semangat dengan hidupnya yang sulit. Bisa dikatakan Naila sebenarnya memiliki rasa kepada pemuda bernama Grey.

Namun, Naila masih bingung dengan keadaannya sendiri. Empat tahun lalu, Naila divonis mengidap sebuah penyakit yang jarang dimiliki orang lain. Penyakit yang mampu membuat Naila bingung dengan kehidupannya sebenarnya yang nyata dan tidak nyata itu mana. Karena Naila divonis mengidap penyakit skizofrenia.

Cukup memprihatinkan. Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, dan juga menunjukan perubahan sikap. Pengidap skizofrenia umumnya mengalami kesulitan untuk membedakan antara kenyataan dengan pikiran yang ada pada diri si pengidap.

Jadi, Naila pun kadang tidak bisa membedakan keadaan yang nyata dan hayalannya saja. Terkadang, Naila berpikir kalau bagaimana Grey itu hanya sosok halusinasi saja. Akan tetapi, Naila selaku berpikir positif kalau Grey itu benar-benar nyata dan ada di hadapannya.

"NAILAAAAA!"

Naila tersentak kaget. Hampir setiap hari gadis itu mendengar teriakannya. Susi dengan sikap yang keras selalu saja memperlakukan Naila dengan buruk, sudah sejak dahulu. Naila tidak kaget lagi, sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.

Naila segera keluar dari kamarnya, menemui Susi agar wanita itu tidak marah kepadanya jika dipanggil tidak datang. Terkadang, Naila lelah dimarahi oleh ibunya, tetapi bagaimanapun juga Susi itu adalah ibu kandungnya—orang yang sudah melahirkan Naila.

"Kenapa, mah?" tanya Naila sudah berdiri di hadapan ibunya.

Wanita paru baya itu kini sedang duduk di kursi dapur, tepat di depan meja makan. "Kamu itu bagaimana sih, mana makanannya?"

"Mah, tadi Naila lupa belum masak karena sayuran sudah habis," jawab Naila jujur.

"Alasan saja kamu! Dasar anak pemalas!"

"Mah, Naila beneran ga bohong! Kalau tidak percaya, lihat kulkasnya. Tidak ada bahan makanan sama sekali," terang Naila menujuk kulkas yang tidak jauh dari ibunya.

"Kamu kan kerja! Punya uang sendiri, kamu lah yang beli semuanya," ujar Susi.

"Tapikan mah, biasanya mamah yang belanja."

"Kamu mau melawan saya? Harusnya kamu inisiatif sendiri! Saya capek kerja, uang buat mamah sendiri. Sedangkan kamu harusnya kerja buat menghidupi kebutuhan kita."

"Maaf mah," ucap Naila pasrah, rasanya menyakitkan ketika Susi selalu saja menyalahkannya dalam hal apapun.

"Saya lapar, sana belanja dan mulai memasak!" perintah Susi.

"Baik, mah."

Naila pergi meninggalkan dapur dan menuju kamarnya untuk bersiap-siap akan pergi berbelanja.

Naila membuka dompet hitam yang berada di tas kerjanya untuk mengecek sisa uang bulan ini.

"Tinggal dua ratus ribu, harusnya buat konsultasi penyakit aku ...." Naila ragu karena uangnya hanya tinggal sedikit, bulan ini dia harus pergi ke psikiater karena ingin memastikan penyakitnya tidak bertambah parah. Naila melakukan itu karena semakin hari semakin bingung dengan keadaannya, gadis itu hanya butuh satu jawaban, Grey itu nyata atau halusinasi?

"Ya sudahlah, bulan ini tidak susah konsultasi. Lagi pula aku masih bisa ngelawan penyakit aku ini. Aku harus percaya kalo semua yang aku lihat itu nyata!"

***

Pasar menjadi salah satu tempat paling sering dikunjungi oleh orang-orang. Banyak yang memiliki keperluan di pasar, ada yang mencari uang sebagai penjual dan juga mencari kebutuhan sebagai pembeli. Dari sekian banyaknya orang di pasar, Naila termasuk sebagai orang yang menjadi pembeli karena harus memenuhi kebutuhan.

Gadis itu ditemani oleh Grey, ia bertemu dengan lelaki itu ketika Naila sedang berjalan sendirian di sekitar rumahnya. Naila mengajak Grey pergi ke pasar agar gadis itu tidak sendirian, dia ingin selalu mempunyai teman yang bisa diajaknya kemanapun.

"Kamu mau beli apa?" Grey bertanya seraya terus berjalan di samping Naila.

"Bahan buat masak, soalnya sudah habis di rumah," jawab Naila tersenyum kepada Grey.

"Kamu cantik kalau senyum."

Naila menatap Grey karena terkejut dengan apa yang tadi dikatakan pemuda itu, dia sedikit malu.

"Kamu kenapa, Nai?" tanya Grey merasa tatapan Naila aneh ketika menatapnya.

"Kamu juga tampan," ujar Naila malu-malu kucing.

"Oh, terima kasih."

Naila menelisik sekitarnya—mencari penjual sayur yang menjual sayurannya masih segar-segar. Sebenarnya hal itu juga untuk mengalihkan perhatian dari Grey, sejak tadi jantungnya tidak bisa dikontrol. Ketika Naila berdekatan dengan Grey, jantung gadis itu pasti berpacu cepat. Rasanya juga sangat nyaman berada di dekat Grey, begitu juga dengan perasaannya yang selalu senang berada di dekat pemuda itu. Ah, mungkin Naila memiliki rasa kepada Grey, bisa jadi 'kan?

"Nai, lihat penjual di sana! Kelihatannya sayur itu masih segar." Grey menujuk pedagang sayuran yang tak jauh dari posisi Naila dan Grey.

"Iya, ayo ke sana." ajak Naila menghampiri pedagang sayur.

"Silahkan mba, mau beli sayur apa?" pedagang itu menyapa dengan ramah sembari tersenyum kepada Naila.

"Mau beli sayur kangkung, sama tomatnya satu plastik, Bu," kata Naila kepada ibu penjual sayuran.

"Yang lainnya apa, mba?" tanya ibu itu.

"Apa ya ...," ujar Naila bingung, "Grey, beli sayur apalagi ya?" tanya Naila kepada Grey yang sejak tadi hanya berdiri diam di samping Naila.

"Mbanya bicara sama siapa?" tanya ibu penjual sayur itu bingung, pasalnya Naila menoleh ke samping kanan sambil berbicara, tetapi tidak ada siapa-siapa menurut pengelihatan ibu itu.

"Sama teman saya lah, Bu, ini kan teman saya," ujar Naila menujuk Grey agar ibu itu tau kalau pemuda yang di sampingnya itu adalah temannya.

"Teman siapa mba, tidak ada siapa-siapa, mba halu atau bagaimana?" tanya ibu itu semakin bingung dengan tingkah aneh Naila.

"Lah ini Bu, jelas-jelas teman saya ada di samping saya." Naila menarik pergelangan tangan Grey.

"Mba mungkin sakit ya jadinya halu, ini totalnya jadi lima belas ribu," ujar ibu itu menggeleng heran dan memberikan kantong plastik berisi sayur kangkung dan tomat.

"Loh." Perasaan aneh muncul di benak Naila. Mengapa ibu penjual sayur mengatakan dirinya sedang halu? Jelas-jelas Grey berada di sebelahnya, masa iya ibu itu tidak melihatnya?

Naila memberikan uang yang pas, "Ini, Bu."

"Terima kasih ya mba, jangan lupa istirahat yang cukup biar tidak berhalusinasi lagi mba," ucap ibu sayur itu.

"Iya sama-sama, Bu."

Naila merasa semakin heran dengan perkataan ibu sayur itu. Mengapa dirinya selalu dianggap berhalusinasi?

"Ayo Grey, kita pulang." ajak Naila.

Naila dan Grey berjalan keluar dari pasar untuk pulang ke rumahnya, namun pikirannya masih kacau akibat kejadian tadi.

"Grey," panggil Naila pelan.

"Ada apa, Nai?"

"Aku ingin bertanya."

"Silahkan."

"Kamu itu nyata atau hanya halusinasi aku saja?"

"Menurut kamu bagaimana?"

"Nyata, melihat kamu selalu ada buat aku."

Grey tersenyum hangat sekaligus misterius, "Percaya saja dengan apa yang kamu yakin."

***

Berlanjut ....

Loh, loh. Tuh Ibu ngeselin. Masa gak liat Grey sih. Ganteng juga.

Ey, Yo! Jangan lupa Grey bareng Naila entar balik lagi. Senin ya! Tungguin pokoknya.

Papay!

Salam sayang dari Tim Mipanzuzuzu; vianisafajar, Dyairaa_, dan chaxian_.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro