❬ 2 ❭ Naila Halu?
Pagi yang cerah dengan langit biru yang menyambut hangatnya hari ini. Suasana segar sangat terasa pada pagi hari ini. Namun, seorang gadis masih bermalas-malasan di atas ranjangnya. Mungkin keinginan untuk beranjak dari ranjang tidak ada.
Naila menarik kembali selimut tebalnya, tetapi matanya menangkap sosok pemuda di luar jendela kamarnya sedang menunduk ke bawah.
"Grey."
Mendengar panggilan itu, si pemilik nama pun menoleh. Grey yang sebelumnya mengintip dari luar jendela menghampiri Naila yang tadi berniat tidur lagi.
"Kamu ini mau tidur lagi?" Grey bertanya setelah berhasil masuk kamar Naila melalui jendela.
"Iya, aku tidak mood bekerja hari ini," kata Naila, ia menguap pelan karena masih mengantuk. Semalam Naila tidur tengah malam karena menangis lama setelah dirinya dimarahi oleh Susi—ibu kandungnya.
"Apa kamu ingin dipecat?" Grey mengulas senyum geli, pemuda itu menarik selimut Naila.
"Bangun, dasar pemalas!" cibir Grey menatap Naila yang tengah memperlihatkan senyum pepsodent.
"Kura-kura yang malas saja hidupnya lebih lama daripada kelinci."
Grey mengangkat alisnya; heran dengan ucapan Naila. "Jadi, kamu ingin menyamakan dirimu dengan hewan?"
"Aku 'kan memang kura-kura," jawab Naila melantur.
Grey menepuk jidatnya sembari menggelengkan kepalanya. "Dasar anak ini."
Naila nyengir lebar. "Oh iya, jika kamu mau kura-kura ini beranjak dari tempat ternyaman alias kasurku, kamu harus menuruti perintahku."
"Menuruti apa?" tanya Grey bingung.
Naila bangun dari tidurnya dan duduk manis di depan Grey. "Kamu harus nurut!"
"Baiklah." Grey sedikit menodongkan tubuhnya agar dapat mengelus kepala Naila dengan lembut, "apa keinginanmu?"
"Kau harus ikut kerja bersamaku!"
Grey sedikit tersentak mendengar keinginan Naila, lantas pemuda itu tersenyum. "Baiklah."
Naila senang. Gadis itu langsung beranjak dari duduknya, Naila langsung mengambil handuknya untuk segera mandi. "Aku mau mandi dulu."
***
Kedai Renjana adalah salah satu kedai roti dan kopi yang berada di kota Jakarta. Kedai Renjana memiliki banyak menu roti dan kopi, makanya banyak orang yang datang berkunjung untuk menikmati hidangan di kedai Renjana.
Naila adalah salah satu pekerja di kedai Renjana, sudah ada empat tahun sejak dirinya masih kuliah, setelah lulus Naila memutuskan untuk tetap bekerja sebagai pelayan di kedai Renjana.
Naila memasuki kedai dengan santai, di belakangnya Grey mengikuti gadis itu. Hari masih pagi, tentu saja belum banyak pengunjung karena masih terlalu pagi untuk orang-orang datang. Akan tetapi, sudah ada beberapa orang yang datang. Naila memang sering terlambat dan sering terkena omelan pemilik kedai, bahkan Naila pernah hampir terancam dipecat.
Naila memasuki dapur dan juga Grey yang masih mengikutinya. Pemandangan yang pertama dilihatnya adalah seorang pemuda yang sudah menjadi teman Naila sejak lama. Naila mengenal dekat Liam, dia adalah pemuda yang menjadi partner kerjanya.
"Selamat pagi, Liam." Naila menyapa seorang pemuda yang tengah sibuk mengaduk bahan untuk pembuatan roti.
"Pagi Nai, tumben berangkat awal, biasanya telat." tanya Liam heran, tetapi pemuda itu masih sibuk membuat adonan roti.
"Iya nih, lagi semangat." jawab Naila tersenyum ke arah Grey karena pemuda itu yang membuatnya semangat bekerja hari ini.
Gadis yang memakai bando hitam polos itu meletakkan tas miliknya ke tempat yang sudah disediakan. Dia menatap Grey yang berdiri tak jauh darinya.
"Liam, ada seseorang nih," ujar Naila berbicara kepada Liam untuk memperkenalkan Grey.
"Nai jangan ganggu dulu, lagi sibuk ini," jelas Liam.
Naila yang memang suka sekali mengganggu Liam malahan tersenyum tanpa merasa bersalah. "Namanya Grey, dia teman aku."
"Terserah Nai, ini tanggung bentar lagi tinggal dipanggang." sahut Liam menyelesaikan pekerjaannya.
Naila tau Liam sedang sibuk, tetapi sesibuk apapun pemuda itu biasanya selalu merespons setiap Naila berbicara. Namun, hari ini berbeda, mungkin sedang banyak pesanan.
"Kak Caca, pesanan hari ini banyak ya?" Naila melihat pekerja seniornya yang baru saja masuk ke dapur.
"Iya, banyak, ada yang borong buat acara arisan katanya," jawab Caca.
"Naila bantu apa, kak?" tanya Naila.
Perempuan yang umurnya lebih tua dari Naila memberikan kertas daftar belanjaan. "Kamu belanja aja ya, bahan persediaannya menipis."
Naila menerima daftar belanjaan yang harus dibeli. "Siap kak Caca."
"Uangnya minta sama Pipit." Caca pergi meninggalkan dapur.
Naila membaca daftar belanjaannya—tidak terlalu banyak juga yang dibeli. Gadis itu mengalihkan pandangannya kepada Grey.
"Temenin belanja, ayo." ajak Naila kepada Grey.
***
Kedai Renjana sedang ramai, banyak yang membeli makanan roti dan juga minuman kopi. Banyak sekali yang memang menyukai hidangannya. Selain rasanya memang sangat enak, pelayanannya juga ramah.
Kedai Renjana sudah terkenal dengan keramahan para pekerjanya, makanya banyak yang nyaman untuk datang membeli makanan mereka.
Naila menghias roti dengan indah untuk hidangan pelanggan, kopi juga sudah siap, tinggal mengantarkan pesanannya saja.
"Liam, ini buat meja nomor berapa?"
Liam mengecek buku menu pesanan untuk melihat daftar pesanan pelanggan. "Meja tiga."
Naila mengangguk antusias ketika akan mengantarkan roti dan kopi, ia keluar dari dapur dan berjalan menuju meja tiga. Naila meletakan makanannya di atas meja pelanggan, lalu tersenyum manis. "Selamat menikmati."
Gadis mungil itu kembali menuju dapur. Keningnya mengerut menyadari bahwa Grey sudah tidak ada di sana. Matanya menelisik di setiap sudut ruang dapur, tetapi hasilnya nihil; tidak ada Grey.
Ah, dasar. Padahal Naila hanya meninggalkannya sebentar, tetapi pemuda itu sudah menghilang begitu saja. Kemana Grey?
Naila mendekati Liam yang sedang menyuci piring dan gelas bekas makanan pelanggan.
"Liam, apa kau melihat Grey?" tanya Naila pada Liam yang masih sibuk membilas cucian piring dan gelas.
Liam yang mendengar Naila bertanya padanya langsung menghentikan aktivitasnya sejenak—menatap heran kepada Naila. "Grey siapa?"
"Temanku, yang tadi aku perkenalkan padamu," jawab Naila.
"Kamu ini bicara apa?" Liam menaikan salah satu alisnya heran, "Kau 'kan dari tadi sendirian. Lagipula di sini tidak ada yang namanya Grey."
"Hah?" Naila tidak percaya dengan ucapan Liam.
"Kau ini kenapa?" Liam bertanya bingung.
"Tadi aku ke sini bawa temanku. Dia namanya Grey, Liam, masa kamu tidak lihat sih," protes Naila.
"Kamu halu?"
"Liam, aku tidak halu, tadi beneran sama temanku," ucap Naila.
"Ada-ada saja sih, Nai." Liam kembali mengerjakan pekerjaannya mencuci dan menguraikan Naila, gadis itu sedang halu sepertinya.
Naila berpikir positif; mungkin tadi saat memperkenalkan Grey, Liam memang sedang membuat roti makanya tidak memperhatikan kehadiran Grey. "Ya sudah kalau kamu tidak melihat."
Liam menggeleng aneh sembari menatap Naila. "Berhenti berbicara yang tidak-tidak, itu antarkan ke meja lima," ucap Liam menujuk roti di atas meja dapur.
"Huh, iya."
Naila membawa baki berisi roti dan kopi, selama berjalan menuju meja lima, Naila masih saja memikirkan di mana keberadaan Grey sekarang. Kenapa pemuda itu sering sekali menghilang begitu saja tanpa pamit padanya? Apakah Naila tidak dianggap teman oleh Grey, sehingga pemuda itu bisa meninggalkannya seenaknya.
***
Berlanjut ....
Hey, yo! Menurut kalian Naila yang halu atau Liam yang nggak perhatiin?
Tungguin jawabannya, ya. Naila pasti balik Senin depan. >•<
Papay!
Salam sayang dari Tim Mipanzuzuzu; vianisafajar, Dyairaa_, dan chaxian_.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro