Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❬ 1 ❭ Perih Berkelanjutan

2009

Langit yang cerah tak menjamin suasana ikut cerah, bahkan ada saja awan mendung di tengah-tengah langit itu. Seorang anak kecil mengayuh sepedanya dengan telaten, serasa tidak lelah walaupun sudah jauh berjalan. Peluh keringat sudah terlihat di pelipis anak itu, tetapi dia terus mengayuh sepedanya sampai di depan bangunan rumah tua.

Anak yang bernama Naila itu memiliki pipi chubby, bola mata cantik dan juga wajah imut seperti kebanyakan anak-anak perempuan lain. Naila meletakkan sepedanya di samping rumah, dia melepas sepatu dan menaruhnya pada rak sepatu di depan rumah. Naila baru saja pulang dari sekolah, ia baru memasuki SD kelas 6.

Belum sempat Naila mengetuk pintu rumahnya, suara gaduh yang berasal dari dalam rumahnya terdengar cukup jelas pada pendengaran anak itu. Naila membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, hal pertama yang dapat dilihat adalah pertengkaran orang tuanya.

Dengan sedikit rasa keberanian, Naila mendekati orang tuanya dengan gemetar lantaran tidak kuat dengan keributan yang selalu terjadi setiap hari. Belum sempat Naila berbicara, wajah kedua orang tuanya sudah memanglingkan kepada anak tunggal mereka, Naila.

"Kamu mau apa, hah?" tanya Rido—ayah kandung Naila, nadanya benar-benar seperti tidak suka dengan kehadiran anaknya.

"Masuk kamar sekarang!" perintah Susi—ibu kandung Naila, begitu juga dengan wanita paruh baya itu juga tidak menyukai Naila.

"Pah, mah, Naila mau kalian jangan ribut setiap hari." Naila mengatakan keinginannya, dia sejak satu tahun lalu sudah lelah dengan keributan antara kedua orang tuanya. Anak itu sendiri juga tidak tau apa alasan Rido dan Susi terus-terusan bertengkar hebat. Yang jelas Naila sudah terbiasa dengan pertengkaran orang tuanya walaupun ia masih anak-anak.

"Kamu pergi! Bukan urusan kamu!" usir Rido dengan wajah merah menahan emosi, pria tua itu tau kalau seharusnya seorang anak tidak boleh terlalu keras untuk dimarahi apalagi Naila masih kecil, tetapi Rido tidak sabaran dengan anaknya yang selalu saja mengucapkan kalimat tidak berguna sehingga mengundang kemarahan.

"Dasar anak tukang ikut campur! Lebih baik ke kamar sekarang!" Susi menujuk kamar Naila—tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Aku cuma pengen orang tua aku tidak ribut terus," ujar Naila mengutarakan isi hatinya dengan jelas, tetapi tidak dipedulikan.

Dengan sengaja Rido menghela tangan Naila menyebabkan gadis itu tersentak kaget dengan perlakuan ayahnya. Bukan tidak terima, Naila hanya kaget dan tidak memikirkan kejadian ini akan terjadi.

"Kamu jadi anak tidak susah ikut campur terus! Saya muak dengan kamu!" Rido melepas kasar tangan Naila serta mendorong tubuh Naila menyebabkannya menubruk pintu kamar.

"Awhh," ringis Naila ketika badannya membentur pada pintu—menyebabkan pintu kamar Naila terbuka dengan paksa dan tubuh Naila terjatuh paksa di lantai sebelah ranjang kayu.

Bulir air mata menetes begitu saja tanpa permisi dari sang pemilik mata indah itu. Sudah beberapa kali Naila mendapatkan perlakuan buruk baik dari Rido maupun Susi, bagi Naila, keduanya sama-sama memiliki sifat kasar. Jika diizinkan untuk meminta kemudian Tuhan akan mengabulkan permintaan hambanya, Naila lebih memilih untuk tidak dilahirkan di dunia daripada harus menerima perlakuan tidak baik dari kedua orang tuanya.

Naila adalah anak berusia 11 tahun yang sudah mendapatkan perilaku buruk dari kedua orang tuanya. Naila merasa menjadi anak tidak beruntung karena memiliki kedua orang tua yang tidak sayang padanya.

Susi yang tadinya hanya diam sekarang sudah mendekat—langsung menutup pintu kamar Naila dan mengunci kamar itu dengan kunci yang menggantung di knop pintu kamar.

"Kamu di kamar saja! Tidak susah ikut campur!" Susi melempar asal kunci kamar Naila dengan rasa tidak bersalah sedikitpun.

Naila menangis. Tidak terima pada kenyataan hidupnya. Anak mana yang tidak sakit hati dengan perlakuan buru orang tua kandungnya sendiri, pasti semua anak akan merasa kecewa dengan hal tersebut, apalagi Naila yang setiap hari diperlakukan seperti itu.

Lemas. Gemetar. Kedua rasa itu yang sekarang terjadi dalam tubuh Naila—memaksakan berdiri—lalu duduk di kasur berbalut kain biru laut. Semakin Naila mencoba mengikhlaskan keadaan, semakin deras tangisannya.

Naila menyibak rok merah putihnya—melihat luka biru yang kemarin didapatkan ketika mencoba membantu ibunya memasak, tetapi yang didapat hanya dorongan yang menyebabkan Naila membentur kursi dan memberikan luka pada bagian lutut.

Luka kemarin aja belum sembuh, sekarang udah tambah lagi sakit hatinya, batin Naila.

"Aku itu paling benci dengan penghianatan, lebih baik kamu pergi saja dari rumah ini!"

"Aku juga sudah tidak betah tinggal di rumah kecil seperti ini! Jangan harap kamu dan Naila bakalan bahagia setelah kepergianku!"

Naila menyeka air matanya—berusaha untuk tidak menangis lagi. Setelah mendengarkan sedikit kalimat pertengkaran di luar kamarnya, rasa penasaran Naila jauh lebih besar dibandingkan ketakutannya terhadap kekasaran Rido ataupun Susi.

Pintu coklat kamar Naila dibuka sedikit untuk mengintip hal apa yang terjadi di luar sana. Mulut Naila terbuka—tidak percaya dengan ayahnya yang menggendong tas besar keluar dari kamar di depan sana.

"Pergi jauh sekalian! Jangan balik lagi!"

Naila menggelengkan kepalanya tidak percaya—sebenci itukah orang tuanya, sehingga perpisahan yang menjadi ujung dari semuanya. Air mata Naila kembali terjatuh, dari dulu Naila merasa menjadi anak paling kasihan karena terus diperlakukan kasar.

Naila menutup pintu kamarnya pelan—mencoba menenangkan dirinya sendiri untuk tidak terus memikirkan kejadian tadi. Bagaimanapun juga, dari dulu Naila sudah terbiasa tanpa seorang ayah. Walaupun selama ini Rido ada di dekat Naila, tetapi ia merasa tidak memiliki ayah yang menjadi pelindungnya.

Dan, kehidupan Naila akan menjadi semakin rumit setelah ditinggalkan ayahnya tepat pada siang hari ini, penderitaan tidak akan ada hentinya mengingat Susi juga memiliki sifat kasar padanya. Bukan hanya sekedar memaki, wanita yang melahirkan Naila bahkan menyakiti mental Naila.

Ketika seorang anak diperlakukan tidak baik oleh orang tuanya, bukan hanya disakiti secara fisik saja, tetapi secara mental juga, jangan harap kondisi anak akan baik-baik saja. Mental anak akan mudah terganggu dengan kejadian dan tekanan yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

***

2020

Matanya menatap lurus—kosong dan hampa. Sejak pagi, seorang gadis berambut lurus itu memandang ke luar jendela kamarnya. Sudah ada dua jam lebih tatapan mata gadis itu tidak beralih dari langit di atas sana. Tidak ada pergerakan sama sekali yang terjadi pada gadis itu, hanya sebuah senyuman tipis.

Bayang-bayang masa lalunya masih tergambar jelas dalam benak gadis itu. Traumanya tak kunjung hilang hingga sekarang. Apakah sesulit itu untuk mendapatkan kasih sayang?

Seandainya saja ada seseorang yang mampu menenangkan Naila. Seseorang yang menyayanginya, mendengarkan isi hatinya, dan mendekapnya dalam pelukan hangat. Naila benar-benar membutuhkan sosok yang seperti itu.

Naila duduk memeluk lututnya, menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangan. Keinginannya untuk memiliki keluarga harmonis tak pernah tercapai. Apakah kelahirannya adalah sebuah kesalahan?

Beribu-ribu pertanyaan terus muncul di pikirannya. Perasaan negatif mulai melingkupinya. Gadis itu terisak pelan, meratapi takdir yang begitu kejam padanya.

"Sudahlah."

Naila tersentak ketika ada tangan yang menepuk-nepuk punggungnya dengan pelan. Lantas ia menoleh, mendapati sosok lelaki yang duduk di sebelahnya.

"Grey?" lirih Naila tampak mengenali sosok itu.

Lelaki yang dipanggil Grey itu mengulas senyum hangat. Sudah lama sekali Naila tidak melihat lelaki itu di kamarnya. Sejak orang tuanya bertengkar hebat, Grey-lah yang menenangkannya.

Walau keberadaan Grey tak jelas asal-usulnya, namun siapa peduli? Yang penting Naila memiliki teman yang mampu bersamanya setiap saat. Ah, dibilang 'setiap saat' pun tidak pasti, karena Grey tiba-tiba saja menghilang tiga tahun yang lalu.

***

Berlanjut ....

Halou!

Hey, yo, nggak sabar buat kelanjutannya, kan? Cus, jangan ketinggalan. Tungguin, terus ya!

Sayang dari vianisafajar, Dyairaa_, dan chaxian_.

— [04/01/21] —

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro