Part :: 9
Suara lonceng kecil menghentikan aktivitas Dior. Dia yg semula fokus dengan latte art-nya segera menoleh kearah pintu masuk. Kemudian menarik senyum getir ketika melihat sosok Sangah memasuki coffe shop nya.
"Selamat datang" sapaan hangat Dior yg bisa dikatakan sebuah basa-basi membuat Sangah menoleh padanya
Sangah menatap lekat Dior sesaat. Sementara yeoja itu coba mempertahankan senyum diwajahnya.
"Ingin memesan sesuatu, atau diam saja disana?" Pertanyaa itu menyentak Sangah seketika
Dia menatap kesekitar, memastikan kalau Dior benar berujar padanya. Kemudian dengan gerakan ragu menghampiri yeoja itu setelah melihat hanya ada dia di coffe shop tersebut.
"Satu carramel machiato" pintanya tanpa melepas pandangannya dari kedua netra Dior
"Ingin sesuatu yg akan menemani carramel machiatomu? Waffle atau pancake mungkin" tawar Dior kemudian
"Pancake" jawab Sangah tanpa banyak berpikir
"Silahkan menunggu, aku akan membuatkanya untukmu" masih dengan senyum diwajahnya, Dior berujar
Tak ada balasan dari Sangah, dia memilih duduk tak jauh dari tempat Dior bekerja. Sesaat dia masih memperhatikan Dior yg sibuk dengan kegiatan barunya. Sebelum kemudian mengedarkan pandangan mengitari coffe shop tersebut.
Tempat itu tak cukup lebar untuk disebut sebagai coffe shop. Dan juga lokasinya juga tidak cukup strategis. Hanya ada sekitar lima meja didalam coffe shop Dior. Sebuah meja bar panjang tempat yeoja itu bekerja yg juga merangkap sebagai meja kasir. Dapur hanya dibatasi sekat kayu yg dicat senada dengan meja bar. Yg membuat para pelanggan mampu melihat aktivitas Dior didapur yg tergolong kecil itu.
Cokelat adalah warna yg mendominasi coffe shop itu. Yg justru membuat tempat tersebut nampak suram kalau saja tidak ada bunga ungu yg menghiasi beberapa sudut. Bunga yg terlihat seperti lavender, namun aromanya lebih menenangkan dari bunga tersebut. Sangah tak tahu jenis bunga itu, namun dia bisa memastikan kalau itu bukanlah lavender karena bentuknya berbeda walau cukup mirip.
"Aroma ini..." aroma manis yg cukup familiar bagi Sangah menghentikan kegiatannya mengamati coffe shop tersebut
Dia kembali menatap Dior, yg diyakini memasak pesanannya seraya bernyanyi pelan.
"Selamat datang" Dior berujar setengah berteriak karena mendengar suara lonceng kecil dipintu masuk coffe shopnya
Yeoja itu dengan terburu melangkah ke meja bar, menyambut tamunya yg baru datang.
"Ingin memesan apa?" Dior tersenyum hangat
"Carramel machiato" suara tersebut memalingkan pandangan Sangah yg semula masih tertuju pada Dior
"Changkyun-a..." seulas senyum merekah diwajah Changkyun melihat Sangah yg sudah mengarahkan tatapan padanya.
*
"Bisa bertahan sejauh ini kau cukup hebat Shin Wonho" ucap Dior pada sosok Wonho yg justru sibuk memandangi layar komputernya
"Kalau aku menjadi dirimu, mungkin aku akan menyerah sejak dulu" Dior yg semula duduk dengan santai disofa ruang kerja Wonho kini melangkah pelan menghampiri namja itu.
"Kau benar2..." Dior tak melanjutkan kata2nya, memaksa Wonho menoleh pada yeoja itu
Pandangan keduanya bertemu. Namun tak ada satupun yg coba berujar. Mereka hanya menyelami mata masing2, hingga sosok Hyungwon mengintrupsi kegiatan tersebut.
"Aku tidak menganggu bukan?" Dior lebih dulu menoleh pada namja itu, disusul Wonho yg terlihat menggeleng pelan
"Kopi" Hyungwon mengangkat dua cup kopi yg sudah ada ditangannya
"Hanya membeli dua?" Dior menghampiri Hyungwon untuk meraih kopi ditangan namja itu, namun cepat Hyungwon menjauhkan cup kopi dari gapaian tangannya
"Pemilik coffe shop tidak memerlukan kopi lagi" Hyungwon melangkah mendekati Wonho dan menyerahkan satu cup kopi pada namja itu, sementara dia menyesap kopi yg masih dipegangnya
"Dasar curang" sunguran kesal Dior hanya dibalas tawa ringan Hyungwon
Dior tersenyum tipis sebelum menghempas tubuhnya ke sofa. Kemudian menatap Hyungwon yg sudah merangkul Wonho.
"Bagaimana kabarmu Wonho-ssi? Apa Dior agassi bersikap baik padamu?" Tanya Hyungwon
"Jangan perlakukanku seperti seorang pasien" protes Wonho yg lagi2 membuat Hyungwon mengurai tawanya
"Oke....oke...jangan marah, aku hanya bercanda" Hyungwon mengangkat tangannya ke udara saat Wonho mengarahkan tatapan tajam padanya
"Hati2 denganya, dia 1000 kali lebih sensitif sekarang setelah memutuskan menyerah" Dior berujar sambil mengurai tawa pelan
"Jangan ikut2an mengangguku" Wonho memutar kursinya menghadap Dior
"Lalu apa kau ingin aku mengodamu seperti seorang wanita malam?" Wonho memutar bola matanya, sementara Hyungwon tak dapat menahan tawanya
"Rating M" ucap Hyungwon diantara tawanya
"Kupikir kalianlah yg tidak waras disini" gerutu Wonho sambil kembali menatap layar komputernya
"Tapi setidaknya kami bisa membedakan delusi dan kenyataan walau kami tak cukup waras" sindiran itu cukup melukai perasaan Wonho
Matanya yg mengarah lurus pada layar komputer hanya menatap kosong benda itu kini.
"Bukan aku orang yg menganggap delusi sebagai nyata dan terus meyakini hal itu sebagai tujuanku hidup" lanjut Dior membuat Wonho bangkit dari duduknya
"Whae?" Tanya Dior saat Wonho menatap sinis padanya
"Kau memiliki cara yg unik untuk membantu seseorang. Aku tak pernah berpikir menyindir dengan ucapan pedas termasuk dalam jenis bantuan" Wonho beranjak seraya menyambar jaketnya
"Kau mau kemana?" Hyungwon sempat mengejar langkah Wonho
"Mengejar delusi..." Wonho menahan langkahnya didepan pintu masuk "mungkin" sambungnya dengan mata yg menatap tajam Dior
Dior tersenyum tipis, dan kemudian melempar pandangan lurus ke komputer Wonho yg masih menyala.
"Tap..."
"Biarkan dia pergi Hyungwon-a" suara pintu yg dibanting keras menyapa telinga Dior diakhir ucapannya, membuat Hyungwon yg berada didekat pintu segera tersentak
"Kau ini berniat membantunya tidak sih?" Sungut Hyungwon setelah berhasil menghilangkan rasa kagetnya
Dior membalas dengan mengendikan bahunya pelan. Kemudian menuju komputer Wonho, dan duduk dikursi kerja namja itu.
"Mungkin ya...mungkin tidak" ucapnya pelan namun masih mampu tertangkap telinga Hyungwon
Hyungwon akan berujar, namun wajah serius Dior menahan kata2nya. Pada akhirnya diapun hanya bisa membisu seraya menatap lekat sang sahabat.
*
Sangah hanya memandangi makan malam dihadapannya. Membuat Changkyun yg sejak tadi menatap yeoja itu dibuat keheranan.
"Apa yg kau pikirkan noona?" Pertanyaan itu segera menyentak Sangah
Sangah memandang Changkyun yg terlihat mengkhawatirkannya. Kemudian menggelengkan kepala pelan.
"Aku tak memikirkan apapun" sebenarnya Sangah kehilangan nafsu makannya, namun coba tetap menyuapkan hidangan yg Changkyun buat agar namja itu tak merasa khawatir
"Jelas2 memikirkan sesuatu, masih saja menyanggah" Changkyun menarik senyum simpul diwajahnya
Sangah menatap lekat Changkyun kini, kemudian ikut menarik seulas senyum tipis.
"Aku memikirkannya, yeoja pemilik coffe shop itu" tahu kalau dirinya tak bisa menutupi apapun dari Changkyun, Sangah memutuskan berujar jujur
"Kenapa kau memikirkannya? Apa kau jatuh cinta padanya?" Berusaha membuat Sangah sedikit tenang, Changkyun coba membuat candaan
"Mwoya? Aku ini normal" Sangah mengembungkan pipinya tanda merajuk
Changkyun tertawa pelan karena itu, membuat Sangah bersungut kesal
"Arayo...ara..." Changkyun menganti tawanya dengan senyum lebar "jadi...apa yg membuatmu memikirkannya?" Namja itu sudah melipat tangannya diatas meja.
"Dia terlihat asing dan familiar disaat yg bersamaan. Dan menurutku itu sangat aneh" urai Sangah dengan wajah bingung
"Apa noona pernah bertemu dengannya?" Tanya Changkyun lagi
"Aku tak yakin" Sangah menggeleng pelan
Changkyun hanya menatap Sangah yg kini menikmati lamunannya
"Ini benar2 aneh" tukasnya sesaat kemudian seraya menatap lekat Changkyun yg setia dalam diamnya "aku merasa...seperti sedang berdelusi" bisa Sangah lihat ekspresi Changkyun yg berubah saat dia mengucapkan hal itu
"Whae?" Tanya Sangah karena penasaran dengan perubahan ekspresi Changkyun
Changkyun menggeleng, kemudian memilih menyantap makan malamnya dalam diam. Bibir Sangah bergerak untuk memanggil nama Changkyun. Namun pada akhirnya yeoja itu memilih menutup kembali mulutnya. Entah kenapa wajah tenang Changkyun membuat Sangah tak bisa berujar apapun. Dan pada akhirnya ikut menyantap makan malamnya walau tak merasa berselera.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jika kau diminta memilih antara delusi dan kenyataan, dunia mana yg ingin kau raih?
Delusi-ku
Kenapa?
Dia lebih indah dari kenyataan yg kumiliki
Lalu apa artinya keindahan jika itu tak benar bisa kau miliki?
....
Tidakkah itu sama saja seperti kau mencoba meraih awan yg seolah mampu kau genggam padahal dia tak benar2 bisa kau raih
.....
Sinar putih itu menganggu. Aroma menyengat yg asing memusingkan kepala. Sebuah bandulan jam menyapa mata. Sebelum semuanya lenyap bersamaan dengan sinar yg mengusik penglihatan.
"Mimpikah???"
*
TBC
Sorry for Typo
Thanks for Reading & Votement
🌻HAEBARAGI🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro