Part :: 14
Bagai kuncup bunga sakura yg rapuh. Begitulah aku melihatmu. Terlihat indah, namun mudah digugurkan oleh angin. Aku ingin menyimpanmu dalam sebuah kotak kaca dimana aku bisa selalu memandangimu. Namun itu hanya akan mempersempit duniamu. Dan menjadikanmu tak bisa melihat kenyataan yg sesungguhnya.
"Dokter Shin" mata Wonho yg semula terpejam, segera terbuka menanggapi panggilan itu
Wonho menegakkan posisi duduknya. Menatap seorang perawat yg baru memasuki ruang kerja namja tersebut.
"Ada seorang pasien lagi yg harus anda periksa" ucapnya yg dibalas helaan nafas berat Wonho
"Satu lagi ya" dengan suara rendah, Wonho menyambut
"Ne" perawat itu mengangguk, seraya menatap lekat Wonho yg terlihat lelah "apa sebaiknya aku meminta bantuan dokter Lee? Karena sepertinya anda lelah"
Wonho mengeleng pelan. Diapun terlihat bangkit dari duduknya
"Aku baik-baik saja" namja itu mengenakan jas kerjanya kini
Dia beranjak setelah menyambar sebuah map berisi catatan pasien. Kemudian berlalu diikuti sang perawat.
Tanpa berbincang keduanya menuju sebuah ruangan. Dimana terlihat seorang namja sedang berlatih berjalan.
"Minhwan-ssi...bagaimana kondisimu hari ini?" Dengan menarik seulas senyum diwajahnya, Wonho bertanya
"Sudah lebih baik" Sambut namja bernama Minhwan itu, setelah menoleh pada Wonho
Wonho mengangguk, kemudian nampak berjongkok dihadapan namja itu.
"Apa sudah banyak kemajuan?" Seraya menekan pelan lutut sang pasien, Wonho bertanya pada perawat yg menemani Minhwan berlatih. Tanpa menoleh pada namja itu.
"Ne...sudah banyak kemajuan" Wonho mengangguk ringan mendengar itu, sebelum kemudian bangkit
"Berlatihlah terus, agar kau bisa kembali berjalan" Wonho mengulurkan tangannya, mengusap pundak Minhwan
"Ne, algessemnida" Minhwan mengangguk, kemudian tersenyum
Wonho balas tersenyum, sebelum kemudian beranjak dari hadapan Minhwan.
"Dokter Shin" panggil perawat yg sejak tadi menemani Wonho
Wonho menoleh tanpa menyahut. Menatap yeoja yg berjalan tenang disisinya.
"Apa anda baik-baik saja?" Tanya yeoja itu saat tatapan mereka bertemu
"Memangnya ada apa denganku?" Wonho balik bertanya
"Anda terlihat lelah akhir-akhir ini" urai yeoja tersebut
"Mungkin karena terlalu banyak pekerjaan. Makanya aku terlihat lelah" menarik seulas senyum, Wonho menjawab
"Aaah....kupikir anda sedang memiliki masalah yg berat" ujar yeoja itu
Wonho diam sesaat, karena ucapan yeoja disisinya
"Sebenarnya aku memang memiliki sedikit masalah" senyum Wonho berubah kaku "dan masalah itu cukup membebaniku" lanjutnya kemudian dengan langkah yg terhenti
Sang perawat ikut menghentikan langkahnya. Dan menatap Wonho yg sudah melempar pandangan lurus.
"Kuharap...semua selesai dengan cepat, tanpa melukai siapapun. Terutama dia..." bisiknya pelan bahkan nyaris berbisik
*
Menatap bunga ungu dihadapannya, Sangah memainkan ingatannya. Membiarkan seluruh hal menyakitkan maupun menyenangkan, berbaur menyesaki pikirannya. Kerutan samar tergambar dikeningnya. Ketika hal-hal menyakitkan mulai tergambar jelas dalam ingatan Sangah. Namun beberapa waktu kemudian, seulas senyum melengkung dibibir mungilnya.
"Memikirkan sesuatu" tanya Dior membuat Sangah mengarahkan pandangan padanya
Yeoja itu sudah berada dihadapan Sangah. Dengan sepiring pancake, dan juga secangkir machiato.
"Uhmm" sahut Sangah dengan bergumam membuat Dior mengangguk ringan
"Kalau boleh aku tahu, apa yg kau pikirkan?" Tanya yeoja itu lagi, seraya menata sajian yg dia bawa keatas meja
"Hanya ini dan itu" Sangah membuang pandangan keluar jendela
"Ini dan itu yg kau pikirkan...apa berasal dari masa lalu?" Sangah kembali menatap Dior saat yeoja itu dengan mudahnya mengetahui apa yg dia pikirkan
"Dan ini juga itu yg kau pikirkan membawa hal sedih dan juga manis dalam ingatanmu" Dior menyangga tangannya diatas meja
"Bagai..."
"Semua orang melakukan itu saat sendiri. Memikirkan ini juga itu, hal sedih ataupun bahagia" putus Dior sebelum Sangah menyelesaikan pertanyaannya
"Pikiran manusia itu bekerja nyaris 24 jam. Jadi sulit untuk tidak memikirkan ini dan juga itu bukan" lanjutnya kemudian.
Sangah membisu, menatap Dior yg tersenyum kearahnya. Sejujurnya Sangah merasa tak nyaman dengan senyum itu. Namun entah mengapa, dia enggan memalingkan wajahnya dari Dior.
"Kau...." Sangah menjeda panjang ucapannya "sebenarnya siapa?"
Dior melebarkan senyuman diwajahnya. Kemudian nampak menegakkan tubuh.
"Aku...hanya seorang pemilik kedai kopi" yeoja itupun berlalu setelah menyelesaikan ucapannya
Senyap mengelilingi Sangah, bersama tatapan yg dia arahkan pada Dior. Matanya terus mengikuti gerak tubuh yeoja itu. Hingga suara lonceng kecil menarik atensinya.
"Oppa..." bibir Sangah bergerak tanpa suara saat mendapati sosok Wonho melangkah pelan menghampirinya
"Selamat datang" sambut Dior dari balik meja order, membuat Wonho yg sudah menghentikan langkah dihadapan Sangah, segera menoleh pada yeoja itu "anda ingin memesan apa tuan?"
Wonho diam, memperhatikan Dior yg masih merekahkan senyum padanya. Sebelum kemudian berujar membalas sapaan Dior.
"Americano" jawab Wonho kemudian menoleh pada Sangah yg masih menatapnya
"Oppa mencarimu ketempat kerja, tapi ternyata kau disini" Wonho duduk dihadapan Sangah
Sangah tak segera menjawab, dia hanya menatap lurus Wonho nyaris tak berkedip.
"Bagaimana oppa tahu kalau aku ada disini?" Tanyanya kemudian
"Dimanapun kau berada, dan sejauh apapun kau pergi. Oppa akan menemukan keberadaan Sangah-ya" balas Wonho
Tubuh Sangah membeku seketika mendengar itu. Matanya membulat memandang Wonho. Ekspresi wajahnya terlihat tak cukup baik. Namun Wonho coba untuk mengabaikannya dan menarik senyum simpul.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Sangah lihat" Miran mengarahkan sebuah selebaran pada Sangah
Sangah meraih itu, dan nampak memperhatikannya
"Miran-a...ini...." Sangah menoleh pada Sangah dengan kalimat yg mengantung
"Ini kesempatan kita Sangah-ya...ini kesempatan kita" Miran berujar dengan suara riang
Yeoja itu bahkan sudah memeluk Sangah karena rasa bahagianya. Yg segera dibalas oleh Sangah.
"Ayo berusaha bersama Sangah-ya, ayo wujudkan cita2 kita" tukas Miran dalam pelukan Sangah
Gumaman pelan Sangah membalas itu, membuat Miran menarik tubuhnya menjauh dari Sangah.
"Mudah2an kita bisa memenangkan kompetisi ini. Tapi jika nanti hanya salah satu dari kita saja yg bisa menang. Maka kita harus mengingat janji kita" Miran mengarahkan kelingkingnya pada Sangah
Sangah segera mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Miran. Kemudian tersenyum lebar setelahnya. Miran terlihat ikut menarik senyum yg sama. Mengambarkan kebahagiaan yg dimilikinya dengan senyum tersebut.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sangah menatap dingin Miran, yg terlihat membalas tatapannya dengan pandangan takut.
"Kau menukarnya bukan? Kau menukar karya kita bukan?" Pertanyaan Sangah membuat keringat dingin seketika mengalir dipelipis Miran
"Apa maksudmu?" Miran menarik seulas senyum kaku
"Jangan berpura-pura tidak mengerti. Kau tahu apa yg kumaksud" balas Sangah masih dengan ekspersi yg sama
Miran terdiam, yeoja itu tak tahu harus berkata apa. Dia tenggelam dalan rasa ketakutannya untuk beberapa saat. Sebelum kemudian coba mengeluarkan keberaniannya untuk membalas ucapan Sangah.
"Ne...aku menukarnya" tangan Miran menggepal kuat menahan ketakutan yg masih tersisa dihatinya
Sangah cukup terkejut dengan kejujuran itu. Namun masih mampu mengendalikan ekspresinya.
"Whae?" Tanya Sangah mencari kejelasan
"Karena aku ingin menang" jawab Miran
"Kau ingin menang?" Miran mengangguk membalas itu "dengan karya tulis orang lain?"
"Aku tak punya pilihan, karena...aku tak benar2 bisa menulis dengan baik akhir2 ini"
"Kau bisa terus mencobanya Miran, kau tak harus mencuri karyaku" sambut Sangah
"Aku sudah mencobanya Sangah-ya...tapi tetap bisa. Aku tak bisa menulis dengan baik saat masalah menghampiriku. Sementara...aku harus menyerahkan karya itu tepat waktu. Jadi...." Miran menundukkan pandangannya
"Kau tidak benar2 berusaha Miran-a. Kau tidak benar2 berusaha untuk membuatnya. Yg kau lakukan hanya merutuki masalahmu. Tanpa sekalipun berusaha menulis dengan benar" Miran segera menatap tajam Sangah karena ucapannya itu
"Jadi kau berpikir aku hanya mengada2 begitu?" Tak ada balasan yg diberikan Sangah, dia masih mempertahankan ekspresi yg sama
"Aku sedang terluka karena masalahku Sangah-ya...dan kau mengatakan seperti itu" lanjut Miran kemudian
"Bagaimana bisa kau menyebut dirimu sahabat, disaat kau tak mengerti rasa sakitku?"
"Lalu apa orang sepertimu pantas kusebut sahabat? Orang yg sudah mencuri tulisanku dan menganti dengan namanya?"
"Aku terpaksa Sangah-ya...tidakkah kau mengerti" Miran berujar lemah "jika kondisiku memungkinkan, aku tak akan melakukan ini"
"Apapun alasanmu, itu tetap tidak dibenarkan Miran-a...aku harus mengatakan ini pada mereka" Sangah beranjak
"Andwe Sangah-ya....kau tak bisa mengatakannya" Miran cepat menahan lengan Sangah membuat gerakan kaki yeoja itu tertahan
"Jangan lakukan Sangah-ya...kumohon" Miran memasang wajah memelas
"Kau menang dengan cara curang Miran-a, aku tak bisa membiarkan itu" balas Sangah
"Biarkan saja sekali ini...hanya sekali ini Sangah-ya. Aku sangat memerlukan hadiah itu. Aku memerlukannya untuk meyakinkan appaku. Kumohon padamu Sangah-ya...jangan lakukan itu"pinta Miran
"Miran-a..."
"Kau memiliki segalanya Sangah-ya, kepintaran dan juga dukungan dari orang tuamu. Kau...tak akan mendapat larangan dari siapapun saat kau berusaha menjadi seorang penulis. Tapi aku...appaku tak pernah membiarkanku menjadi penulis Sangah-ya. Karena itu...kumohon jangan lakukan ini" airmata Miran menetes
Sangah merasa dadanya sesak seketika, mendengar setiap kalimat yg Miran ucapkan
"Kau bisa membuat karya lebih baik dariku Sangah-ya, karena kau pintar. Dan kau juga tak memiliki masalah yg rumit sepertiku. Kau selalu memiliki waktu menulis dimanapun dan kapanpun. Jadi kau bisa membuat karya baru dan memenangkannya nanti. Tapi aku...aku harus menang kali ini, karena jika tidak..aku tidak akan bisa menulis lagi" Miran menundukkan pandangannya
Sangah menatap datar Miran yg terisak. Karena ucapan yeoja itu yg menyakiti hatinya
"Bukankah kita sahabat, jadi biarkan aku memiliki kesempatan kali ini. Karena...aku tak memiliki apapun selain apa yg kudapatkan sekarang. Kau sudah memiliki segalanya Sangah-ya. Segalanya yg tak kumiliki, jadi...biarkan aku memiliki ini" Miran semakin memelas diantara isaknya
"Tak ada yg kumiliki lagi, hanya itu satu2 nya harapanku. Tapi kau merampasnya, karena kau pikir kau tak memiliki apapun. Apa kau benar2 seorang sahabat???" Sangah menarik tangannya dan menatap dingin Miran
"Sangah-ya..aku.."
"Kau bisa memilikinya, sesuatu yg seharusnya kumiliki. Ambil itu untukmu, dan lihat...bagaimana bisa kau bertahan dengan sesuatu yg kau rampas dariku" Sangah beranjak meninggalkan Miran setelah menyelesaikan kalimatnya
.
.
.
.
.
.
.
Apa hal paling menyakitkan bagimu?
Saat mengetahui orang yg kau sebut sahabat, ternyata bukanlah sahabatmu. Melainkan pembohong dan penipu yang berusaha mencari kebahagiaannya sendiri dengan memamfaatkanmu
*
TBC
Sorry for Typo
Thanks for Reading & Votement
🌻HAEBARAGI🌻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro