Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#5

"Wah, sekarang enak kalau mau ke Madura sudah ada jembatan Suramadu ini, dulu papa masih naik kapal fery untuk nyebrang, antri dulu nggak biasa langsung nyebrangnya, sekarang dah lancar gini," ujar papa Azlan melihat keluar jendela saat mobil yang ia tumpangi meluncur dengan mulus di sepanjang jembatan Suramadu. Azlan hanya mengangguk pikirannya hanya tertuju pada Zu.

Azlan menatap ke jalan yang seolah berlarian mengejar mobilnya, yang ada di pikirannya, mengapa akhirnya Zu mau? Apakah karena paksaan atau karena kemauannya, Azlan sadar dirinya juga masih belum bisa membuka hati tapi keinginan mamanya sulit ia tolak, dan dirinya juga tak tega menolak keinginan itu, ia tak tahu sampai kapan usia mamanya.

Sementara papa Azlan menatap penuh kagum pada jembatan Suramadu, ingatannya kembali pada jaman ia kuliah saat diajak salah satu teman kuliahnya ke Sumenep, untungnya ia diijinkan untuk membawa mobil oleh orang tuanya sehingga tidak perlu berdesakan di dalam bus, hanya antrian panjang untuk masuk kapal fery tetap ia rasakan.

Papa Azlan benar-benar menikmati jembatan yang total panjangnya 5,4 km dan memiliki lebar 2 meter x 15 meter. Butuh waktu sekitar enam tahun untuk menyelesaikan proyek ini hingga akhirnya diresmikan oleh Presiden SBY waktu itu.

Papa Azlan menoleh, melihat anaknya yang termenung, melamun, dan ia yakin yang ada dipikirannya bagaimana menghadap keluarga gadis itu.

"Azlan, apa yang kau pikir? Kau meneysal menuruti keinginan mamamu?"

"Nggak Papa, yang aku pikir hanya, kami menikah tanpa cinta Pa, dan sejak awal gadis itu sudah tidak suka padaku, kami sering terlibat hal yang tidak cocok tanpa sengaja," sahut Azlan dan papanya kaget.

"Lah gimana sih, tapi itu kok mau ya dia kamu minta jadi istrimu?" tanya papa Azlan.

"Ya makanya itu Pa, aku nekat aja nelpon Ustad Khaedar, dan alhamdulillah dianya mau," ujar Azlan. Dan papanya menoleh, keningnya berkerut.

"Ustad Khaedar? Ah nama bisa saja sama sih, nama sahabatku dulu namanya juga Khaedar, rumahnya di Bangselok, ke arah Barat kalau kita dari pusat kota, atau biasa melewati Mesjid Jamik Sumemep, papa ingat karena dulu papa hampir seminggu ikut sahabat papa itu, tak lama ia bekerja entah di mana dan papa melanjutkan kuliah ke luar negeri, hubungan kami lalu terputus," ujar papa Azlan.

"Bukan Pa, ini Ustad Khaedar rumahnya di Kepanjin, masuk gang agak sempit, mobil aja kalo salipan jadi agak susah, ngalah salah satu," sahut Azlan.," Papa kok nggak naik pesawat sih, biar ngak capek, ke Sumenep sekarang bisa naik pesawat lewat Bandara Trunojoyo."

"Gak apa-apa, Papa pengen mengenang perjalanan ke Sumenep, saat masa kuliah dulu, dan ternyata Madura banyak berubah Azlan," ujar papa Azlan namun tak lama kemudian Azlan melihat papanya tertidur dan mobil membelah jalan dengan kecepatan sedang.

***

"Buk, sudah siap semua? Ini kayaknya calon besan kita akan berbuka di sini," tanya Ustad Khaedar pada istrinya. Hasanah mengangguk sambil tersenyum.

"Sudah Pak, siap semua dah, Kita nih dah pernah menerima tamu kayak gini," jawab Hasanah dan semuanya terdiam saat Zu datang membawa takjil untuk berbuka.

"Iya, pernah, meski akhirnya batal," sahut Zu pelan dengan wajah sedih.

"Zu, kamu di pesantren sejak tsanawiah sampai kamu kuliah juga di sana, ibu yakin ilmu agama kamu cukup, termasuk pemahaman kamu tentang takdir, jika kau ikhlas dan sabar Allah akan mengganti yang lebih baik, jutsru harusnya kau bersyukur gagal menikah dengannya, daripada kalian sudah menikah dan ternyata dia malah menyakitimu saat kau sudah menjadi istrinya, sakitmu akan lebih parah, naudzubillahi min dzalik Nak," ujar Hasanah dan Zu terhenyak, meski matanya berkaca-kaca, ia membenarkan kata-kata ibunya lalu ia letakkan nampan di meja makan dan memeluk ibunya sambil menangis.

"Maafkan Zu, Ibu, maafkan Zu, benar kata Ibu harusnya Zu bersyukur ditunjukkan saat itu juga, tapi Zu sakit Ibuuu, sakiiit, Zu kayak dihina dan dibuang, kenapa juga dia mau waktu dijodohkan kalau ternyata dia balik ke mantannya yang dokter itu," ujar Zu sambil terisak.

Seketika Hasanah melepas pelukannya dan Ustad Khaedar menoleh, kedua orang tua itu kaget mendengar kata-kata Zu.

"Siapa yang bilang begitu?" tanya Hasanah.

"Aisyah, temanku, dia ternyata sepupu mantannya Mas Fuadi, mereka balikan dan memutuskan perjodohan denganku," ujar Zu sambil mengusap air matanya.

Ustad Khaedar dan Hasanah hanya bisa istighfar berulang. Mereka baru tahu alasan Fuadi memutuskan rencana pernikahan yang hanya menghitung hari. Mereka hanya bisa pasrah pada Allah dan ikhlas, bahwa jalan hidup Zulaikha akan seperti itu, namun kedua orang tua itu yakin bahwa kelak Zu akan baik-baik saja.

"Assalamu'alaikuuum ....," suara yang sangat mereka kenal terdengar dari arah teras.

"Wa alaikum salaaaam,'

"Lah tamunya sudah datang, ayo Bu," ajak Ustad Khaedar pada istrinya.

"Yo ayo Bapak duluan, aku ngekor aja," sahut Hasanah.

***

Saat Ustad Khaedar sampai di teras, ia menghentikan langkah seketika, ia menunjuk laki-laki yang sangat ia kenal, bibirnya terbuka lebar, dan begitu juga laki-laki di hadapannya terbelalak sekan tak percaya.

"Ahsan, Ahsani Takwimi Althaf?"

"Khaedar Kamarullah, Ya Allah, Subhanallah,"

Dan keduanya berpelukan, lalu melepas pelukan saling menatap dalam jarak dekat dan berpelukan lagi agak lama. Lalu keduanya duduk di teras mengabaikan Azlan yang melongo dan akhirnya ikut duduk tak jauh dari papanya.

"Kamu ke mana saja? Kita betul-betul lost contact," ujar papa Azlan.

"Ya betul, aku sempat berada di Bali, penempatan kerjaku di sana pertama kali, lalu pindah ke Surabaya, agak lama di sana, lalu sempat di Brebes juga, hingga akhirnya aku pensiun dan kembali ke Sumenep, hanya anak-anak saat mulai usia sekolah aku titipkan pada ibu dan mertuaku agar bersekolah di Sumenep saja, mereka berada di pondok pesantren, kalau Zulaikha di Guluk-guluk sedang Maryam di Prenduan, kau sendiri bagaimana? Pasti sibuk dengan beberapa perusahaan papamu, apalagi kau anak tunggal?" tanya Ustad Khaedar.

"Ya benar, aku langsung ke Jakarta, memimpin perusahaan papa dari sana tapi dua tahun ini sejak penyakit jantung istriku sering kambuh minta pulang ke Surabaya, jadi perusahaan papa yang di Jakarta dipegang sepupuku, aku pegang yang di Surabaya, Azlan ini nanti yang menggantikan aku pegang yang di Surabaya ini," ujar papa Azlan. Dan keduanya baru sadar jika ada pemuda itu diantara mereka.

"Ya Allah, aku lupa, kita keasikan ngomong, ini anakku Azlan mau meminang anak gadismu," ujar papa Azlan dan Ustad Khaedar menerutkan keningnya.

"Ustad Zayd, aku memanggilnya seperti itu," ujar Ustad Khaedar. Dan terdengar tawa papa Azlan.

"Terserah kaulah, yang jelas anakku punya niat suci ingin meminang anakmu, itu kalau dia bersedia, kalau tidak ya gimana lagi, aku pribadi ingin, sangat ingin anakku dan anakmu bersatu dalam rumah tangga, rasanya ini memang diatur Allah agar kita bertemu kembali,"

Ustad Khaedar menghela napas, ia memandang wajah sahabatnya, ia pun tak menngira jika akan bertemu lagi.

"Baiklah akan aku panggil anak dan istriku, sebenarnya tadi istriku ada di belakangku, eh kita keasikan ngobrol, paling dia masuk lagi, ayo masuk ke ruang tamu saja, sebentar lagi selesai itu anak-anak ngaji, rame di sini. Masuk saja,"

Ustad Khaedar menyilakan keduanya duduk lalu memanggil Hasanah juga Zu. Tak lama Hasanah ke luar tersenyum pada Azlan dan papanya. Zu menyusul di belakang ibunya.

"Duduk sini, Zu, dekat ibumu," ujar Ustad Khaedar

"Ini anakku, Zulaikha Hairatun Hisan namanya, sudah selesai kuliah, tinggal wisuda saja," ujar Ustad Khaedar mengenalkan Zu.

"Kalau aku tak perlu mengenalkan Azlan, kalian pasti sudah mengenalnya, kan katanya ngajar ngaji di sini, dan dia anak kedua aku Dar, sekaligus yang akan menggantikan aku memimpin Althaf Corp. karena kakaknya sudah sibuk dengan perusahaan yang di Singapura dan Malaysia, aku ingin istirahat, jadi setelah menikah nanti, anakmu akan ikut kami ke Surabaya, aku harap mau, karena Azlan akan mengambil alih memimpin perusahaan," ujar papa Azlan. Azlan menoleh dengan wajah kaget, anak dan orang tua itu saling pandang. Azlan menggeleng ragu namun papanya menepuk pundak Azlan dengan pelan.

Ustad Khaedar, Hasanah dan Zu kaget bukan main, tak pernah terpikir laki-laki dengan dandanan santai yang mereka lihat tiap hari dan ocehan usilnya ternyata tidak seperti yang mereka duga.

***

30 April 2020 (00.23)

Gak bisa tidur, mending up cerita aja 😬😬😬

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro