#3
Seminggu sudah Ustad Zayd tidak muncul di mushola Ustad Khaedar. Mau tidak mau keluarga Ustad Khaedar merasa ada yang kurang, suara merdu adzan Ustad Zayd serta gayanya yang nyeleneh membuat dia terlihat berbeda dari ustad yang lain.
"Ke mana ya Ustad Zayd?" tanya Zu saat sedamg menyapu lantai rumah pagi itu.
"Lah kan bener, kangen kan?" goda Maryam yang terlihat membersihkan kaca jendela dengan kain.
"Bukan gitu May, aku kan jilid skripsiku, khawatir nggak selesai tahu," sahut Zu.
"Alah kan masih lama juga wisudanya kak, kan kondisi kayak gini," ujar May.
"Aku pengen tahu hasil cetaknya saja May kayak apa gitu," ujar Zu.ambil
"Alaaah alesan, makanya jangan terlalu benci jadi geto deeecch," ujar May sambil terus menggosokkan kain ke kaca jendela.
"Rameee saja kalian berdua ini, kerja sambil ngomong ya nggak akan selesai, tapi ngomong-ngomong bener juga Zu, Bapak juga merasa ada yang hilang sejak Ustad Zayd tidak di sini," ujar Ustad Khaedar yang duduk tak jauh dari kedua putrinya yang sedang membersihkan rumah.
"Ya Allah Bapaak, Zu bilang gitu karena kepikiran skripsi Bapaaak," sahut Zu dengan cepat.
"Juga orangnya Bapaaaak." May menambahkan sambil menjulingkan matanya saat melihat mata kakaknya melotot padanya, Ustad Khaedar hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah dua putrinya.
***
"Azlan ... Azlaaan ....," suara rintihan wanita paruh baya mengagetkan Azlan dan papanya yang berada di ruang rawat inap sebuah rumah sakit. Azlan mendekat dan memegang tangan mamanya.
"Ini Azlan Mama, Mama harus sembuh dan Mama pasti sembuh," ujar Azlan berbisik di telinga mamanya.
Sejak serangan jantung seminggu lalu, Mama Azlan seolah tak mau jauh-jauh dengan anak bungsunya, anak pertamanya yang berada di Singapura tak bisa pulang karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk pulang. Hampir semua negara menerapkan lockdown karena pandemic virus yang mematikan itu.
"Kapan Azam pulang?" rintihnya lagi.
"Nggak bisa pulang, Sayang, kan kondisi semua negara gini," sahut papa Azlan sambil membelai rambut istrinya.
"Dengerin mama Sayang, mama khwatir usia mama nggak lama, penyakit jantung mama kayak gini, mama ingin kamu segera nikah, turuti mama ya Sayang? Mama tahu kamu masih sakit, hati kamu masih belum terobati karena kami salah memilih jodoh, kami tak tahu jika dia hanya pura-pura mencintaimu, demi harta keluarga kita, dan di saat kamu mulai mencintainya, kebenaran itu kamu dengar sendiri dari wanita itu, sekarang mama pasrahkan padamu Sayang, pilihlah sendiri jodohmu, mama akan menerima, siap pun dia, mama ingin satu bulan lagi, mama nggak kuat rasanya Azlan, dada mama sering terasa sakit yang nggak tertahankan, makanya sebelum mama pergi, mama ingin lihat kamu nikah,"
Azlan menunduk, ia hanya mengangguk, tak tahu harus bagaimna, dan siapa wanita yang bersedia dia nikahi dalam waktu satu bulan ini, ia mantapkan hatinya ingin membahagiakan mamanya namun apa yang bisa ia lakukan dalam waktu yang singkat? Akhirnya Azlan menatap wajah lelah dihadapannya.
"Iyah, Ma, Azlan akan bawa calon Azlan ke Mama, semoga segera mau Azlan bawa ke sini," bisik Azlan dan mamanya menangis menggapai wajah Azlan, Azlan mendekat dan mamanya mencium kening Azlan.
"Makasih Sayang, mama tahu ini berat bagi kamu, semoga segera bisa melaksanakan penikahan sederhana, yang penting mama tahu kamu sudah ada yang ngurus, nanti kalau mama sudah sampai pada janji mama dan belum sempat lihat resepsi pernikahan kamu, tetep laksanakan, mama pasti bisa melihat kebahagiaanmu dari tempat yang lebih indah di sisiNya," ujar mama Azlan dengan suara lirih.
***
"Kamu gimana sih, kok langsung bilang iya sama mama kamu, memang ada calonnya?" tanya papa Azlan saat mereka berada di luar kamar rawat inap, dan duduk memandang taman serta seliweran perawat dan keluarga pasien.
"Kasihan mama, Pa, yang penting iya dulu, ini juga aku bingung, mau apa nggak calonnya, aku telepon bapaknya si gadis itu dulu, mau apa nggak, bismillah aja," ujar Azlan.
"Loh, kamu ini gimana, emang sudah jelas calon kamu? Orang mana?" tanya papa Azlan.
"Ada Pa, tapi dianya nggak suka ke aku kayaknya Pa, orang Sumenep, Pa," sahut Azlan.
"Sumenep? Lah dulu papa punya teman, teman kuliah, waktu S-1, pernah ke sana Papa, tapi tahun berapa dah lupa, di daerah mana ya, satu kali pernah ke sana, trus gimana langkah selanjutnya kalau calonnya saja gak jelas," ujar papa Azlan.
"Aku telepon aja nanti ba'da tarawih Pa, kalau ok, trus gimana? Papa ikut ya minta calon istri aku, lalu mama gimana?" tanya Azlan bingung.
"Ya papa ikutlah minta anak gadis orang, mama kamu biar adik papa yang jaga, biar tante-tantemu gentian yang jaga, orang tua gadis itu kerja di mana?" tanya papa Azlan.
"Pensiunan BUMN, Pa, trus guru ngaji juga, beliau punya sekolah baca tulis Qur'an di rumahnya, aku kan tiga bulan ini ngajar ngaji di sana, dipanggil Ustad Zayd sama anak-anak yang ngaji dan sedikit demi sedikit mulai melupakan rasa sakit itu," ujar Azlan pelan.
"Jadi kau menyembuhkan lukamu di sana?" tanya papa Azlan dan Azlan mengangguk.
"Belum sembuh, Pa, masih ada sedikit rasa sakit, aku merasa dilecehkan dan dihina," sahut Azlan.
"Maafkan kami, papa dan mama berpikir Jasmin yang cantik, anak rekanan papa itu cocok denganmu, aku dan papanya sama-sama pengusaha, dan dia tidak menolak saat dijodohkan denganmu, mana papa tak tahu jika ia hanya suka pada segala fasilitas yang kita berikan dan ternyata orang tuanya juga banyak nunggak ke bank, hampir kolaps juga perusahaannya, mereka mengumpankan anak gadisnya agar perusahaan mereka kembali pulih. Untungnya kamu tahu secara tak sengaja saat kamu bertemu klien di hotel dan Jasmin sedang bersama pacarnya di sana lalu kamu mendengar semuanya, alhamdulillah Allah masih menolongmu, menunjukkan bahwa ia memang bukan jodohmu."
"Paaa, please, jangan dilanjutkan, rasanya aku malas mengingatnya lagi, aku pikir wajah cantik dan sabarnya mewakili hatinya, ternyata dia hanya ingin harta kita, aku tak ingin mengingatnya lagi Pa, ah sudahlah, eh iya ini waktu sholat asar Pa, aku sholat dulu, nanti aku telepon bapak gadis itu Pa," ujar Azlan.
"Ok, gantian, sana kamu sholat duluan," sahut papa Azlan.
***
Assalamu'alaikum ustad
Wa alaikum salaam, gimana perkembangan kesehatan ibunda Ustad?
Alhamdulillah Ustad, mama sudah ke luar dari ICU
Alhamdulillah
Gini Ustad, maaf jika saya tidak sopan hanya lewat telepon, tapi nanti pasti saya akan bicara secara langsung
Ada apa? Kok serius, tumben ustad Zayd
Begini Ustad ini masalah penyempurnana ibadah, saya harus serius Ustad, maaf, gini Ustad, saya ... ingin melamar Dik Ulay jadi istri saya Ustad ..
.....
Ustad
Eh iya iyaaa .... Kaget saya Ustad, begini, maaf kalau boleh saya bertanya, apa ini desakan dari ibunda Ustad? Saya hanya ingin memastikan saja bahwa Ustad melamar anak saya bukan karena tekanan dan paksaan
Awalnya iya, tapi saya pikir sudah waktunya saya berpikir tentang rumah tangga Ustad, usia saya sudah 27 tahun, lalu nunggu apa lagi?
Akan saya sampikan pada Zulaikha, Ustad, akan saya yakinkan dia bahwa Ustad Zayd memintanya menjadi istri
Jika Dik Ulay bersedia, saya secara resmi akan meminangnya bersama Papa, Ustad
Baiklah, saya akan segera menghubungi Ustad Zayd
Terima kasih banyak Ustad
Sama-sama
Semoga ini memang jalan Allah bagi saya dan Dik Ulay
Aamiiiiiiiin, omong-omong bisa nggak ya, Ustad jangan panggil Ulay, anaknya suka marah kalau dipanggil gitu
Kan panggilan kesayangan Ustad
Ya Allaaaah iya iya (ustad Khaedar tertawa)
Ya sudah Ustad terima kasih banyak, Assalamu'alaikum
Wa alaikum salaam
***
"Haaah, dilamar Ustad Zayd?" dan Zulaikha mendadak pusing saat Bapaknya menyampaikan keinginan suci itu
***
26 April 2020 (20.21)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro