Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#2

"Assalamua'alaikuum ... mau saya bantu, Dik?" tanya Ustad Zayd, saat keesokan harinya, kembali di sore hari, melihat Zulaikha menyiram tanaman yang tumbuh lebat di halaman rumahnya.

"Wa alaikum salam, nggak, makasih,"

Dan Zu berlalu meninggalkan Ustad Zayd yang tersenyum melihat wajah kesal Zu. Lalu ia mengambil selang yang ditinggalkan oleh Zu, melanjutkan menyiram tanaman di halaman rumah Ustad Khaedar.

"Maafkan Zu, Ustad jika dia tak bisa ramah," ujar Ustad Khaedar tiba-tiba muncul saat Ustad asik menyiram tanam.

"Ah, Ustad Khaedar, iya nggak papa, Ustad, saya juga sih pas pertama ketemu gak enak nyapa Dik Ulay jadinya dia marah terus," sahut Ustad Zayd.

"Ulay?" tanya Ustad Khaedar bingung.

"Biar gampang saya ingat ustad, Zulaikha kayaknya terlalu panjang, jadi saya panggil pendek saja, Ulay, Dik Ulay," sahut ustad Zayd dan ustad Khaedar tertawa.

"Ada-ada saja Ustad ini, dia tidak bisa diajak bergurau seperti itu ustad, dia akan semakin marah, tapi dia baik, dia anak yang patuh, sejak kecil nggak neko-neko, hanya adaaa saja cobaan baginya," ujar Ustad Khaedar.

"Allah menyayangi Dik Ulay berarti Ustad, makanya Allah selalu memberi cobaan, nantinya setelah cobaan berlalu, Dik Ulay akan mendapat hal yang membahagiakan, lah kok malah saya banyak omong ini Ustad," ujar ustad Zayd dan keduanya tertawa.

"Oh iya, kan Ustad buka penjilidan buku juga ya, itu Zu mau membukukan sikripsinya, bisa ya Ustad?" tanya Ustad Khaedar dan Ustad Zayd langsug mengangguk.

"Bisa, biar nanti pengennya Dik Ulay seperti apa, biar dia milih sendiri. Nanti saya bawakan contohnya ke sini Ustad," ujar Ustad Zayd bersemangat.

"Iya, iya, nanti saya tanyakan sama orangnya dulu Ustad, jangan dibawa nanti," sahut Ustad Khaedar melihat Ustad Zayd yang antusias.

"Omong-omong ustaz Zayd ini aslinya mana? Saya kok ya lupa mau nanya. kalau melihat logatnya bukan orang Sumenep ya?" tanya Ustad Khaedar dan Ustad Zayd terlihat gugup. Sejujurnya ia tidak suka jika ditanya hal seperti itu, ia pindah ke kabupaten di ujung Madura ini karena ia jenuh dengan kehidupan di kota besar. Ia tinggalkan semuanya karena kecewa pada keadaan yang ia alami, hingga meminta ijin pada kedua orang tuanya akan belajar hidup mandiri dan menjauh dari segalanya.

"Ah, Maaf jika Ustad tidak berkenan saya tanya," ujar Ustad Khaedar dan Ustad Zayd segera tersadar.

"Ah tidak apa-apa Ustad, Saya lahir dan besar di kota besar ustad, saya ke sini juga diajak oleh teman sekamar saya saat di pondok, di sini rumahnya di daerah Karangduak, di jalan Delima kalau tidak salah, saya beberapa kali ke sana, saya dua bersaudara, saya bungsu Ustad, kami dibiasakan ulet karena pendahulu kami bergelut dibidang bisnis, sampai akhirnya ada hal yang menyakiti saya, setelah saya pulang dari kuliah saya S-2 di Australia, saya putuskan ke sini, saya hubungi sahabat saya dan dia siapkan segalanya lalu yah akhirnya saya kenal Ustad, dan saya bahagia di sini," ujar Ustad Zayd dan Ustad Khaedar kaget mendengar ceritaUustad Zayd.

"Waaaah ternyata Ustad ini bukan orang sembarangan, sudah S-2 pula, kok gak ke Mesir? Kok malah ke Asutralia Ustad? " tanya ustad Khaedar, dan ustad Zayd kaget,

"Lah, emang tadi saya bilang gitu? Duuuh keceplosan ini saya heheh, mengapa memilih Australia ya papa inginnya saya memperdalam bidang bisnis Ustad dan di sana juga ada apartemen, kakak dan papa saya juga kuliah di sana dulu, jadi ya ke sana akhirnya pilihannya, eh Ustad, benar tadi saya bilang ya kalau saya kuliah sampai S-2?" tanyanya kaget sambil menutup mulutnya.

"Lah iya kan, tadi Ustad bilang gitu, masak lupa wong Ustad masih muda, baruuu saja bilangnya," ujar ustad Khaedar.

"Ya Allah, astaghfirullah, saya ujub ya Ustad?" tanya Ustad Zayd dan Ustad Khaedar tertawa.

"Mau ujub gimana lah Ustad sendiri malah lupa sama ceritanya Ustad tadi, lah kalo kayak gini ini baru gak bener Ustad, ini namanya mubadzir, lah Ustad lupa dari tadi cerita air hidup terus nyiramnya ya di satu tempat lagi,"

"Astaghfirullaah," ujar Ustad Zayd dan keduanya tertawa.

Tak lama para santri sudah mulai berdatangan, ustad Zayd dan ustad Khaedar mulai menuju mushola namun sebelumnya ustad Zayd mematikan keran air terlebih dahulu.

Hanya sejak kondisi tidak memungkinkan maka santri yang datang hanya sediikit itu pun mereka memakai masker, apalagi sejal Kabupaten Sumenep masuk zona merah warga semakin menjaga segala kemungkinan, ustad/ustadah pun bergiliran masuk. Yang hanya setor hafalan biasanya menggunakan video dan dikirim ke ustad/ustadah masing-masing.

***

"Nggak Bapak, aku nggak mau ke orang itu, banyak penjilidan kok kenapa juga harus ke dia?" tanya Zu dan Ustad Khaedar menggeleng.

"Kondisi kayak gini, kamu nggak usah ke mana-mana, nanti Ustad Zayd bawa contohnya dan kamu tinggal milih yang kayak apa, nggak biasanya kamu membantah, Zu?" tanya Ustad Khaedar dan Zu akhirnya memilih diam.

"Siapkan semuanya, entah besok pagi atau sesempatnya Ustad Zayd mau ke sini," ujar Ustad Khaedar meninggalkan Zu yang masih tercenung.

"Kenapa? Ada apa jika ke Ustad Zayd? Dia loh gak ganggu kamu, kamu aja yang mangkel gak jelas," ujar Hasanah pada Zu setelah sahur dan sedang menunggu subuh.

"Sejak awal dia ngeselin Bu, bikin mangkel," sahut Zu.

"Eh, dia lucu loh kak, adaa aja yang bikin kami ketawa," ujar May yang diiyakan oleh Hasanah.

"Semua ustad/ustdzah suka ke dia, meski orang baru dia gak canggung untuk bergaul," ujar May lagi.

"Dia itu gak sombong, aku yakin dia anak orang berada cuman gak tau aja kenapa dia ke sini," ujar Ustad Khaedar sambil berjalan ke arah pintu menuju mushola karena sebentar lagi sholat subuh berjamaah akan segera dilaksanakan.

"Ayo, semuanya ambil wudu," ujar Ustad Khaedar dari arah pintu.

***

Pagi hari Ustad Khaedar dan istrinya menyiangi tamanan, baru setahun ini Ustad Khaedar mengabdi penuh mengajar para santri yang mengaji di mushola, karena ia baru setahun ini pensiun dari salah satu BUMN. Saat sedang asik dengan tanamannya tiba-tiba keduanya mendengar suara Ustad Zayd mengucap salam,

"Assalamualaikum,'

"Wa alaikum salaam," sahut Ustad Khaedar dan istrinya.

"Dik Ulaynya ada Ustad, ini saya bawa contohnya, mau yang kayak gimana? Warna cover, nanti saya minta logo universitasnya," ujar Ustad Zayd.

"Oh iya mari Ustad duduk dulu, Zu dengan adiknya masih masak, saya panggil dulu ya?" ujar Hasanah sambil bergegas masuk hendak memanggil Zu.

***

"Nggak ah Bu, males aku," sahut Zu saat Hasanah membertahu jika ustad Zayd menunggu di depan.

"Jangan biarkan Bapakmu marah, ayo cepat ganti baju, temui ustad Zayd, ibu dan bapak juga akan ada di sana, kami tidak akan membiarkan kalian duduk berdua, sudah sana," ujar Hasanah dan May menyahut sambil menggoreng tahu dan tempe.

"Eleh nggak-nggak, ntar kepincit baru tahu rasa,"

"Maaaay nggak boleh gitu, nggak ada kepincut-kepincutan," sahut Hasanah.

***

Ustad Zayd segera menunduk saaat melihat Zu yang pagi itu menggunakan abaya warna navy dan hijab warna putih bunga-bunga. Mau tak mau Ustad Zayd mengakui jika gadis judes dan jutek itu cantik juga, dan hatinya masih belum mau merasakan sakit lagi, sekadar mengagumi kan tidak ada salahnya.

Zulaikha duduk di samping ibunya dan Ustad Zayd mulai menyodorkan beberapa contoh warna cover yang mungkin bisa dipilih Zu.

"Saya pilih ini," ujar Zu pelan dan ustad Zayd hanya melongo dan mengangguk.

"Pilih saya? Eh pilih ini, iya iya," sahut Ustad Zayd.

Sedang Hasanah dan Ustad Khaedar hanya saling menatap sambil geleng-geleng kepala sambil menahan senyumnya, Zu terlihat memberengut sejak tadi, wajahnya sejak awal sudah sulit untuk ramah pada Ustad Zayd.

"Universitas mana? Saya lihat contoh logonya?" tanya Ustad Zayd dan Zu memberikan selembar contoh pada ustad Zayd.

"Ok, Dik, mana file skripsinya yang sudah siap cetak?" tanya ustad Zayd lagi, Zu menyodorkan flashdisk, meletakkannya di meja dan ustad Zayd mengambil flashdisk itu, lalu memasukkan ke saku celananya.

"Eh, jangan di situ, Mas nanti ilang flashdisknya, di saku bajunya aja, apa di mana gitu, kan kecil banget itu," ujar Zu terlihat khawatir, entah mengapa lagi-lagi ustad Zayd melongo lalu tersenyum.

"Ada apa Ustad?" tanya Ustad Khaedar bertanya.

"Anu Ustad, tadi Dik Ulay panggil saya Mas, rasanya mak nyes gitu, biasanya panggil ustad," ujarnya sambil melirik Zu.

"Keceplosan," sahut Zu dengan wajah ditekuk.

Akhirnya Ustad Khaedar tak lagi bisa menahan tawanya dan Hasanah menutup mulutnya, tertawa sambil menahan suara. Sedang Zu menghela napas berucap istighfar berulang agar ia bisa menahan marah. Tiba-tiba saja ponsel Ustad Zayd berbunyi dan ia meminta ijin menerima telepon. Ustad Zayd menempelkan ponsel ke telinganya, tak lama wajahnya terlihat khawatir.

"Apa? Mama sakit? Masuk rumah sakit? Baik, aku pulang."

***

24 April 2020 (23.34)

Entahlah jadi cerita apa ini wkwkwk 🤣🤣🤣 sambil ditemani ngobrol Dean Ahmad, Netailuy, dan Dian Sudjiwo 😂😂😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro