Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#1

Senja baru saja turun, saat Zu menjejakkan kaki di halaman rumahnya, setelah ia memposisikan dengan aman motornya diantara motor para ustad dan ustadzah yang senja itu masih tekun mengajar para santri mengaji. Namun entah mengapa sore itu terlihat tidak begitu ramai mungkin karena kondisi yang seperti ini. Mushola yang cukup luas dan besar di samping rumahnya memang telah lama menjadi tempat belajar membaca dan tulis Al Qur'an sejak jaman kakeknya dulu, ada sepuluh orang ustad dan ustdzah yang mengajar di samping rumahnya itu. Zu terus mengayunkan langkahnya, meski sebenarnya ia enggan pulang tapi karena ini puasa hari pertama dan ibunya, Hasanah, telah berpesan jauh-jauh hari agar ia berkumpul di rumah untuk buka puasa bersama.

"Assalamu'alaikum, Ustadzah," suara seseorang yang mengucap salam, tidak keras namun karena Zu melamun ia jadi kaget, seketika tas yang ia jinjing terlepas jatuh di dekat kakinya.

"Astaghfirullah, Ya Allaaah," ujar Zu, sambil memegang dada, menatap laki-laki bertubuh menjulang, kulitnya yang putih bersih rasanya lebih cocok jika laki-laki di depannya ada di pajangan etalase super market menjadi manekin memamerkan baju daripada nyengir di depannya.

"Loh, bukan gitu kalau menjawab salam," ujar laki-laki bercelana jins, baju lengan panjang berwana dark silver yang dilipat sesiku, bersandal jepit dan menggunakan topi baseball sambil senyum-senyum.

Zulaikha menatap laki-laki di depannya dengan tatapan tajam karena jengkel, ia buka masker dengan cara menarik ke bawah dagunya, masker yang ia pakai sejak berangkat dari pondok pesantren yang berada di Kecamatan Guluk-Guluk, sekitar 45 menit ia tempuh menuju rumahnya di jalan Pendekar, Kelurahan Kepanjin, pondok pesantren tempat dia menuntut ilmu dan sesekali membantu mengajar karena ia baru saja selesai mengerjakan skripsi namun sejak kondisi yang harus memaksa wfh ia lebih banyak melakukan aktivitas ibadah di pondok pesantren itu, seketika laki-laki di depannya melongo melihat wajah Zu yang baru ia tahu saat masker kain itu telah menumpuk di dagunya.

"Wah ustadzah baru ya?" tanyanya dengan wajah ceria.

"Saya tidak tahu siapa Anda, yang jelas saya tahu kalau assalamu'alaikum itu jawabannya ya wa alaikum salam, tapi mengucap salam bukan dengan cara mengagetkan orang kayak tadi, salam itu saling mendoakan, jadi yang sopan bilanganya, saya bisa mati muda karena kaget, ngerti? Eh iya, wa alaikum salaam." Ujar Zu dengan ketus sambil menatap dengan tajam.

"Lah jawabnya kok ketus, katanya doa?" ustad Zayd menahan tawa dan Zu semakin marah.

"Terserah, kenal juga nggak, sok akrab," sahut Zu dan senyum ustad Zayd semakin lebar.

"Kan sesama muslim harus saling mendoakan,"

Zulaikha segera meraih tasnya yang terjatuh dan bergegas menuju rumahnya dengan langkah lebar tak mempedulikan orang yang ia anggap nyeleneh. Dan Zu semakin sebal karena sempat mendengar tawa orang itu.

Laki-laki itu hanya tersenyum, tak mengira jika ada ustadzah baru yang cukup cantik, meski ia sempat berpikir siapa wanita ketus itu kok masuk ke rumah Ustad Khaedar. Sejak beberapa bulan lalu ia mengajar mengaji di rumah Ustad Khaedar Kamarullah, ada sekitar hampir lima puluh anak yang mengaji di sana dengan sepuluh orang ustad/ustadzah sebagai tenaga pengajar, ditambah ustad Khaedar sendiri bahkan kadang istri ustad Khaedar, Hasanah ikut mengajar juga, dan baru kali ini ia melihat ustadazah cantik tapi galak tadi.

"Assalamu'alaikuuuum, Ibu, siapa sih itu tadi, ada laki-laki aneh, sebel aku" ujar Zu sambil meletakkan tas jinjing di kursi. Hasanah tersenyum.

"Wa alaikum salaam, yang mana? Ustad Zayd?" tanya Hasanah sambil tersenyum.

"Kok Ibu tahu kalo yang aku maksud dia? Bukan ustad Bu kayaknya, dia pake baju lengan panjang yang lengannya digulung sesiku, celana jeans dan topi baseball, mana pake sendal jepit lagi," ujar Zu, dengan wajah masih menyimpan kesal. Terdengar tawa ibunya dan Zu semakin penasaran.

"Dia ustad baru di sini, tiga bulan sudah mengajar para santri mengaji, kamu saja yang nggak tahu, lah kamu jarang pulang, nanti topinya ia buka kok pas ngajar ngaji, biasanya juga pakai peci nanti," sahut Hasanah.

"Baru tahu kalo ada ustad penampakannya kayak gitu, astaghfirulah kok malah gibah, ntar batal puasa," ujar Zu melangkah menuju kamarnya.

"Makanya jaga hati, jaga lisan selama bulan puasa," Hasanah hanya tersenyum mendengar anaknya menggerutu..

***

Tak lama terdengar riuh anak-anak yang mengaji telah pulang, ada yang dijemput orang tuanya, ada juga yang naik sepeda. Namanya anak-anak tetap riuh meski jumlah mereka tak banyak karena ada pembatasan hanya berapa orang yang boleh berkumpul. Beberapa orang ustad/ustadzah pulang tapi ada yang memilih masih tinggal, terutama mereka yang belum memiliki pasangan. Biasanya Hasanah akan mengajak berbuka puasa bersama.

"May, mana kakakmu? Coba sana panggilkan, kita buka bareng dengan para ustad/ustadzah, seperti biasa tempatnya," pinta Hasanah dan Maryam kaget,

"Lah memang kakak pulang? Kapan?" tanya Maryam.

"Iya itu di kamarnya," sahut Hasanah dan Maryam bergegas ke kamar kakaknya, menemukan kakaknya yang duduk termenung, menatap cincin pertunangannya dan kaget saat Maryam sudah berdiri di sampingnya.

"Kakak masih mengingat mas Fuadi?" tanya Maryam, Zu menghela napas, diam saja tanpa menjawab apapun.

"Kaak, kakak masih ingat ya?" tanya Maryam lagi dan Zu mengangguk ragu.

"Kami memang dijodohkan May, tapi ternyata waktu yang sebentar itu sanggup membuat kakak jatuh cinta padanya, dan saat akan menikah tiba-tiba ia mengagalkan rencana yang telah matang itu. Kakak gak pernah kenal lawan jenis, makanya pas kami dijodohkan, lalu taaruf, kakak langsung mau, karena kan kamu tahu sendiri gimana dia kalau ngaji, suara merdunya, pas adzan juga di mushola bapak, ah May, nggak taulah, kali kakak gak layak buat dia, dia yang bak malaikat ternyata mampu meninggalkan kakak dengan mengejar wanita lain, yang ternyata katanya cinta pertamanya, ada teman kakak yang bercerita pada kakak bahwa ia memilih kembali pada wanita yang ia cintai sejak lama, makanya kalau ada yang menikahimu gak papa duluan May, kakak masih belum bisa jika harus memulai lagi," ujar Zu.

"Zu,May, ayo bawa takjil ke mushola, ini dah hampir adzan maghrib loh," suara Hasanah menyudahi obrolan sedih senja itu.

Maryam, atau biasa dipanggil May, segera bergegas membawa nampan berisi takjil menuju mushola.

"Ini bawa sekalian Zu," ujar Hasanah menyuruh Zulaikha membawa kudapan lainnya ke mushola. Baru saja hendak melangkahkan kaki terdengar suara adzan.

"Alhamdulillaaah, kita buka dulu Zu, nanti antar ke mushola ya," pinta Hasanah dan Zulaikha hanya mengangguk.

"Merdu banget, siapa yang adzan, Bu?' tanya Zu sambil memasukkan kolah pisang ke mulutnya.

"Ustad Zayd," sahut Hasanah dan seketika Zu tersedak.

"Hati-hati kalo makan kolak, kok bisa sampe tersedak gitu sih Zu," ujar Hasanah dan Zulaikha menatap wajah ibunya dengan tatapan tak percaya.

"Dia?"

"Kamu ini Zu, jangan menilai orang dari luarnya saja, dia itu lulusan pondok pesantren terkenal di Jombang sana," ujar Hasanah," Dia di sini buka jasa pengetikan, layout, bikin cover dan lain-lain, foto kopi juga ada, itu dipojok jalan sana kan ada toko warna biru, nah dia di situ, awalnya dia ikut sholat jamaah nah pas Pak Saidi yang biasa jadi muaddin gak datang dia yang gantiin, semua kaget dengar suara merdu dia, baik kok anaknya, gak banyak omong," ujar Hasanah dan Zu menyipitkan matanya.

"Ibu kayak mempromosikan dia deh, nggak Bu setelah ... ,"

"Ah sudah, sudah sana bawa kudapan ini ke mushola Zu," ujar Hasanah dan Zu menghentikan menikmati kolak, lalu mengambil nampan yang penuh dengan kudapan berupa kue basah.

Baru beberapa detik...

Praang .... Klontaaang..!!

"Astagfirullaaah ...,"

"Ya Allah ... ,"

Hasanah bergegas menuju tempat asal bunyi keras itu. Dan mulutnya terbuka lebar saat melihat ustad Zayd yang hanya nyengir dan Zu yang terlihat marah. Kudapan di nampan ada beberapa yang jatuh dan untungnya tempat kolak berbahan plastik itu aman mendarat di lantai meski berserakan.

"Ya Allah Zuuu, kok bisa sih?" tanya Hasanah dan Zu menatap tajam pada wajah ustad Zayd yang menatapnya dengan wajah lucu.

"Tanya ke dia, Bu, jalan pake acara gak liat di depannya ada orang apa nggak?"

"Lah kok aku Dik Ustadza, kan kamu yang nabrak duluan?" ujar ustad Zayd masih saja senyum-senyum.

"Dik? Gak salah? Aku bukan adikmu," ujar Zu.

"Ya kakak deh," ujarnya lagi.

"Nggak lucu tau, aku nggak kenal kamu,"

"Ya kenalam dulu, namaku Zayd ...,"

"Nggak nanya,"

Hasanah segera melerai keduanya dengan cara pura-pura mengambil mangkuk kolak yang berjatuhan di lantai, untungnya hanya mangkuk plastik dan Zayd segera membantu Hasanah.

"Sudah sana ambil pembersih lantai, gini aja kok rame, maaf Ustad, anak saya yang ini memang serius, nggak suka gurau dia,"

Hasanah melihat Zu dengan wajah kesal meninggalkannya dan ustad Zayd menuju tempat cucian untuk mengambil pembersih lantai.

"Eh maaf Ibu Hasanah, itu dik Zu, siapa ya nama lengkapnya?" tanya ustad Zayd.

"Oh Zu, Zulaikha Hairatun Hisan," sahut Hasanah dan ustad Zayd tersenyum.

"Nama yang indah, Zulaikha, dik Ulay," ujar ustad Zayd bergumam sendiri.

"Ulay?" tiba-tiba Zu sudah kembali dengan alat pel ditangannya serta wajah masih menahan marah, namun wajah ustad Zayd yang tetap tersenyum seolah tak merasa bersalah sama sekali membuat Zu semakin jengkel.

"Iya kan panggilan yang manis, Dik Ulay?"

Dan wajah Zu semakin memerah menahan marah.

"Aduuuh Ustad Zayd, silakan balik ke mushola yaa itu bentar lagi sholat berjamaah," usir Hasanah secara halus ia khawatir Zu akan semakin marah.

"Eh iya Ibu, saya balik ke mushola, mari Ibu, mari Dik Ulay,"

"Eeegghhhrrr ... ," dan Zu menggeram keras.

"Istighfaaar Zuuuu, istighfaar," Hasanah mengingatkan anaknya.

"Astaghfirullah hal adziiiiiiim ....,"ujar Zu sambil mengelus dada.

***

Hihihi selamat menikmati cerita Zu dan Zayd yah ,,,

Eh iya selamat menunaikan ibadah puasa, mohon maaf jika ada salah, salah ketik, salah karena ada cerita yang lama gak up, dan salah yang lain, maklum otor tua suka lupa ...

23 April 2020 (21.22)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro