23
"Silakan duduk." Ibu David mempersilakan Wulan dan Igo duduk di ruang tamunya yang megah.
Wulan dan Igo menurut saja. Bersama dengan David mereka duduk bersama di ruangan yang dihiasi guci-guci antik itu.
"Katamu tadi kamu sepupunya Winda?" tanya wanita itu tampak antusias.
"Benar," angguk Wulan. Sedangkan Igo asyik membuka toples berisi kudapan dan melahapnya tanpa dipersilakan.
"Jadi Winda itu asalnya dari mana sebenarnya? Bagaimana bisa dia diadopsi keluarga Alan? Benarkah dia memang punya penyakit mental atau sejenisnya?" tanya wanita tua itu.
Wulan tertegun. Niatnya dia yang mau mencari informasi, malah dirinya yang diinterogasi. Wulan melirik Igo mencari bantuan. Untungnya Igo menangkap kode itu.
"Orang tua Winda meninggal karena kecelakaan. Keluarga kami juga kesusahan jadi tidak ada yang bisa mengasuhnya, kebetulan Tuan Alan ingin mengangkat anak," terang Igo setelah selesai mengunyah cookies.
Wulan sungguh takjub pada kemampuan berbohong pemuda itu. Sepertinya bagi Igo berdusta itu sudah selayaknya bernapas.
"Kami sudah lama sekali berpisah dengannya, tapi disurat terakhirnya dia menyebutkan alamat rumah ini. Jadi kami kemari dengan harapan menemuinya, tapi ternyata...."
Ibu David menutup mulutnya. "Enam tahun yang lalu, keluarga Alan terkena musibah. Hanya Winda yang selamat dari peristiwa itu, tapi sekarang entah dia ada di mana."
"Enam tahun lalu, yang membawa Winda ke rumah sakit adalah suami Ibu?" tanya Igo.
"Ya, suami saya dan tetangga sebelah rumah Pak Joni. Karena Pak Joni dokter, jadi kami serahkan gadis itu padanya. Esoknya waktu kami datang menjenguk, dia sudah tidak ada." Ibu David mengulang kembali kisah yang sudah diceritakan putranya semalam.
"Ada banyak gosip yang aku dengar tentang anak itu. Kuharap hal itu tidak benar," desah wanita itu.
"Gosip macam apa, Bu?" tanya Igo jadi kepo.
"Katanya anak itu pernah hampir meracuni Bu Alan. Bu Alan sendiri yang cerita dengan heboh waktu itu. Ya aku sih tidak percaya. Bu Alan memang tipe yang suka melebih-lebihkan cerita. Sebenarnya dari awal dia memang nggak suka dengan Winda. Mungkin dia melakukan itu agar suaminya mengusir Winda. Bukan hanya dengan Winda saja sih, dia memang nggak suka anak kecil. Kamu dulu pernah dicubit sama dia, kan, David?"
Wanita itu menoleh pada putranya yang mengangguk. "Bukan hanya aku. Anak-anak yang lain juga."
"Dan lagi sepertinya, wanita itu punya selingkuhan," kata Ibu David sembari memegangi dagunya.
"Selingkuhan?" Igo menatap Ibu David penuh minat.
Wanita itu mengangguk. "Ya, aku yakin siang itu aku melihat seorang laki-laki di dalam rumahnya. Wajahnya tidak terlihat jelas, tapi dia terlalu tinggi dan putih dibandingkan dengan Pak Alan. Aku melihat mereka berpelukan. Kira-kira itu kejadiannya dua hari sebelum kejadian kebakaran itu."
Wulan dan Igo saling berpandangan.
Ibu David menutup mulutnya seolah merasa bersalah. "Aduh, tidak seharusnya ya kira menjelek-jelekkan orang yang sudah mati."
"Mengenai jenazah pria dan wanita itu, benarkah itu jenazah milik Tuan dan Nyonya Alan?" tanya Igo.
"Sebenarnya jenazahnya hampir tidak bisa diautopsi karena hangus terbakar. Tapi jadi kelingking Bu Alan yang masih utuh telah diverifikasi oleh polisi bahwa itu memang jarinya dia," terang Ibu David.
"Untuk masalah asuransi keluarga Alan, apa Anda tahu siapa yang mengklaimkannya?" tanya Wulan.
"Oh, itu yang tahu suamiku. Suamiku kebetulan bekerja di perusahaan asuransi dan membantu prosesnya. Walinya, Winda katanya menghubunginya lewat telepon saja. Siapa ya namanya? Aku tidak ingat."
Igo dan Wulan saling berpandangan lagi. Mereka akhirnya mendapatkan informasi lagi.
"Jika Ibu tahu nama walinya, bisakah Ibu berita kami? Kami ingin menemui Winda," pinta Igo.
"Oke, nanti coba aku tanyakan ke suamiku."
***
Setelah ribuan purnama aku update yak. Wkwkwkwk kalian kangen nggak sama wish series?
Pamer nih, hiasan dinding baru. Unyu kan? Yuk sekalian koleksi bukunya juga wkwkkwwk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro