Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

# Tak Bisa Tanpamu #

Songfict : Tak Bisa Tanpamu by Eren feat Jay Organik

🍁🍁🍁🍁🍁

"Nicho, tunggu! Nicho!" Seruan suara feminim tersebut, sempat membuat seorang pria termangu di tempatnya berdiri.

Dulu sekali ada satu orang yang memanggilnya dengan nama itu, nama yang disematkan oleh seorang wanita penawam hatinya. Mungkin hingga saat ini pemiliknya tetaplah sama, dan karena kesalahannya ia telah kehilangan wanita itu.

"Sudah kubilang, jangan panggil aku Nicho! Aku nggak suka!" Suara tegas anak laki-laki membuat pria itu tertegun. Kenapa anak laki-laki itu tak suka dipanggil Nicho, sepertu dirinya. Ia hanya mengijinkan satu orang saja yang memanggilnya begitu.

Ia berdiri tak jauh dari tempat perdebatan antara siswa-siswi tersebut, meski tak berteriak ia tetap bisa mendengar obrolan dua orang anak manusia berlainan jenis itu.

Sepertinya memperhatikan perdebatan unfaedah mereka, lebih mengasyikan. Cemooh batinnya.

"Nama kamu kan, Nicholas. Nggak salah dong aku manggilnya." Sedang si pemilik nama itu hanya menggeram tak suka mendengar pembelaan si gadis berseragam SMU yang sama dengannya.

"Aku benci dipanggil Nicho!" Tegas anak laki-laki itu. "Itu mengingatkan aku sama ayah yang nggak pernah aku punya. Panggil aku ... Iko!"

Ada sesuatu dalam rongga dadanya yang ditarik secara paksa, rasanya begitu menyakitkan. Anak lelaki itu, menolak dipanggil Nicho.

Lalu, kenapa ia merasakan sesuatu yang menyesakkan seperti ini. Rasa sesak itu sama seperti yang ia rasakan sembilan belas tahun lalu. Di mana ia mendapati jika wanita itu pergi meninggalkan dirinya.

Saat itu amarah lebih mendominasi keputusannya, untuk segera meninggalkan sang kekasih yang notabene adalah anak dari seorang wanita yang telah menghancurkan pernikahan orang tuanya.

Selama dua bulan ia abai dengan semua yang berhubungan dengan wanita itu, karena benci dan dendam mendiami hati dan pikirannya. Mengelabuhi rasa cinta yang sudah mereka pupuk selama empat tahun ini.

Hingga suatu hari, ia tak dapat mengelak jika ia merindukan wanitanya. Ia menyerah. Bahwa rasa cinta itu semakin merengkuh kebencian yang selama hidupnya terus membayangi. Ia teramat mencintai Rasti.

Berbekal keyakinan itulah, ia mencoba mendatangi apartemen tempat mereka sempat tinggal bersama. Lebih tepatnya apartemen itu miliknya. Ia memboyong Rasti untuk tinggal bersama, selain lokasi Rasti bersekolah lebih dekat jika dari apartemennya juga agar mereka lebih leluasa memadu kasih.

Ada sedikit kekhawatiran jika Rasti tak mau menerima maafnya, karena kesalahan fatal yang ia buat. Ia terus meyakinkan diri jika kekasihnya akan selalu memaafkan sebesar apa kesalahan yang telah ia peebuat.

Tak terhitung, berapa banyak kesalahan yang ia lakukan salah satunya adalah bermain api dengan wanita lain dibelakang Rasti. Namun sekali lagi wanita itu selalu memaafkannya dengan mudah, dan kembali memeluknya dengan erat.

Sayangnya semua itu takkan bisa terwujud, begitu mendapati ruang apartemen dalam keadaan gelap gulita. Ia pikir Rasti akan menunggunya sepertu biasa, ketika ia pulang kuliah.

Perasaannya mulai tak enak. Ia berjalan cepat menuju kamar mereka, dan membuka lemari pakaian. Masih lengkap, tak berkurang satupun. Meja rias maksih berisikan peralatan make up Rasti. Lalu kemana perginya.

Tanpa sengaja ia menemukan kotak kecil, sebagai pemberat selembar kertas agar tak beranjak kemanapun. Memicingkan mata. ia menyingkirkan kotak tersebut kemudian mengambil lembaran kertas, dan membacanya.

Rastinya telah pergi.

Mencengkeram dadanya kuat-kuat, tak serta-merta menghilangkan rasa sesak yang tiba-tiba saja menyerbu tanpa ampun. Semakin terasa menyakitkan seiring dengan tarikan napasnya yang kian memberat dan memburu.

Rasti dan calon anaknya telah pergi.

Ia kehilangan mereka dalam satu waktu, tanpa diberi kesempatan untuk meminta maaf pada Rasti, juga mengatakan bahwa ia masih mencintainya. Tak peduli siapa ibu kandung Rasti dan segala masa lalu yang menyertainya.

"Iko tunggu!" Seruan gadis itu nenyadarkannya dari lamunan masa lalu yang menyakitkan.

Sangat menyakitkan. Sembilan belas tahun, ia tak pernah lagi melihat Rasti dan anaknya. Bagaimana rupa anaknya? Apakah dia perempuan atau laki-laki? Siapa namanya? Dan bagaimana kabar Rasti saat ini.

Terlalu merindukan mereka berdua, kembali membuat retakan dalam hatinya semakin mengangga lebar. Sejauh apapun ia berlari, perasaan menyesal dan kehilangan berbaur menjadi satu takkan mampu terobati.

Begini kah perasaan Rasti ketika ia mencampakannya? Tak peduli jika harus berderai airmata dan berlutut untuk memohon, agar tak pergi ditinggalkan. Rasanya begitu menyakitkan.

Sesaat tadi ia berniat ke kantin sekolah guna mengisi perutnya untuk membeli makan siang. Namun melihat perdebatan kecil dua siswa tadi, cukup menyentilnya.

Sebeneranya pihak sekolah telah memfasilitasi makan siangnya bersama para tim arsitek yang menangani pembangunan sebuah gedung di sekolah swasta, hanya saja ia tak bisa memakannya karena mengandung bahan-bahan aneka sari laut yang akan menyebabkan alerginya kambuh.

Jadi ia lebih memilih makan siang di kantin sekolahan saja, mengikuti jejak kedua siswa tadi yang sempat berdebat tak jauh dari tempatnya berdiri yang ternyata juga menuju kantin.

Ia tak tahu obrolan apa yang mereka bicarakan, tapi anak lelaki itu hanya berdeham saat si gadis berceloteh tanpa diminta si anak bernama sama dengannya.

Kegiatan dua anak remaja itu sukses membuat ia mengingat Rastinya. Kekasihnya itu pun tak segan-segan menceritakan semua kegiatannya dalam seharian, berceloteh tanpa merasa jika mulutnya berbusa atau kram. Rasti akan selalu ceria kalau sudah bercerita tentang hal apapun.

"Bun!" Kali ini suara anak lelaki itu yang mengiterupsi lamunannya.

Ia melihat remaja itu pergi mendahului si gadis, dan menyonsong seorang wanita paruh baya yang keluar dari salah satu lapak di kantin.

Hingga sosok gadis itu pun juga ikutan menyongsong anak bernama Nicho, baru lah ia dapat melihat sosok wanita paruh baya tersebut.

Sosok wanita yang tengah menenteng bungkusan kresek tak begitu besar, membuat tubuh kecilnya sedikit kerepotan tak menyurutkan niatnya untuk terus melangkah meski dengan langkah terseok.

Wanita itu sedikit pincang.

Debaran halus itu masih terasa kuat di dadanya, semakin mengencang kala tiga manusia beda generasi itu melangkah semakin mendekat ke arah dimana ia berdiri.

Dadanya tiba-tiba berdebar kuat, semakin kencang hingga mungkin siapa saja bisa mendengar suara detak jantungnya yang menggila.

Menelusuri wajah yang semakin ayu, wanitanya meski termakan usia. Rasti tak berubah sedikit pun, hanya postur tubuhnya yang berisi juga jalannya yang memincang.

Walau berulang kali anak lelaki yang hanya mau dipanggil Iko mencoba mengambil bungkusan itu, namun Rasti tetap kekeuh untuk membawanya sendiri.

Ya Tuhan! Suara itu, senyuman itu, dan binar mata yang sama seperti yang ia berikan dulu. Sama sekali tak ada yang berubah. Dia adalah Rastinya, kekasih hatinya, dan penawan jiwanya.

Jadi ... anak lelaki itu adalaha putranya.

Rasti bahkan memberikan nama yang sama dengan dirinya, hanya saja putranya tak mau dipanggil Nicho. Karena itu terus mengingatkannya, bahwa ia tak pernah punya ayah.

Kebahagian yang sempat ia rasakan, langsung tergantikan dengan rasa sesak yang sama menyakitkannya.

Demi Tuhan! Ia sama sekali tak berniat mencampakan ibu dan anaknya. Tapi lihat lah, bagaimana dampak dari sikap pengecutnya dulu.

Anaknya tak pernah mendapatkan kasih sayang orangtua secara utuh, dan tak mempunyai figur seorang ayah untuk menjadi panutannya.

Lalu, apa yang akan ia lakukan sekarang? Bukankah dirinya telah menunggu sekian tahun lamanya, hanya demi menunggu momen seperti ini. Di mana ia bertemu dengan Rasti.

Setetes cairan bening itu jatuh tanpa persetujuan, kala ia melihat putra semata wayangnya mengendong Rasti tepat di atas punggung lebarnya. Mungkin benar tubuh Rasti lebih berisi, tapi baginya tetap saja terlihat mungil di matanya.

Sungguh, ia mampu menukar semua yang dipunyainya sekarang. Hanya demi bisa bergabung dengan mereka di sana.  Hidup bertiga dengan Rasti dan Iko, tertawa dan bersenda-gurau, juga berbagi kebahagiaan yang sama dengan dua orang tersebut.

Mungkin orang akan melihat betapa sempurnanya hidup seorang Nicholas Nataprawira, mempunyai wajah yang masih terlihay tampan meski telah menginjak usia di kepala empat. Bisnis dan karis yang sukses. Namun jauh di dalam sana, hidupnya belum lah bahagia tanpa kehadiran dua orang yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

Ya! Ia mengaku kalah, jika ia tak pernah bisa hidup tanpa seorang Madinah Rasti. Gadis belia yang sanggup membuatnya jatuh cinta, sekali seumur hidup.

🐾🐾🐾🐾🐾

Jeng ... jeng ... jeng ...
Maaf belom bisa up Mantan Suami san yang lainnya, selain rempong dg urusan mudik dan segala kerepotannya. Aku jg dalam posisi mau pindahan rumah.

Harap dimaklumi ya. Hehehehehe....

Aku udah gak nahan pengen bikin cerpen, ini gegara habis baca cerita di WP (lupa judul) scene dimana Nicholas meninggal si Cherry. Hohohohoho.... ya kalian bisa anggap ini fanfic or something else.

Nah, gw baru inget. Judulnya My Sweet Girl (Diamond Heart) punya you_zHa hehehehehe ... maaf ya kak, kalo bikin gak nyaman. 😂😂

Baytewe...

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1440 H
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN YA...

Maafkan Author ini yang bilamana banyak ngepehape kalean, juga banyak mlesetnya dalam apder2 cerita.

Makasih yang udah mau baca dan ngasih vote. See you soon gaes. Love you all. 😘😘😘😘😘

Bangkalan, Sepulu
05, June 2019
-Dean Akhmad-
 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro