Malaikat Juga Tahu
Songfic : Malaikat Juga Tahu - Hanin Dhiya (cover)
____________________
Untuk pertama kalinya Andrei menginjakkan kaki di rumah ini, setelah pertengkaran hebat mereka.
Bangunan minimalis, berlantai dua yang ia beli ketika ia menikah dengan wanita yang masih berstatus sebagai istrinya. Sepi dan berdebu. Karena memang setelah pertengkaran itu, ia tak lagi mau menyambangi rumah ini. Rumah yang seharusnya bersih dibiarkan lusuh, seperti tanpa penghuni. Mungkinkah, Andrea juga pergi?
Itu sebabnya Andrei malas untuk kembali ke rumah ini. Ia sudah mempunyai hunian nyamannya sendiri, dengan wanita yang kini menjadi istri kedua dan putrinya yang berusia sebelas bulan.
Andrei masa bodo akan Andrea yang mengetahui pernikahan sirinya dengan Laras, bahkan ia sudah berniat menggugat cerai Andrea.
Salahkan saja Andrea yang berubah sejak istrinya itu mengalami keguguran. Wanita yang sudah ia nikahi semenjak tiga tahun silam menjadi begitu tertutup, dan hampir tak pernah memperhatikan dirinya sebagai suami. Bahkan menolak tegas untuk hamil kembali, dan lebih memilih perkumpulan dengan sosialita lainnya.
Andrea seakan lebih memilih bergelung pada dunianya sendiri, hampir setiap bulan ia melakukan perjalanan luar kota yang berkedok kumpul-kumpul para kaum sosialita.
Semua itu membuat Andrei kian meradang, dan jangan salahkan dirinya jika ia mencari perhatian di tempat lain.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan Laras, yang kini telah menjadi istrinya semenjak delapan bulan yang lalu.
Pertama kali bertemu Laras saat ia tak sengaja menabrak sepeda motor wanita itu, hingga kakinya terluka namun beruntung tak begitu parah.
Jalinan yang awalnya hanya karena rasa sungkan dan tanggung jawab, menjadi lebih rutin ketika Andrei dan Laras sering menghabiskan waktu bersama. Membuat kedua orang beda status itu semakin dekat dan menjadi lebih intim.
Antara keengganan dan tak sudi, Andrei tak mau mendengar bagaimana kabar istrinya itu. Terserah wanita itu mau melakukan apa.
Awalnya ia memang tak mau tahu, namun ketika ia mendapatkan tagihan listrik juga air yang ditujukan pada alamat barunya. Barulah ia tahu jika istrinya itu tak lagi menghuni rumah tersebut.
Semuanya tetap sama, tak ada yang berubah. Baik letak perabot juga lainnya. Andrei bahkan masih melihat bekas pecahan guci yang ia gulingkan kala kemarahan membumihanguskan segalanya.
Bagaimana tidak, ia mendapati istrinya tengah berpose mesra dengan aktor papan atas saat berlibur ke Bali dengan kedok yang sama. Dengan bangganya Andrea mengakui bahwa dirinya punya affair dengan pria tersebut.
Andrei mendengkus, menyadari jika Andrea mungkin saja pergi bersama pria yang sempat digosipkan publik bulan lalu. Dasar wanita jalang. Ternyata Andrea selama ini pergi bersenang-senang dengan pria lain, padahal ia masih berstatus suaminya.
Andrei tersenyum kecut mendapati foto pernikahan mereka masih menggantung di dinding ruang tamu.
Kebahagian memang terpancar dari wajah mereka berdua. Senyum wanita itu begitu cerah. Apalagi kebaya putih tulang yang membungkus indah tubuh Andrea, semakin membuatnya selalu terlihat cantik dengan caranya sendiri.
Kembali Andrei meringis, menyadari, jika semua telah berakhir. Biduk rumah tangganya bersama Andrea akan berakhir, kini ia hanya ingin fokus membahagiakan Laras dan putrinya Kirana.
Andrei tak lagi bisa membendung kemarahannya dan kekecewaannya. Meski ia berusaha setia, namun perhatian yang Laras berikan mampu menyembuhkan luka hati Andrei. Semuanya diperkuat dengan adanya benih yang tumbuh di rahim Laras, hingga memperkuat Andrei dalam mengambil keputusan untuk lekas menceraikannya.
Andrei sudah bahagia dengan keluarga kecilnya.
Bergegas ia melangkahkan kakinya ke lantai dua, menuju kamar yang dulu mereka tempati.
Membuka perlahan pintu kamar tersebut, hingga menimbulkan suara deritan yang membuat telinga tak nyaman.
Kembali Andrei mendapati kamar ini tetap sama. Tak berubah. Berjalan menuju balkon, pria berjas biru dongker itu menyibak gorden hingga menampakkan cahaya terang memasuki kamar tersebut.
Bersih, tapi berdebu. Meja rias yang berisi make Up Andrea masih tertata rapi di atasnya. Memasuki walk in closet, Andrei juga melihat jejeran tas, sepatu, baju, juga aksesoris lainnya masih bertengger di rak. Juga sama berdebunya.
Mengambil ponsel dalam saku jasnya, Andrei menekan layarnya kemudian menempelkannya di telinga. "Segera suruh orang kemari buat beresin rumah! Aku sms alamatnya." Titah Andrei tegas tanpa tendeng alih-alih, lalu segera mematikan salurannya sepihak.
Andrei sudah jengah berada dalam kamar yang semuanya berisi tentang Andrea. Dengan perasaan muak dan benci, Andrei meraih sekenanya pakaian, dan gaun yang mengantung di lemari tersebut dan membuangnya ke lantai begitu saja.
Mata Andrei menangkap botol plastik yang mengelinding tepat berhenti dibawa kaki meja yang berisi perhiasan dan aksesoris milik istrinya itu.
Andrei tahu ini obat apa. Lebih mencengangkan lagi, Andrei mendapati nama Andrea Dinata tersemat di dalam bungkus obat tersebut atas resep dokter Psikologi ternama.
Kenapa Andrea mengonsumsi pil antidepresan?
Andrei kembali pada lemari tersebut, membuang semua barang yang terdapat di dalam ke sembarang tempat. Tak peduli jika tercecer di lantai.
Dadanya berdegup tak menentu, berharap bahwa apa yang ia temukan bukanlah satu-satunya yang Andrea sembunyikan.
Demi Tuhan. Sejak kapan, Andrea membutuhkan pil ini juga konsultasi pada Psikologi. Pikir Andrei dalam hati.
Kenapa dirinya tak pernah tahu hal ini?
Andrei menemukan tumpukan botol kosong yang dijadikan satu dalam kantong plastik, berada di bagian terdalam lemari pakaian Andrea. Tersembunyi di balik tumpukan tas lamanya yang tak terpakai.
Andrei mengambili satu persatu dan membacanya, kemudian membuangnya ke lantai, mencari tahu sejak kapan istrinya ini menyembunyikan hal sepelik ini.
Andrei terbeliak menatap botol yang ia pegang. Tanggal yang terterah di sana, membuat Andrei tak sanggup bernapas. Itu tepat dua bulan pasca Andrea keguguran bayinya. Bayi mereka.
Apa ini, ya Tuhan?
Andrei merasakan dadanya menyesak, dan tertohok tombak. Membuatnya nyeri seketika.
Bungkusan plastik yang ia pegang tergelincir begitu saja dari tangannya yang tiba-tiba kebas, ototnya melemas seolah kehilangan daya kerja yang selama ini menopang berat badannya.
Andrei meluruh di lantai, di temani oleh botol plastik juga baju dan barang-barang lainnya milik Andrea.
"Andrea, apa yang terjadi sama kamu?" lirih Andrei. Netra hitamnya menatap tas jinjing merk Fendi keluaran terbaru, yang seingat Andrei membelikannya saat ia menghadiri meeting di Italia. Sebagai oleh-oleh karena Andrea tengah mengabulkan keinginannya untuk hamil. Setelah tiga tahun menikah.
Andrei menatap lekat tas itu, dan memutar ingatannya betapa Andrea begitu menyukai tas yang dibelikannya. Kalau Andrei ingat kebanyakan benda-benda ini adalah pemberiannya, hasil kerja kerasnya.
Andrei mengeryit menyadari sesuatu, tak ada barang-barang lain lagi yang memenuhi lemari tas Andrea.
Lalu ... untuk apa Andrea menarik uang tunai dalam jumlah besar, jika barang-barang Andrea tak pernah bertambah.
Tak ada tas baru, baju baru, sepatu baru, dan yang lainnya. Lalu kemana larinya uang tunai tersebut?
Andrei beranjak dari tempatnya, dan menghampiri meja rias Andrea. Mengambili satu persatu secara acak, dan membaca fungsi dari botol-botol kecil tersebut. Terlalu banyak make up yang tertata rapi di sini, dan sebagian adalah hal yang hampir tak pernah dipakai Andrea sebelumnya.
Hanya make up takkan pernah menguras isi atm-nya. Lalu kemana larinya uang tersebut?
Lima tahun berpacaran, dan tiga tahun menikah. Andrei tahu betul jika Andrea tak menyukai dandanan yang berlebihan.
Andrei kembali mengacak-acak laci meja rias juga laci nakas. Hanya ada kertas-kertas yang Andrei tak tahu apa isinya. Teringat sesuatu, Andrei kembali ke dalam walk in closet, dan membuka seluruh pintu-pintu kabinet. Bahkan Andrei tak segan mengeluarkan semua isi lemari itu.
Tak ada apa-apa.
Entah dorongan dari mana, Andrei meraih kopor kecil yang ada di atas lemari. Mengapainya dengan mudah, suara debuman keras tak terelakan. Juga ... kertas-kertas yang ikut berhamburan dari dalam kopor yang tak tertutup sempurna.
Mata Andrei memicing menatap map berlogo salah satu rumah sakit, lelaki itu membuka sempurna kopor kecil itu menemukan bundelan buku yang cukup tebal. Andrei kadung penasaran dengan map yang sempat ia lihat. Duduk bersilah, Andrei mulai menyortiri kertas-kertas itu.
Mengeluarkan semua isinya, Andrei tertegun melihat potongan foto USG sebuah janin yang berusia hampir lima bulan. Mengusapnya pelan, Andrei kembali meletakkan kembali.
Tangan Andrei bergetar hebat, begitu ia selesai membaca surat keterangan dokter. Juga catatan kesehatan Andrea lainnya semasa melakukan kemoterapi.
Andrei merasakan dadanya kembali menyesak, jantung dan hatinya seolah-olah berkomplot untuk saling menyakiti. Tapi ini rasanya terlampau menyakitkan.
Andreanya sakit ...
Tuhan. Hukuman apa ini? Kenapa begitu menyesakkan. Kenapa kau menghukumku seperti ini?
Andrei meraih bundelan tebal itu. Ah ..., scrapbook buatan tangan Andrea.
Hal pertama yang ia lihat adalah siluet pria dari samping yang diterpa sinar senja keoranyean.
Ini siluet dirinya.
Satu persatu halaman itu Andrei buka, dan setiap lembarnya membuat ingatan lelaki itu terlempar jauh pada kenangan usang yang coba Andrei ganti dengan kebencian akan sosok wanitanya.
Kali ini ia tak lagi sanggup menahan derai airmatanya, terdengar menyayat hati bagi siapa saja yang mendengar. Tapi kenyataan yang menghantam dirinya tak mampu membuat Andrei tetap tegas pada pendiriannya.
Memeluk bundelan itu erat-erat, Andei tergugu dalam tangisannya. Meluapkan semua kesakitan dan gejolak menyesakkan yang ia rasa. Andrei benar-benar berdosa akan Andrea.
Wanita yang ia lukai sedemikian rupa, namun tetap berhati malaikat.
"Andrea ....," lirih Andrei bersamaan dengan derai airmatanya.
"Mas ...," suara seorang wanita langsung memeluk tubuh Andrei yang terduduk tak berdaya.
"Rea, Ras. Rea ... dia sakit, dan aku nggak ada di samping dia."
Wanita itu mengurai pelukannya dan merai kertas yang tergeletak tak jauh dari tangan Andrei.
Membekap mulutnya sendiri, Laras tak kuasa menahan tangisannya. Cukup ia tahu jika wanita yang menyandang istri sah Andrei Dinata sedang sakit. Tak tanggung-tanggung, Leukimia stadium akhir.
Selama tiga bulan ini ia dan Andrei betapa menikmati kehidupan layaknya keluarga bahagia, tapi mengabaikan Andrea yang kesakitan dan butuh dukungan keluarganya termasuk Andrei suaminya.
Tak sampai disitu, disaat ia terlarut dalam euforia menjadi ibu. Laras lupa jika ada satu hati yang tersakiti, hati yang dengan rela bahkan menolong putrinya saat itu. Padahal wanitu tengah berusaha sembuh dari trauma pasca keguguran.
Ya Tuhan! Laras benar-benar bersalah dalam hal ini. Ini salahnya karena menggoda dan tergoda pada suami orang. Lalu apa yang harus ia lakukan agar semua kembali seperti semula.
Karena dari awal, Andrei bukan miliknya. Lelaki yang masih menangis tergugu sembari memeluk bundelan tebal itu adalah milik Andrea Dinata.
Jutaan maaf pun takkan sanggup menghapus airmata dan kesakitan yang ditanggung oleh Andrea.
"Ampuni aku Andrea ... ampuni aku," cicit Andrei memeluk bundelan itu lebih erat.
"Mas ...," panggilan Laras membuat Andrei mendongak, segera ia memeluk istri keduanya ini.
Ia butuh seseorang untuk menenangkannya, dan ia juga butuh Andrea.
Bundelan itu terbuka lebar, menampakkan foto pernikahan Andrei dan Andrea. Laras begitu terenyuh dengan goresan tinta di bawahnya.
Aku mengikhlaskan diri untuk mengabdi padamu sebagai istri, bawa aku menuju surgamu. Hingga kematian yang kelak memisahkan kita. I love you till the end husband. ❤❤
-14 Januari 2015-
Our wedding ceremony.
—THE END—
✩★✩★✩★✩★✩★✩
Surabaya, 14-01-2019
-Dean Akhmad-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro