Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

# Iya atau Tidak? #

Songfict : Chahun Main Ya Naa (Ost. Aashqui 2) by Aditya Roy Kapoor feat Shraddha Kapoor.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Rasanya aku ingin mengumpati diriku sendiri, bagaimana tidak. Sedari tadi kedua bola mata ini tak lepas dari sosok lelaki tinggi, yang sedang berdiri dengan menenteng kamera DSLR miliknya. Dia sedang membidik entah apa itu, tapi justru itulah yang membuatku tak bisa berpaling.

Terlalu menawan untuk dilewatkan.

Baiklah! Ini memang terlihat berlebihan, tapi aku tak pernah bisa menampik pesona lelaki yang sekarang tengah berdiri dengan berkalungkan kamera DSLR dilehernya. Klise memang, tapi aku sendiri tak tahu sejak kapan.

Hari ini aku hanya berjalan-jalan mengitari pulau sebatik, yang bisa ditempuh dengan dua jam perjalanan laut dengan menggunakan speedboat khusus.

"Kamu udah kelar, kan?" tanyanya yang tangan sebelah kanan telah mampir di puncak kepala. Kemudian mengacak pelan rambut pendekku, membuat lamunanku akan dirinya ambyar begitu saja.

Terdengar klise memang, tapi aku merasakan kepakan sayap kupu-kupu berterbangan di perutku. Membuat mulas namun anehnya terasa menyenangkan. Belum lagi jantungku yang berakselerasi dengan kecepatan di atas rata-rata, sedikit takut jika dia bisa saja mendengarkannya.

"Hah?" Dan aku hanya bisa menampilkan wajah bego, tanpa dosa. Mendongak seraya menatap bola matanya yang baru kusadari ternyata  bewarna coklat almond tersebut.

"Kamu udah kelar kan, Yan?" Kembali ia mengulang pertanyaannya, kali ini dengan embel-embel panggilan 'Yan' yang ia sematkan untukku. Karena memanggil Diana kepanjangan, beralasan saja.

Jika kebanyakan orang-orang memanggilku Ana atau Nana, lelakiku ini justru lebih memilih memanggil nama Iyan. Biar beda namanya, tapi justru membuatku baper. Astaga! Bolehkah aku mengklaim pria ini menjadi lelakiku? Benar-benar berlebihan!

"Eh, iya ... Mas. Udah kelar kok."

"Ya udah. Yuk balik." Udah gitu aja. Nyelonong duluan. Gandeng kek, atau minimal ditarik gitu.

Ngimpi aja lu, Yan!

Ini sudah bulan ketiga aku tinggal di Nunukan, salah satu Kabupaten dari provinsi Kalimantan Utara yang bersebelahan dengan pulau Sebatik. Juga pulau yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia.

Dua bulan tinggal di Nunukan, sedikit bisa melupakan rasa sakit hatiku karena dipecat dari pekerjaan tetapku. Hanya karena satu kesalahan yang dilimpahkan padaku, padahal bukan aku pelakunya.

Nunukan menjadi destinasi acakku kala menentukan tempat selanjutnya yang akan kudatangi, guna melepaskan semua penat dan kesemerawutan pikiranku.

Orangtuaku jelas menolak keras keinginan itu, menilik betapa jauh lokasi tersebut dan akses perjalanan yang sedikit menyulitkan. Kupikir perjalanan kali ini akan semudah bayanganku, tapi nyatanya aku hampir membutuhkan waktu hampir sepuluh jam untuk sampai ke Nunukan.

Kupikir hanya perlu menaiki pesawat dari Jakarta menuju Balikpapan, karena memang tak ada akses penerbangan langsung ke sana. Kemudian kembali menaiki pesawat dengan tujuan tarakan. Sayangnya ... aku tak mendapatkan tiket ke Tarakan karena keterlambatan kedatanganku, hingga pesawat yang akan kutumpangi sudah lepas landas. Jadi kembali aku harus menunggu jadwal selanjutnya. Ada satu cara lagi, yaitu dengan menaiki kapal laut. Tapi membayangkan saja sudah membuatku mual. Harus berapa jam perutku teraduk dan terombang-ambing di tengah lautan? Karena jelas takkan secepat ketika menyeberangi selat Bali.

Aku tak pernah mengira akan menginjak pulau yang berbatasan dengan Negara Malaysia ini, dengan populasi di pulau yang awalnya ku kira berpenduduk padat, nyatanya aku salah. Masih banyak hutan dan pepohonan rindang tersuguhkan di sini. Karena justru keberadaan lelaki itu lah yang membuatku betah tinggal di sini,

"Mau makan dulu nggak, Yan?" tawar pria itu berhenti tepat di depan. Membuatku yang tak konsen malah menabrak punggungnya.

"Mas, ih. Suka bener berhenti tiba-tiba," rutukku seraya menggosok keningku yang tertabrak tas ranselnya.

Bukannya menyingkir, dia malah berdiri tepat di depanku. Membuat pegerakanku terhenti dan mendongak menatap matanya yang juga menyorotku langsung.

Ya Tuhan!

Pandangan kami bersirobok, membuat paru-paruku langsung menciut karena menahan napas.

"Makanya, kalo jalan itu ati-ati. Jangan kebanyakan ngelamun. Ini masih hutan lindung, Yan. Ntar kamu kesambet." Petuahnya hanya bisa memasuki gendang telingaku. Karena kini justru atensiku benar-benar tersita pada matanya.

Ya Tuhan! Aku berdebar. Sangat kencang, hingga mungkin lekaki ini bisa mendengarkan detakan jantungku yang menghebat. Bahkan tanpa kusadari tangan kuatnya sudah mengusap pelan keningku dan membelai anak rambutku yang tak ikut terikat karet rambut.

"Mas ...," panggilku lirih karena kini wajah kami kini saling berhadapan.

"Maafin aku, Yan." Sebelum aku sempat mempertanyakan maksud dari kata maafnya, bibirku sudah ditimpa bibirnya.

Astaga! Dia menciumku! Seriusan ini?

Tak ada dalam bayanganku akan mengalami kejadian romantis seperti ini. Berciuman di atas bukit yang langsung mengarah lansung pada lautan dan juga hutan, adalah satu kombinasi yang langsung membuatku gugup.

Hanya menempelkan, tapi aku pun seperti tak ingin menyudahi hal ini. Ya Tuhan! Maafkan jika harua bersikap murahan. Maka dengan keyakinan kuat, aku memejamkan mata, dan kembali menarik tengkuknya. Mengambil kecupan yang ia curi dariku, dan berinisiatif memulai pegerakan yang dinamakan ciuman.

Astaga! Kami benar-benar berciuman. Saling melumat dan memagut, hingga kehabisan oksigen. Membuat kami akhir menghentikan akitivitas yang sama-sama membuat dada kami sesak karena debaran yang menyenangkan ini.

"Satu ... se-tengah bulan," ucapnya dengan napas terengah. Ia menahan kepalaku dengan kedua tangan besarnya, juga menempelkan keningnya padaku. "Aku nahan semuanya hanya karena nggak pengen bikin kamu takut."

Sedangkan aku memilih memegang kedua sisi lehernya, dengan kedua ibu jariku ada di kedua pipi yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Tubuhku melemas pasca ciuman tadi, hanya napasku yang masih memburu oksigen untuk memenuhi sepasang paru-paruku.

"Maaf! Kalo aku lancang, tapi aku udah gak bisa pura-pura lagi." Kali ini dia mengecup keningku perlahan, membuatku memejamkan mata dan meresapi semua rasa yang ia bagikan melalui kecupan itu.

"Aku sayang sama kamu, Yan!"  ucapnya mantap tanpa ragu. "Aku mau kamu yang jadi pendampingku." Kembali ia menarik diriku dalam pelukannya, bahkan mengangkat kedua pahaku agar melingkari pinggangnya.

"Mas ...."

"Say something, Yan. Aku nggak tahu gimana jawaban kamu?" Kembali ia mendaratkan kecupan singkat tepat di bibirku.

Jangan tanya lagi bagaimana rupa wajahku yang sudah memanas dan memerah. Perpaduan antara malu dan bahagia yang bercampur menjadi satu. Malu karena kami masih di atas bukit, walau dalam keadaan sepi tetap saja ini di muka umum. Bahagia, lantaran perasaanku ternyata tak bertepuk sebelah tangan.

Belum lagi aku mengeluarkan suara, dering ponsel pintarku menginterupsi kami yang masih berbunga-bunga dan napas terengah.

Aku tak bisa mengabaikannya. Dering ini khusus aku setting jika ada panggilan ada ponsel ayahku. Tumben ayah telepon duluan.

Merogoh ponsel dari kantong celana, masih dalam gendongannya. Aku langsung menunjukan layar ponsel yang kembali mengedip tertera namah Ayah di sana. Setelah memberi isyarat untuk diam aku segera menggeser tombol telepon ke arah hijau, dan mengubahnya menjadi mode loudspeeker.

"Halo, Diana! Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Iya, Ayah. Tumben telepon. Ada apa?" Tumben sekali malah. Biasanya Ayah telepon kalau tak berkepentingan tidak akan pernah meneleponku, anak semata wayangnya. Kecuali saat ingin menitip dan menyuruhku membeli sesuatu.

"Ehm ... begini, Naa. Semalem ada yang datang ke rumah ... dan dia melamar kamu, Naa."

Apa? Melamar? Dulu saat aku single dan jomlo bahagia tak ada sama sekali yang mendekatiku. Kini saat aku baru saja mengecap yang namanya bahagia ditembak oleh gebetan, justru ada yang melamar.

Jangan tanya bagaimana rupa dia, terlihat jelas sangat keruh dan menegang.

"Si-siapa di-a, Yah?" Aku bahkan tak sanggup mengeluarkan pertanyaan yang akhirnya terucap secara terbata.

"Danu Lesmana, Naa."

What the hell!

Astaga. Ini lelucon model apa sih?

Apa tak ada bahan lucu-lucuan kek? Misalnya ada Tom Hardy yang melamarku, gitu? Seorang Danu Lesmana melamarku? Ya Tuhan. Bumi gonjang-ganjing.

Dia yang memecatku, kini malah berbalik melamarku. Sialnya aku dalam posisi terjepit tanpa bisa berkutik.

Sialan!

Setelah aku menemukan priaku, kini justru datang satu lagi pria yang tak pernah terbayangkan olehku datang melamar.

Baiklah! Mumet sudah kepalaku.

Pria-pria sialan!

🌿🌾🌿🌾🌿🌾

Lirik lagu Chahun Mein Yana
.
.
Tu Hi Yeh Mujhko Bata De
(Kau ini hanya berkata padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Apne Tu Dil Ka Pata De
(Berikan hatimu padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Tu Hi Yeh Mujhko Bata De
(Kau ini hanya berkata padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Apne Tu Dil Ka Pata De
(Berikan hatimu padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Itna Bata Doon Tujhko
(Aku akan memberitahukan padamu)

Chaahat Pe Apni Mujhko
(Tentang cintaku)

Yoon To Nahin Ikhtiyaar
(Karena aku tidak bisa mengendalikannya)

Phir Bhi Yeh Sochaa Dil Ne
(Dan hati ini juga berfikir)

Ab Jo Lagaa Hoon Milne
(Sekarang aku sudah menemukan)

Poochhoon Tujhe Ek Baar
(Haruskah kau bertanya sekali lagi)

Tu Hi Yeh Mujhko Bata De
(Kau ini hanya berkata padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Apne Tu Dil Ka Pata De
(Berikan hatimu padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Aisee Kabhee Pehle Hui Naa Thi Khwaahishein
(Tidak pernah ada keinginan seperti ini sebelumnya)

O.. Kisee Se Bhi Milne Ki Naa Ki Thi Koshishein
(Serta belum pernah juga aku bertemu seseorang seperti ini)

Uljhan Meri Suljhaa De
(Menyelesaikan semua masalahku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Aankhon Aankhon Mein Jataa De
(Mengatakan padaku dengan mata)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Mere Chhote Chhote Khwaab Hain
(Aku mempunyai sebuah mimpi kecil)

Khwaabon Mein Geet Hain
(Dalam mimpi itu ada laguku)

Geeton Mein Zindagi Hai
(Didalam lagu ada kehidupanku)

Chaahat Hai, Preet Hai
(Ada cinta dan kerinduan)

Abhi Main Na Dekhoon Khwaab Wo
(Sekarang aku tidak bermimpi lagi)

Jin Mein Na Tu Mile
(Semenjak tidak bertemu denganmu)

Ni Khole Honth Maine Ab Tak The Jo Sile
(Aku tidak membuka mulut yang telah lama tertutup)

Mujhko Na Jitna Mujhpe
(Aku tidak begitu percaya)

Utna Is Dil Ko Tujh Pe Hone Laga Aetbaar
(Karena aku tidak percaya bahkan pada diriku sendiri)

Tanhaa Lamhon Mein Apne
(Pada saat aku kesepian)

Bunti Hoon Tere Sapne
(Aku bermimpi tentangmu)

Tujh Se Hua Mujh Ko Pyaar
(Karena aku telah jatuh cinta padamu)

Poochungi Tujh Ko Kabhi Naa
(Aku tidak akan pernah meminta padamu)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Tere Khwaabon Mein Ab Jeena
(Sekarang aku harus hidup dalam mimpimu)

Chahun Main Kyun Naa
(Mengapa aku harus mencintaimu seperti itu)

Tu Hi Yeh Mujhko Bata De
(Kau ini hanya berkata padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

Apne Tu Dil Ka Pata De
(Berikan hatimu padaku)

Chahun Main Ya Naa
(Aku harus mencintamu atau tidak)

🌿🌾🌿🌾🌿🌾🌿🌾

Kurasa fix gw gila. Wkwkwkwkwkwkwkwk.... kebanyakan ide. Semoga kalian suka pov 1 dari aku. Yuhuuuu.

Sosok lelaki itu ada dalam dunia nyataku, dia emang beneran stay di Nunukan sana. Dan akuuuuuu suka sama sosok dia yang humble-humble misterius gitu. Buahahahahahaa....

See nex projek beibeh. 💋💋💋💋

Surabaya, 14 Juni 2019
-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro