Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 37

Kim Sohyun telah berpakaian rapi. Dengan kaca mata hitamnya, ia memberanikan diri untuk melangkah ke suatu tempat. Sampai akhirnya ia berhenti ketika melihat seorang pria sedang berjongkok dan meminum soju di samping makam ibunya.

Kenapa harus hari ini aku bertemu dengannya?

Sohyun baru akan berbalik dan meninggalkan makam, namun tiba-tiba saja pria itu menyadari keberadaannya dan memanggil namanya.

"Sohyun, putriku!"

Sohyun terpaksa memperlambat langkahnya. Ia tak ingin bertemu ayahnya, tetapi Sohyun teringat kata-kata bibinya bahwa sudah saatnya Sohyun menghadapi masa lalu untuk menghilangkan traumanya. Ia tidak boleh terus bersembunyi dari masalah.

"Nak?"

Ketika menghadap ke belakang, ayahnya sudah berdiri tepat di hadapan. Dengan wajah yang begitu melas, ayah Sohyun meraih kedua tangan putrinya. Ia bahkan sampai berlutut dan menangis, seakan-akan sangat menyesali perbuatannya dulu.

"Maafkan Ayah.... Maafkan Ayah yang sudah menyakiti kalian."

Sohyun menahan air matanya. Bagaimana dulu ayahnya meninggalkan dan menganiaya sang ibu, semua itu tergambar jelas di ingatan. Sejujurnya, hati Sohyun masih berat untuk memberikan kata maaf. Permintaan maaf itu bagi Sohyun terasa terlalu ringan untuk dibandingkan dengan penderitaan yang pernah ia dapatkan dengan sang ibu. Tetapi kali ini, Sohyun ingin membiarkan ingatan buruknya berlalu.

Ibunya begitu mencintai sang ayah. Aunty Sofia menitipkan sesuatu sebelum Sohyun berangkat ke Seoul. Itu adalah benda yang harus ia serahkan pada ayahnya ketika mereka bertemu. Tetapi Sohyun tidak menyangka bahwa pertemuan itu terjadi sekarang, di saat dirinya belum cukup siap.

"Bangunlah. Aku tidak mau dikatakan sebagai anak yang buruk kalau membiarkan Ayah berlutut seperti ini."

"Nak ...." Pria tua itu mendongak. Meskipun tak menatap balik wajahnya, ayah Sohyun merasa senang mendengar panggilan Sohyun terhadapnya.

Hatinya merasa sedikit lega. Putrinya yang mengabaikannya, sekarang sudi membalas kalimatnya.

"Apa yang Ayah lakukan di makam Ibu?"

"Ayah ingin menemui Ibumu karena Ayah telah berdosa padanya. Ayah ke sini untuk meminta maaf, dan mendoakan yang terbaik untuknya."

"Baguslah jika Ayah punya pemikiran itu. Ayah harus tahu, kami sangat menderita ketika Ayah meninggalkan kami demi perempuan lain," ucap Sohyun dengan begitu kecewa.

"Maafkan Ayah...."

"Ya, memang sudah sewajarnya Ayah meminta maaf. Tapi ... Sohyun butuh waktu untuk menerima Ayah. Sohyun harap, Ayah memakluminya."

"Ayah paham. Ayah mengerti. Bahkan Ayah merasa tidak pantas untuk kau maafkan. Ayah sangat berterima kasih kau mau menemui Ayah dalam kondisi seperti ini. Ayah yang merasa malu. Kau tidak perlu memaafkan Ayah kalau kau mau. Ayah akan menanggung semua kebencianmu."

Sohyun membuang napasnya.

"Memang Sohyun membenci Ayah. Tetapi, bagaimana mungkin Sohyun terus membenci Ayah sementara Ibu sangat mencintai Ayah meskipun harus pergi dengan cara yang tidak baik?"

"Apa maksudmu, Nak?"

"Ibu menitipkan sesuatu sebelum dia pergi. Untuk Ayah."

***

"Nih. Buat kalian."

Sepulang dari kantor, Taehyung meluangkan waktu untuk sahabatnya. Taeyong tiba-tiba menghubunginya dan meminta untuk bertemu malam ini. Karena tempat perkumpulan mereka adalah Rkive Club, Taehyung pun menolak. Ia berkata jujur bahwa dirinya sedang menghindari pergi ke club dengan alasan apapun. Alhasil, mereka memilih salah satu restoran yang juga sering mereka kunjungi di waktu senggang.

"Undangan? Kau akan menikah? Gila! Aku pikir, aku yang bakal sold out duluan, ternyata malah kau," ujar Jeonghan.

"Cih, orang yang nggak bisa move on mau nikah duluan? Kalau mengkhayal jangan ketinggian, nanti pas jatuh jadi tambah sakit loh. Sakit hati haha. Eh, hatimu kan sering tersakiti ya, harusnya udah kebal."

"Wah, sialan. Kau menusuk tepat di jantungku," balas Jeonghan lesu. "Kali ini, aku pergi dengan siapa lagi ke pestamu? Ah, setidaknya kau tanya pendapatku dulu dong sebelum memutuskan tanggal pernikahan! Paling nggak, biarkan aku dapat pacar dulu!"

"Menunggumu dapat pacar, bisa-bisa anakku sudah lahir duluan."

Ya, Taeyong tidak bohong. Moon Chaerin hamil anaknya, baru dua hari lalu ia mengantar tunangannya ke dokter kandungan untuk pemeriksaan. Bukannya terbebani, tetapi pria itu malah kelihatan bangga sekali akan menjadi seorang ayah.

"Ini nih, nebar benih dulu sebelum menikah. Dasar laki-laki!"

"Ck, kau akan merasakannya nanti. Lagian, aku heran. Bagaimana bisa kau tahan menjomblo seperti ini? Cepatlah cari pacar dan buat anak sepertiku."

"Mau kupukul?!" ancam Jeonghan yang sudah kesal disudutkan oleh Taeyong.

"Hahaha. Hey, Bro! Kenapa melamun terus dari tadi?" sorak Taeyong kepada Taehyung yang tampak tak menikmati obrolan. Biasanya, pria itu yang paling banyak berceloteh dan meledek Jeonghan.

"Kapan ya kira-kira aku bisa melakukannya?" tanya Taehyung dengan tatapan kosong.

"Hah melakukan apa?" sahut Jeonghan.

"Nggak usah pura-pura lugu deh! Memangnya dari tadi kita membicarakan apa kalau bukan soal 'bikin anak'?" jelas Taeyong.

"Ooh.... Loh, emangnya kau belum melakukannya dengan Sohyun?" Jeonghan terlihat syok. Mendengar apa yang keluar dari mulut sahabatnya, Taeyong segera membungkam mulut Jeonghan yang blak-blakan.

Duh, anak ini nggak bisa membaca situasi, ya! Batin Taeyong.

Memang benar, orang yang paling pintar itu biasanya paling tidak peka. Sama seperti Jeonghan. Pria itu terlalu banyak mengerahkan otaknya untuk bekerja sampai-sampai ia sangat lemah dalam urusan percintaan.

"Kenapa? Aku salah bicara?" tanyanya berbisik pada Taeyong.

"Bodoh! Kau lupa, Sohyun masih menggantungkan perasaan sahabat kita yang satu ini? Sebaiknya kau jangan menyinggung apapun soal Sohyun," balas Taeyong tak kalah lirih.

"Aku bisa dengar yang kalian bicarakan nih."

"Eh, kedengaran ya.... Hehe." Jeonghan tertawa kikuk.

"Baiklah, karena kau sudah dengar dan nggak sengaja masalah itu kebahas, aku ingin bertanya satu hal. Bagaimana perkembangan hubungan kalian?" tanya Taeyong yang tak kalah penasaran.

Taehyung mengambil gelas minumannya lalu meneguknya dengan cepat.

"Dia mengabaikan pesanku seminggu ini! Padahal dia jelas-jelas sudah membacanya. Menurut kalian, dia kenapa?"

"Wah, sudah pasti ini!"

"Sudah pasti apa?"

"Sudah pasti kau di-ghosting!"

"Jangan sembarangan! Memangnya Taehyung sepertimu, hah?" balas Taeyong sewot pada Jeonghan.

Mentang-mentang pria itu pengalaman diabaikan oleh mantan pacarnya, ia jadi menyamakan nasib Taehyung dengannya. Tentu saja Taeyong tidak setuju. Meski pernah bertemu tak lama dengan Sohyun, Taeyong dapat menilai sifat wanita itu. Sohyun itu orang yang ulet, kalau ia tak dapat menghubungi Taehyung, paling-paling ia sedang sibuk dengan urusan pekerjaan.

"Jangan khawatir, dia pasti sedang sibuk."

"Kalau sibuk, masa membalas pesan saja tidak bisa?"

"Nah, iya kan! Kau pasti di-ghosting nih! Percayalah, aku pernah berada di posisimu!"

"Hush!" bentak Taeyong pada Jeonghan. "Taehyung, jangan dengarkan dia. Anak ini punya banyak beban hidup, makanya dia cari teman untuk dibawa ke lubang yang sama."

Taehyung terkekeh melihat interaksi kedua sahabatnya. Dasar, Tom and Jerry.

"Eh, kalian akan datang ke pernikahanku kan?"

"Aku sih sudah pasti datang, makanya kau bantu aku cari pasangan ya?" pinta Jeonghan. "Kenalanmu kan banyak, please...."

Taeyong kadang-kadang kasihan juga pada sahabatnya. Mungkin sudah saatnya Jeonghan bertemu orang baru yang bisa menyembuhkan lukanya. Ia pun mendapat ide setelah memikirkan satu orang.

"Baiklah. Lagi pula, ada yang mau kukenalkan padamu. Tapi janji, ya ... kali ini kau harus serius padanya."

"Hm, akan kucoba. Siapa?"

"Teman Chaerin. Dia juga masih single, anaknya baik. Aku juga yakin, dia tipemu."

"Wah, aku sangat bersemangat ingin bertemu dengannya kalau begitu!"

"Bagus. Dan kau? Kau akan datang kan, Tae?"

"Aku pertimbangkan dulu," balas Taehyung lemas.

Aku ingin sekali datang dan mengajak Sohyun, tetapi apa itu mungkin?

***

Tepat hari-H pernikahan Taeyong, Taehyung benar-benar datang karena terus dipaksa. Padahal, ia sudah menolak untuk menghadiri acara. Tanpa Sohyun, ia tidak bersemangat melakukan apapun.

Memperhatikan Taeyong mengucap janji bersama wanita pilihannya, Taehyung sangat iri. Ia juga berharap segera menikahi Sohyun. Namun ia sadar, dirinya masih setengah jalan. Belum waktunya untuk mempersunting Sohyun sampai ia membuktikan kelayakannya.

Suara riuh tepuk tangan tamu undangan membangunkan Taehyung dari lamunan. Kini, Taeyong dan Chaerin tampak tersenyum lebar menyambut orang-orang yang datang. Ketika sesi foto dimulai, Taehyung dan Jeonghan diminta untuk mengambil posisi.

Taehyung berdiri di sisi kanan Taeyong, sementara Jeonghan berdiri di sisi kiri Taeyong bersama dengan Yuri, sahabat Chaerin.

Andaikan Sohyun ada di sini, lengan kananku pasti tidak akan kosong sekarang.

Taehyung hanya bisa mengeluh dalam hati. Di hari bahagia sahabatnya itu, ia juga tahu diri. Ia tidak boleh merusak suasana hanya gara-gara dirinya lunglai tak ditemani Sohyun.

"Oke semuanya, setelah hitungan ketiga jangan lupa senyum, ya!" titah Taeyong.

"Satu ... dua ... tiga!"

Suara kamera terdengar jelas di telinga Taehyung. Namun, perhatiannya bukan tertuju pada itu. Melainkan pada sebuah tangan yang menggandeng lengan kanannya. Taehyung menoleh ke samping dan betapa terkejutnya ia mendapati Sohyun yang berdiri tersenyum di sebelahnya.

"Sohyun?! Kok ... kok bisa ada di sini?"

"Surprise!"

Sohyun tak berkata banyak. Ia hanya bilang bahwa itu kejutan, dan seketika ekspresi Taehyung yang tadinya tanpa nyawa kini berubah sangat ceria. Tanpa malu-malu, ia memeluk erat wanitanya di hadapan orang banyak. Kedua sahabat Taehyung ikut senang. Mereka sengaja merahasiakan kedatangan Sohyun agar Taehyung terkejut.

"I miss you so muchh! Kenapa nggak ngangkat teleponku? Dan nggak balas pesanku?"

"Maaf, belakangan aku sedang sibuk. Tapi sekarang, kau senang kan aku ada di sini?"

"Tetap saja, meskipun sibuk, harusnya kau membalas pesanku. Aku tidak peduli kau membalas keesokan harinya atau hari-hari setelah itu. Atau hari-hari setelahnya lagi. Aku juga tidak peduli kau membalasnya hanya dengan satu kata atau satu emot sekalipun. Asalkan kau memberiku kabar, aku tidak akan pernah merasa kesepian dan gundah begini."

"Oke, aku tidak akan mengulanginya lagi."

Setelah foto-foto selesai, Taehyung menyeret Sohyun pergi ke sudut lain. Ia ingin mengobrol berdua. Berhubung sudah lama sejak mereka berpisah di London, Taehyung ingin meluapkan kerinduannya hanya bersama Sohyun.

"Kangen banget," keluh Taehyung. Mereka sedang duduk di bangku panjang yang ada di tepian kolam renang.

"Sama," balas singkat Sohyun. Taehyung merebahkan tubuhnya dan tidur di pangkuan Sohyun.

"Sama? Tapi sepertinya cuma aku yang selalu berusaha menghubungimu. Kau bohong, pasti cuma aku yang kangen kan?"

"Nggak, kok. Aku juga kangen."

"Apa buktinya? Ekspresimu bahkan biasa saja saat kita bertatapan tadi. Aku sedikit kecewa."

"Memangnya aku harus berekspresi seperti apa sih? Seperti habis lihat hantu?"

"Harusnya seperti ini." Taehyung bangkit dan tiba-tiba mencium bibir Sohyun, membuat Sohyun terkejut.

"Apaan sih! Kok main cium-cium segala! Aku kan nggak ngasih izin! Kau lupa?"

"Jangan begitu, aku kan cuma mau melihat ekspresi kagetmu. Jangan marah ya," pinta Taehyung. "Sayang ... please?"

"Aku juga belum mengizinkanmu memanggilku begitu," tegas Sohyun.

"Belum kan? Artinya sebentar lagi diizinkan? Hm?"

"Berhenti menggodaku, tidak akan mempan."

"Oh, ya?"

Taehyung menegakkan badan dan menarik pinggang Sohyun agar duduk di atas pangkuannya. Sohyun tak berkomentar. Berkebalikan dari ucapannya, Sohyun justru menyambut ramah tingkah Taehyung yang dadakan. Ia merangkul leher Taehyung dan mendekatkan wajahnya. Hidung mereka saling bersentuhan.

"Kau lebih cantik kalau dari dekat," puji Taehyung.

"Dasar ya, mulutnya suka manis kalau ngomong."

"Mulutnya aja? Memangnya bibirku tidak manis?"

Sohyun terkekeh. "Mulut kamu, bibir kamu, hidung, mata, pipi, wajah ... semuanya manis, kok. Makanya aku betah ngelihatin."

"Hoo, kau jadi jago menggombal. Istri siapa sih?"

"Kamu lah, siapa lagi? Eh—belum ya! Belum jadi istri," ralat Sohyun.

"Heheh, bentar lagi. Oh ya, aku mau ngenalin kamu ke Ayah. Kamu siap?"

"Ayahmu?"

"Ya iyalah, masa Ayah Taeyong? Kamu mau jadi istri keduanya?"

"Kalau diizinin sih mau-mau saja," balas Sohyun sambil tertawa.

"Aku yang nggak rela! Jadi gimana? Kamu ada waktu? Sepertinya banyak hal yang perlu kita bicarakan berdua."

"Aku kabarin kamu nanti. Aku belum bisa jawab sekarang."

"Oke, kalau sudah ada jawaban, telepon aku, ya."

***

Di rumah Taehyung, sedang terjadi perdebatan besar. Setelah mengatakan siapa wanita yang ingin ia nikahi, ayah Taehyung terang-terangan tidak menyetujui. Hal itu membuat Taehyung sangat marah. Lagi-lagi, ia merasa terlalu dikontrol dan dikekang oleh ayahnya.

"Tidak Taehyung! Ayah sudah memeriksa background wanita itu. Dia wanita yang pernah dirumorkan denganmu, dan juga ayahnya itu mantan napi! Ayah tidak setuju kamu menikah dengannya."

"Ayah, nggak perlu lah lihat background nya yang jelek-jelek! Lagian, kalau dibandingkan dengan kelebihannya, Kim Sohyun itu pasangan yang sempurna buat aku!"

"Kau lupa, Taehyung? Karena nila setitik, rusak susu sebelangga. Jangan menganggap sepele kekurangan wanita itu, karena siapa tahu gara-gara dia hidup kamu bisa hancur."

"Aku heran ya, Ayah itu tidak pernah menghargai pilihanku sejak dulu! Apa Ayah nggak suka melihatku bahagia? Ayah tidak pernah berubah! Pantas saja Ibu meninggalkan Ayah!" Taehyung yang merah padam, akhirnya meninggalkan sang ayah di ruang tamu.

Sementara itu, ayah Taehyung tidak membentak balik putranya. Malah, pria itu tertunduk lesu. Mendengar ucapan menusuk dari putranya sendiri, ia merasa sangat menyesal dan sedih. Memang dulu kesalahannya karena bersikap mutlak dan posesif terhadap istrinya sehingga ia ditinggalkan. Tetapi kan semua itu masa lalu. Ayah Taehyung ingin memperbaiki diri dengan mendidik putranya dengan baik, namun malah begini jadinya. Setiap hal yang ia putuskan, selalu salah di mata Taehyung. Ia pun merasa gagal menjadi sosok ayah.

Keesokan harinya, suasana kantor Taehyung sedikit kacau. Ada salah satu investor luar negeri yang ingin mencabut suntikan dananya. Entah dikarenakan alasan apa, tetapi tampaknya akan sulit membujuk investor itu kembali.

Oleh sebab itu, kini Taehyung dan yang lain dikumpulkan di ruang rapat untuk membahas strategi yang baru. Di antara berusaha menarik investor itu agar melanjutkan kerja samanya, atau—dengan kemungkinan terburuk—menemukan investor yang lain, yang mau diajak berkomitmen bersama.

"Taehyung, aku sudah mengatur pertemuan dengan beliau. Kau yang akan menemuinya besok sore di Hotel X. Anggap saja, ini ujian pertamamu dariku."

"Baik, Pak." Taehyung menjawab tugas dari ayahnya dengan patuh. Walaupun ia sendiri merasa ragu dapat melakukannya.

Mungkin memang ada perselisihan antar kedua ayah dan anak itu, namun mereka sama-sama bersikap profesional karena ini menyangkut pekerjaan.

Sesuai janji, Taehyung datang ke Hotel X untuk menemui investor yang berniat membatalkan kerjasama dengan perusahaannya. Begitu sampai, ia sangat kaget. Sebab, pria yang duduk di hadapannya ini adalah sosok yang ia kenali.

"How are you, Kim Taehyung? Long time no see."

"Daddy?"

***

Tbc

Eh, Daddy Taehyung trending di twitter hihihi

TUH TUH TUH, kaosnya LONDON GAIS wkwk

Kebetulan banget, anggep aja pas di London diajak belanja bareng Sohyun

🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro