Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 36

Seoul, 6 Mei 20xx
16.20 KST

Korean Air mendarat di Bandara Incheon tepat lima belas menit yang lalu. Di gerbang kedatangan, beberapa wartawan terlihat berjajar sambil memegang kamera. Mereka menunggu kehadiran seseorang, si serbuk berlian dari agensi yang baru saja bangkrut, Kim Taehyung. Kabar burung mengatakan bahwa pria itu dalam perjalanan pulang ke Seoul setelah selama kurang lebih sebulan menenangkan diri di London.

Dan tentu saja hal itu bukanlah tipuan. Faktanya, Taehyung sendiri yang menyusun skenario tersebut. Ia sengaja mengundang para wartawan untuk meliput kedatangannya. Bukan sebagai "serbuk berlian dari agensi yang baru saja bangkrut", tetapi sebagai calon penerus baru Geumtae Group, konglomerat generasi ketiga. Perusahaan berpenghasilan terbanyak nomor satu di Korea Selatan.

"Itu dia! Kim Taehyung sudah keluar dari bandara!" sorak salah satu wartawan diiringi suara blitz dan flash kamera.

Meskipun sempat terlibat rumor dan berita negatif, Kim Taehyung tak menyembunyikan wajahnya. Dengan kemeja putih, dihiasi dasi warna hijau tua berbalut blazer hitam, penampilan Taehyung tampak begitu berkelas. Ia menyapa ramah para wartawan dengan melambaikan tangan, sementara tangan sebelahnya ia gunakan untuk menenteng tas jinjing cokelat dari bahan kulit—yang belakangan sangat sulit didapatkan karena persediaan terbatas.

Agendanya hari ini cukup padat. Setelah tiba di Seoul, ia langsung berangkat ke kantor. Sesuai kesepakatan, hari ini Taehyung akan diperkenalkan sebagai calon penerus Geumtae Group menggantikan ayahnya, Kim Seongmin. Tak selang berapa lama, Taehyung pun harus mulai membiasakan diri dengan pekerjaan barunya. Sebelum menerima jabatan itu secara utuh, Taehyung harus belajar dan beradaptasi di lingkungan perusahaan. Mengingat dirinya yang sama sekali tak memiliki background pendidikan di bidang bisnis, perlu waktu bagi Taehyung untuk menerima pengajaran terkait jobdesk yang akan ia jalani.

"Selamat datang." Begitu tiba di kantor, Taehyung disambut kaku oleh sang ayah.

Tak ada basa-basi lagi, keduanya hanya saling tatap. Paling-paling, Taehyung membungkukkan badan sebagai bentuk rasa hormatnya pada sang CEO Geumtae Group. Jelas sekali, kedua orang itu tak memiliki hubungan ayah dan anak pada normalnya. Pertemuan pertama mereka sejak Taehyung memutuskan meninggalkan rumah adalah pertemuan yang formal selayaknya hubungan kerja.

Selesai meeting pengenalan Taehyung, ayah dan anak itu pada akhirnya mempunyai waktu luang untuk berbincang berdua. Di ruang kerja ayahnya, Taehyung duduk tegak menundukkan wajah. Menatap cangkir kopi yang entah sejak kapan mulai mendingin.

"Bagaimana kabarmu?" Satu pertanyaan pun lolos dari Seongmin. Taehyung terkejut. Bibirnya menyunggingkan senyum, namun bukan jenis senyum bahagia. Melainkan kecewa.

Kenapa baru sekarang kau menanyakan kondisiku?

Taehyung melirik jam tangan, kurang lebih sudah hampir setengah jam mereka hanya duduk berhadapan hingga ayahnya melemparkan pertanyaan itu. Semakin cepat diakhiri, semakin baik. Pikir Taehyung.

"Seperti yang Anda lihat. Saya baik-baik saja. Tentu itu berkat bantuan dari Anda sehingga permasalahan saya dapat teratasi. Saya sangat berterima kasih."

Benar. Berkat koneksi Seongmin, rahasia gelap mantan CEO dari agensi Taehyung dapat diretas sehingga ia dapat membalas perlakuan Bitna. Kalau bukan karena terpaksa, Taehyung tidak akan pernah meminta bantuan ayahnya. Namun karena sudah tak tahan dengan kegilaan Choi Bitna yang mulai melibatkan Sohyun dalam urusan pribadi mereka, Taehyung pun mengambil langkah besar. Meski, ia harus kehilangan profesinya sebagai supermodel.

"Aku harap kau bersungguh-sungguh dengan pilihanmu. Karena ini menyangkut perusahaan, jadi aku ikut bertanggung jawab atas dirimu."

Taehyung menarik sudut bibirnya. "Saya mengerti. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk menggantikan posisi Anda sebagai pimpinan."

"Dan ...." ucap ayahnya menggantung. "Sebaiknya kau benar-benar berhenti dan tidak terlibat lagi dalam dunia modelling."

Percakapan itu pun menutup pertemuan singkat mereka. Taehyung merasa lega, ketegangan dan kecanggungannya berakhir. Ia tak menyalahkan kalimat peringatan dari ayahnya, tetapi ... rasanya masih cukup sulit harus meninggalkan dunia yang ia idamkan sejak remaja. Namun, tidak ada jalan lain selain menuruti keinginan ayahnya. Kalau menjadi 'boneka' sang ayah adalah konsekuensi yang harus Taehyung dapat setelah mendapat bantuan, maka tak ada hal yang dapat ia keluhkan. Taehyung hanya harus meladeninya saja.

***

Setelah berpisah dari Taehyung, Sohyun pun pulang ke kampung halaman pamannya. Bibinya yang begitu khawatir, langsung memeluk Sohyun seketika wanita itu menginjakkan kaki di rumah. Sohyun lega, bibinya tak memarahinya karena terlibat skandal. Justru, Aunty Sofia malah mencemaskan kondisinya. Sungguh Sohyun menemukan sosok keibuan dalam diri Sofia, membuatnya tiba-tiba rindu pada ibu kandungnya yang telah meninggal.

"Oh God, Aunty senang melihatmu baik-baik saja. Apa kau sudah makan, Sayang?"

"Aunty, aku sudah kenyang. Aku hanya ingin dipeluk Aunty saja saat ini."

Sofia semakin mengeratkan pelukan. Tak lupa mengelus puncak kepala keponakannya yang pasti menerima beban berat.

"Kau merindukan ibumu, ya?"

"Bagaimana Aunty tahu?"

"Kau selalu meminta Aunty untuk memelukmu kalau kau lagi kangen ibu."

Ya, tinggal bertahun-tahun bersama keponakannya, membuat Sofia mengenal betul kebiasaan Sohyun. Mulai dari hal kecil seperti makanan kesukaan, hingga hal besar seperti kebiasaan Sohyun saat merindukan ibunya.

"Sayang, kau ingat ... bulan depan hari apa?"

Sohyun mendongakkan wajahnya menatap sang bibi. Ia hampir saja lupa. Bulan depan adalah peringatan kematian ibunya. Setiap tahun ketika hari itu tiba, Sohyun pasti menggelar acara untuk mendoakan ibunya. Kali ini pun harus sama.

"Bagaimana kalau kau mengunjungi makam ibumu saja?"

"Apa?"

"Sayang, sudah saatnya kau menghadapi traumamu. Kau tidak bisa terus bersembunyi dari masa lalu. Aunty yakin, ibumu pasti sedih karena kau tak pernah mengunjunginya."

Katakanlah Sohyun memang menghindari kenangan buruk dari masa lalunya. Tetapi setelah tinggal selama beberapa bulan di Seoul, Sohyun pikir perkataan bibinya benar juga. Pergi ke Seoul yang dulu ia anggap memberatkan, sepertinya dapat ia atasi sekarang. Sebab, ada Taehyung di sana kan? Sohyun tidak perlu lagi mengingat hal-hal buruk karena ada hal lain yang lebih menyenangkan.

"Okay, Aunty. Akan aku pertimbangkan, biarkan aku merasa siap dulu."

Sofia memahami perasaan Sohyun. Ia tersenyum mendengar jawaban wanita itu. Tak seperti dulu, Sohyun yang sekarang kelihatan lebih santai ketika Sofia membahas ibunya dan juga Seoul. Itu berarti, ada harapan bahwa Sohyun terbebas dari trauma masa remajanya.

Mengingat Sohyun telah dipecat dari pekerjaannya, kini ia menganggur. Meskipun Richard sempat menawarkan bantuan untuk mencarikannya pekerjaan di butik milik sahabatnya, Sohyun menolak. Padahal, kalau dipikirkan dengan matang, tawaran itu sangat meyakinkan. Alasan Sohyun menolaknya adalah karena ia ingin beristirahat sejenak dari kesibukan. Selama bekerja di El-Roux, ia jarang mendapatkan waktu istirahat sehingga itu membuatnya beberapa kali stress. Sekarang, Sohyun ingin memberikan waktu luang untuk dirinya sendiri. Setidaknya untuk minimal dua minggu ke depan. Namun, ia tidak berniat untuk mengaggur selama itu. Sohyun kembali aktif sebagai fashion blogger, aktivitas yang pernah ditekuninya dulu sebelum ia bekerja di perusahaan besar.

Sore itu, Sohyun keluar untuk mencari inspirasi. Biasanya, ia akan pergi ke Bond Street. Salah satu lokasi favorit para artis hollywood, sosialita, bahkan keluarga Kerajaan Inggris untuk berbelanja. Terdapat banyak item bermerek yang dapat dijumpai di sana, mulai dari tas, sepatu, hingga pakaian.

Sohyun memakan waktu sekitar 15 menit dari rumahnya menuju ke Bond Street menggunakan subway. Ia cukup bersemangat hari itu, dengan menggunakan kamera yang baru ia beli, Sohyun ingin mengabadikan momen perjalanan singkat tersebut. Hingga pada satu titik, Sohyun bertemu dengan seseorang yang tak ia duga.

"El?" panggil wanita itu dengan nada yang entah mengapa lebih ramah dari biasanya.

Sohyun menurunkan kameranya. Raut mukanya pun berubah masam. Kali ini apalagi? Apakah wanita di hadapannya ingin mengoloknya karena telah gagal mendapatkan posisi creative director?

"Hai," jawab Sohyun malas. Ia bahkan mengabaikan tatapan Chloe dan terlihat menyibukkan diri memainkan kameranya.

"Sorry for bothering you, but ... can we talk?"

Sohyun membuang napas kasar. Ah, sejak bertemu Chloe, ia merasa udara di sekitarnya menjadi sesak.

"I'm not sure, I think we had neither a close relationship nor business," kata Sohyun jutek.

"Please, El? Maaf, apabila hubungan kita sebelumnya berjalan dengan tidak baik. But, i need to talk with you. Just for a minute, I swear."

Sohyun pada akhirnya mengizinkan Chloe. Dilihat dari gerak-gerik bahkan nada bicaranya, Chloe seperti tidak ingin mencari gara-gara. Mereka pun mampir ke sebuah kafe terdekat dan mengobrol layaknya rekan kerja.

"How are you?" Chloe membuka percakapan.

"I'm great. Seperti yang kau lihat, aku tak membutuhkan jabatan itu agar aku bahagia."

Mendengar ucapan sinis dari Sohyun, Chloe meminta maaf.

"I was wrong, El. Selama ini aku salah menilaimu. Dibandingkan diriku, kau memang lebih pantas mendapatkan posisi itu. Kau tahu, bagaimana hampir setiap hari Elise mengomeliku? Dan parahnya lagi, dia selalu membanding-bandingkan pekerjaanku denganmu. Sekarang, aku berada di sini pun karena pekerjaanku. Aku cukup kesulitan dibuatnya dan kebetulan sekali kita bertemu."

"Jadi, apa sebenarnya yang ingin kau katakan?" tanya Sohyun langsung ke inti. Ia malas berbasa-basi dengan mantan rekan sekantornya itu.

"Aku ingin menebus kesalahanku. Aku punya saudara sepupu yang baru saja mendirikan perusahaan fashion. Aku ragu dia bisa menjalankannya dengan baik karena ia belum cukup pengalaman. Tetapi, sekarang aku dapat membayangkan perusahaan itu berkembang dan menjadi besar. Dan itu hanya bisa terjadi kalau kau bergabung bersamanya."

Sohyun sedikit terkejut. Atensinya kini beralih pada Chloe. Dari ekspresinya, wanita itu tampak serius dan tak sedang bergurau. Awalnya Sohyun pikir Chloe hanya mempermainkan dan mengejeknya. Hingga wanita itu mulai mengatakan satu kalimat yang berhasil menggoyahkan hati Sohyun.

"Bukankah kau ingin menunjukkan kemampuanmu, El? Dengan bergabung bersama sepupuku, aku yakin, citra perusahaannya akan mampu menyaingi El-Roux. Aku percaya padamu. Kau bisa membimbingnya dengan sangat baik karena kau berbakat."

Sohyun—yang pada dasarnya membenci mantan perusahaannya—berkeinginan untuk mempermalukan perusahaan itu bagaimana pun caranya. Setelah mendengar maksud Chloe, Sohyun merasa ada jalan untuk menggapai keinginan itu.

"Kenapa kau membantuku? Kalau perusahaan sepupumu benar-benar menyaingi El-Roux, lalu bagaimana denganmu? Apa kau akan baik-baik saja?"

"Aku sudah tidak peduli lagi. Sekeras apapun aku bekerja, Elise tidak pernah menghargainya. Karena itu, kupikir akan sangat menyenangkan jika ada perusahaan lain yang mampu mengalahkan El-Roux."

"Gila," komentar Sohyun disusul tawa renyahnya. "Oke, setuju. Karena kita berada di kapal yang sama, aku akan mencobanya sebaik mungkin."

Chloe tersenyum. "Lalu ... apakah itu artinya kau memaafkanku?"

"Hei, kalau kupikir-pikir, sebenarnya aku hanya membenci sifatmu yang centil itu. Selebihnya, tidak ada yang salah padamu. Aku bahkan pernah iri pada pencapaianmu, Chloe. Dengar, jadilah dirimu sendiri. Tidak peduli seberapa sering Elise menyetirmu, kau jangan pernah goyah dan tunjukkan kalau kau juga bisa lebih baik daripada aku."

Chloe lagi-lagi tersenyum mendengar penuturan Sohyun. Tidak ia sangka, wanita itu lebih ramah. Sebenarnya Chloe ingin dekat dengan Sohyun sejak awal. Namun gara-gara persaingan kerja, hubungan mereka menjadi buruk. Sekarang Chloe lega sudah mengungkapkan isi hatinya. Bahkan kini, mereka dapat menjalin hubungan pertemanan dan dapat mengobrol dengan lebih santai.

"Kalau begitu sampai jumpa di lain waktu. Aku sedang ada kepentingan di tempat lain. Dan juga, terima kasih mau menerima tawaranku. Aku akan menyampaikannya pada sepupuku tentang dirimu. Aku yakin, dia akan sangat senang mendapat rekan kerja baru."

"Tidak, Chloe. Justru aku yang berterima kasih karena kau memberikan kesempatan itu. Aku juga berjanji, akan membantu sepupumu dengan sebaik-baiknya hingga berhasil menumbangkan El-Roux di masa depan."

Keduanya pun berpelukan sebagai salam perpisahan. Chloe melanjutkan kegiatannya, begitu juga Sohyun. Sampai Sohyun mendapat kabar dari Chloe, ia akan mengisi blognya dengan beberapa review item fashion yang ia temukan di Bond Street.

***

Malam harinya, selesai mandi dan bersiap-siap tidur, Sohyun mendapat panggilan video dari Taehyung. Mereka berpisah hampir dua minggu dan sepertinya pria itu merindukannya. Selalu begitu, Taehyung lah yang selalu berinisiatif menghubungi Sohyun lebih dulu. Sohyun sempat merasa bersalah, karena seolah-olah hanya Taehyung saja yang peduli padanya, sementara dirinya tidak.

"Hai, Sayang...." suara Taehyung dari balik layar, membuat hati Sohyun tergelitik.

"Sayang? Memangnya hubungan kita apa, ya?"

"You're my future wife. Apa lagi?."

"Oh ya? Sejak kapan? Memangnya kesepakatan kita sudah kau laksanakan dengan baik?"

"Tentu saja! Kau tahu, hampir tiap hari Namjoon Hyung menghubungiku dan mengajakku ke club. Dia juga dengan seenak jidat menawariku DVD baru dari aktris blue film favoritku. Bagaimana aku tidak tergiur? Sampai-sampai kukira kau sengaja menyuap Namjoon Hyung untuk melakukan itu padaku."

Memang aku menyuapnya.

"Terus?"

"Ya, aku tolak saja!"

Good boy.

"Kenapa? Kalau kau melakukannya sekalipun, aku tidak akan tahu. Harusnya kau manfaatkan kesempatan itu dengan baik, kan?"

"Entahlah. Setiap aku ingin melakukannya pun, bayanganmu selalu muncul di pikiranku dengan wajah garang. Heheh. Lagi pula, kau pikir cintaku padamu serendah itu sampai-sampai aku tidak bisa menolak ajakan Namjoon Hyung?"

"Bisa saja kan ... tunggu, berarti sejak awal kau punya keinginan untuk melanggar kesepakatan kita dong?!"

"Sayang, tenang dulu.... Akal sehatku masih utuh kok, aku sungguh tidak akan melakukannya sampai enam bulan ke depan. Bahkan untuk selamanya kalau kau mau! Maka dari itu, kau juga harus menepati janjimu untuk mau menikah denganku kalau aku berhasil melaluinya."

"Iya, aku janji. Akan kupegang kata-kataku padamu."

"Janji ya? Oh! Dan kau, jangan dekat dengan pria lain selagi aku tidak ada!"

"Kenapa? Kalau rekan kerjaku pria, mau bagaimana lagi?"

"Rekan kerja? Bukannya kau dipecat?"

"Ceritanya panjang. Kalau ada waktu, nanti aku ceritakan. Intinya, sekarang aku sudah punya pekerjaan baru. Doakan saja semoga kali ini berjalan lancar."

"Baguslah, aku ikut senang. Kalau rekan kerjamu laki-laki, setidaknya kau harus memberitahuku," ujar Taehyung cemberut.

"Iya, iya. Kau juga, ya! Awas saja kalau masih suka menggoda wanita, aku tidak akan memaafkanmu!"

"Come on! Menggoda wanita? Mana mungkin aku menggoda wanita lain kalau aku sudah punya kau?"

Gombal. Sohyun tersenyum tidak percaya. Dan benar saja, tak lama kemudian Sohyun mendengar suara perempuan dari panggilan video Taehyung.

"Pak, bukankah malam ini kita harus pergi berdua?"

"Taehyung, siapa itu yang sedang bersamamu?!"

"Eh, anu ... itu, itu sekretaris Ayah."

"Pak, sebentar lagi ada meeting. Anda bilang, saya terlihat cantik dengan pakaian ini kan?"

"Taehyung! Apa hubungan kalian hah?" Sohyun mendelik tidak percaya.

"Sayang, dengar dulu penjelasanku—"

"Tidak, terima kasih! Kalau begitu, selamat menikmati waktu berdua dengan sekretaris ayahmu! Aku mau tidur!"

"Sohyun—"

Panggilan pun terputus.

"Hah, sudah kuduga! Pria itu tidak bisa menjaga omongannya. Sekali mereka berbuat salah, pasti diulangi lagi! Lihat saja kalau kita bertemu, aku akan membalasmu, Kim Taehyung!

***

Sebulan berlalu sejak terakhir kali Sohyun menjawab panggilan videonya. Taehyung selama itu merasa gundah gulana. Ia sangat merindukan wajah wanitanya, tetapi Sohyun tak pernah mau mengangkat lagi panggilan video darinya. Meskipun Sohyun masih membalas pesan singkatnya, rasanya itu tidaklah cukup untuk menjawab rasa kangen yang dipendam oleh Taehyung.

"Pak, sebentar lagi klien kita akan datang. Pak Direktur meminta Anda untuk segera ke ruang rapat."

"Oke, saya ke sana sekarang."

Melihat sekretaris ayah datang ke ruangannya, Taehyung jadi teringat. Gara-gara wanita itu Sohyun marah padanya. Padahal kan, tidak ada hubungan apa-apa di antara keduanya. Waktu itu, Taehyung hanya mengatakan bahwa sekretaris ayahnya sangat cocok dengan pakaian yang ia gunakan karena ada seseorang yang ia taksir di kantor. Taehyung menanggapinya dari sisi pria. Lagi pula, sekretaris ayahnya lah yang meminta bantuannya. Taehyung tidak bisa menolak.

"Hah, sepertinya aku terlalu baik pada perempuan. Aku harus lebih menjaga sikap. Atau Sohyun bisa-bisa terus salah paham dan kami gagal menikah," monolognya.

Hari-hari ia lalui dengan begitu berat. Dari awal ia masuk kantor, ia sudah menduga akan tidak mengerti banyak hal. Namun sesungguhnya, Taehyung adalah orang yang cepat belajar. Meskipun menunjukkan perkembangan yang tidak begitu signifikan, ayahnya yakin bahwa Taehyung dapat menggantikannya dalam beberapa bulan kalau saja ia mengerahkan seluruh usahanya di kantor. Kim Taehyung punya potensi, namun ia terlihat semakin murung akhir-akhir ini sehingga hal itu mengganggu performa kerjanya.

"Ada apa denganmu? Kau terlihat tidak bersemangat lagi. Ada masalah?"

Taehyung yang selepas meeting masih duduk termenung di ruangan, pada akhirnya mendapat pertanyaan dari sang ayah. Mungkin sudah saatnya Taehyung menyinggung soal pasangan hidup. Walaupun, ia tidak tahu akan bagaimana dan seperti apa tanggapan ayahnya terhadap Sohyun.

"Aku punya seseorang untuk dikenalkan ke Ayah. Aku harap, Ayah dapat menyambutnya dengan baik."

"Kau berbicara seolah kau akan menikahi seseorang," canda Ayahnya. Ya, kali ini hubungan ayah dan anak itu mulai membaik.

Selama Taehyung memutuskan bekerja di perusahaan, kedekatan mereka berangsur pulih. Baik ayahnya maupun Taehyung, keduanya sama-sama tidak ragu untuk saling terbuka.

"Ya, Ayah benar. Aku ingin menikahi seseorang."

***

Tbc

Emang gitu nggak sih, kadang-kadang kita pingin deket sama seseorang dan jadi temen mereka. Tapi gegara rasa iri, atau insecurity, ditambah lagi berada di posisi yang mau nggak mau harus bersaing, akhirnya bukannya jadi temen tapi malah musuh. Aslinya tuh, demennn banget pingin kenalan :')

Contohnya kayak Mbak Chloe sama Sohyun ini :3 Langgeng terus ya temenannya kalen :)

Ini visualnya Chloe yes...

Btw, aku bakal kebut ending Decade malam ini. Jadi, stay tuned ya^^

Kira-kira tinggal 3 bab lagi. Aku udah ngetik 2 bab, dan tinggal 1👻

Selamat menunggu~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro