Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 27

Pagi telah tiba. Waktu di mana orang-orang mulai berangkat kerja, melakukan rutinitas kesehariannya. Sibuk mengambil alih senggang, saat-saat yang paling manusia benci karena harus bangkit dari kenyamanan. Begitu pun bagi sosok wanita yang bergulung dalam selimut itu. Tubuhnya terasa keram, terutama di bagian perut ke bawah. Istirahatnya semalam dirasa kurang memuaskan. Ditambah lagi, ia harus terjebak di satu ruang bersama seseorang.

Ngomong-ngomong, ke mana Kim Taehyung?

Sohyun yakin, sejak semalam belum ada bantuan yang datang sama sekali. Kalau pria itu pergi, paling-paling hanya ada satu tempat yang terpikirkan olehnya, yaitu kamar mandi.

Benar saja, tak lama kemudian pria itu muncul dengan wajah kusam dari dalam ruangan berukuran 5 m². Mukanya terlihat basah. Bibirnya pun manyun, membuat Sohyun tak kuasa menahan senyum. Bodoh jika Sohyun tak tahu kalau semalam Taehyung bolak-balik ke kamar mandi. Itu karena mereka gagal melakukannya.

"Tuan Kim, sudah yang ke berapa kali ini?" goda Sohyun.

"Diamlah! Jangan mengejekku, ini kan gara-gara tamu tak diundangmu datang!"

Sohyun menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Menatap Taehyung yang berdiri kesal tak jauh dari posisinya. Lagi pula, kalau ia datang bulan itu bukan kesalahannya, kan? Pantas saja, belakangan ia sering marah-marah dan susah mengendalikan emosi. Rupanya, premenstrual syndrome.

"Walaupun bukan salahku, aku tetap harus minta maaf padamu, kan?"

Taehyung berjalan mendekat. Mendudukkan diri tepat di sebelah Sohyun dengan jarak yang sangat tipis. Ibu jarinya pun mulai mengusap bibir Sohyun yang terlihat manis.

"Sebagai gantinya, aku mau ini."

Sohyun menyingkirkan jemari Taehyung dari wajahnya. Menggenggamnya untuk mencegah supaya mereka tidak berkeliaran di bibirnya lagi.

"Kita kan sudah sepakat. Kita tidak akan melakukan apapun, kecuali aku yang mengizinkan."

"Lagi-lagi begitu. Bukankah kau terlalu banyak alasan? Semalam, kau sendiri yang menginginkan. Sekarang aku hanya minta ciuman, apa itu hal yang sulit dilakukan dibandingkan betapa kesakitannya aku semalam karena juniorku tidak mau tidur sebelum kau sentuh?"

Taehyung membuang muka. Sungguh, ia capek keluar–masuk kamar mandi demi menidurkan yang ada di bawah sana. Melihat Sohyun tertidur pulas saja, nafsunya bereaksi. Bagaimana kalau kemarin ia berhasil meloloskan pakaian wanita itu? Mungkin Taehyung bisa semakin liar, tak peduli apakah Sohyun sedang menstruasi atau tidak, ia akan tetap melahapnya.

"Kim Taehyung?"

Pria itu pura-pura tak mendengar. Ia masih kesal karena ia gagal. Padahal hampir saja. Tetapi, jantung pria itu berdetak hebat ketika jari-jari Sohyun merayap dari belakang, mengusap bagian dadanya dengan sangat lembut dan sensual.

"Bagaimana kalau begini? Kau tidak akan marah padaku, kan?" bisik Sohyun.

Taehyung tidak merespons. Tentu saja! Ia sibuk menahan gairahnya. Ia tidak ingin dikatai cukup murahan kalau hanya dengan satu pelukan saja ia semudah itu dilumpuhkan.

Tetapi, Sohyun tidak berhenti. Merasa tertantang, kini ia mengecup bagian belakang leher Taehyung. Membuat pria itu merinding seketika.

"Kau baru mandi, ya? Tubuhmu wangi sekali," puji Sohyun sambil sesekali menghirup aroma dari leher dan rambut Taehyung.

Sial, sial, sial! Sejak kapan dia punya kemampuan menggodaku, hah?!

"Masih tidak mau melihatku?"

Sohyun, yang pada kenyataannya tidak pernah menyentuh pria dan tidak berpengalaman melakukan skinship, tiba-tiba saja meluncurkan sebelah tangannya semakin ke bawah. Ke tempat paling sensitif dari tubuh Taehyung. Pria itu terkesiap.

"Apa yang kau lakukan?!" Mau tidak mau, Taehyung membalikkan badan ke arah Sohyun.

"Aku hanya penasaran," jawab Sohyun menggantung. "Sebesar apa kalau dia bangun," lanjutnya dengan sorot mata yang tak lepas dari selangkangan Taehyung.

Hei! Sejak kapan dia jadi mesum?

"Hahaha!" Gelak tawa terdengar dari mulut Sohyun. "Astaga! Lihat wajah panikmu, lucu sekali! Kau pikir, aku kerasukan setan apa sampai-sampai berpikir untuk menyentuhmu duluan? Hm? Kau mengharapkan lebih ya, Tuan Kim?" ledek Sohyun.

Wanita itu pun bangkit dan hendak menuju kamar mandi. Meninggalkan sosok Taehyung yang tercenung dan merasa harga dirinya sebagai playboy terlukai.

"Tunggu. Enak saja kau pergi!"

Taehyung mencekal pergelangan tangan Sohyun, menarik lengan wanita itu masuk ke dalam pelukannya.

"Lepaskan." Ekspresi wajah Sohyun berubah datar dan tegas. Menanggapi perilaku Taehyung yang berubah seolah-olah tidak terima atas keisengannya.

Sohyun tertegun. Dahinya mengernyit tak kala telapak tangannya menyentuh sesuatu yang keras dan menonjol dari bagian bawah tubuh Taehyung. Oh, God! Apakah ini 'benda' itu? Tadi nggak sekeras ini, kok bisa?! Cepat sekali.

"Kau sungguh harus tanggung jawab."

"Lepaskan tanganku, apa yang kau—"

"Katanya kau penasaran, seberapa besar dia? Aku membiarkanmu mencaritahunya sendiri. Apa aku salah?"

Kau pikir aku akan mengalah? Tidak. Aku yang harus mendominasi.

Pipi Sohyun memerah. Niatnya cuma bercanda, tapi kenapa Taehyung malah menanggapinya serius? Salah ia main-main dengan pria ini. Walau bagaimanapun juga, Taehyung adalah laki-laki dewasa. Ia pasti mudah tergoda pada wanita sepertinya. Lain kali, Sohyun harus menjaga lisan dan perbuatannya dengan baik.

"O-okay, apa maumu?"

Pokoknya aku harus lepas dulu dari cowok ini.

"Aku kan sudah mengatakannya tadi. Hm?" Taehyung memejamkan mata, memberi kode-kode.

Sial.

Meskipun menggerutu, jujur Sohyun juga ingin melahap bibir pria di hadapannya. Sejak keluar dari kamar mandi tadi, penampilan Taehyung dengan rambut yang acak-acakan, wajah basah, serta tubuh yang telanjang tanpa atasan, membuatnya menelan air liur. He's so fucking sexy.

Sohyun pun berjinjit. Lengannya melingkari leher Taehyung. Ketika bibir keduanya bertemu, pagi yang terkesan melelahkan itu menjadi pagi yang cukup menggairahkan. Tak tinggal diam, tangan Taehyung bergerilya. Merambat naik, mengusap pantat wanita itu, lalu meremasnya dengan penuh semangat.

"Hei!" Plak. Sohyun menampik tangan Taehyung yang hendak menyusup masuk ke dalam roknya. "Sudah kubilang, aku sedang datang bulan!"

Sohyun melepaskan diri dari pelukan. "Aku mandi dulu."

"Apa?! Hei, ciuman kita belum selesai!"

"Stop! Mau ke mana kau?" Sohyun menghadang tangannya lurus ke depan. Menahan agar Taehyung tidak ikut masuk ke dalam kamar mandi.

"Kau tega membuatku begini? Ayo, lanjutkan lagi. Aku belum puas."

"Dengar, Kim Taehyung. Bibirku ini tidak gratis. Mulai dari sekarang, kalau kau mau mendapat imbalan, kau harus terlebih dahulu membuatku senang."

"Benarkah? Apa itu artinya, aku bisa bebas meminta ciumanmu kalau aku melakukan sesuatu dengan benar?"

"Kurang lebih begitu."

"Katakan, apa yang bisa kulakukan untukmu sekarang ini?"

Sohyun menyunggingkan senyum. "Cukup fokus pada latihan modelling-mu, buat aku merasa tidak menyesal telah menandatangani kontrak denganmu. Mudah, kan?"

"Okay, deal."

Pagi itu pun keduanya berhasil keluar dari ruang VIP club Namjoon. Door lock yang rusak berhasil dibetulkan. Namjoon merasa bersalah karena tidak mengecek kondisi ruangan sebelum disewa oleh Taehyung. Tetapi di sisi lain, Taehyung merasa sangat berterima kasih kepada Namjoon. Sebab, berkat pria itu yang telat memberikan pertolongan, ia menghabiskan malam yang mengesankan bersama Kim Sohyun. Bahkan, hubungan mereka semakin intim hingga Taehyung optimis, tidak akan lama lagi, hati Sohyun pasti akan segera ia miliki.

***

Sebenarnya waktu itu ia hanya ingin menggertak dan mengalihkan topik pembicaraan. Sohyun tak berniat menepati janjinya untuk memberikan apapun yang Taehyung minta jika pria itu menjalani pelatihannya dengan serius. Tetapi sebaliknya, ia malah keterusan dan semakin terikat dengan janji itu. Seperti saat ini, Taehyung datang ke apartemennya. Melaporkan aktivitas dan agendanya selama 24 jam terakhir dan mengharap pujian dari Kim Sohyun.

Seperti anak kecil saja.

Taehyung merebahkan kepalanya di atas pangkuan Sohyun—yang sedang menonton TV di sofa. Taehyung cemberut karena wanita itu mengabaikan kedatangannya. Kesal, Taehyung pun meraih remote control yang Sohyun pegang lalu mematikan layar TV yang menyala.

"Apa kau mengabaikanku?"

"Kenapa tidak? Aku berhak untuk menolak tamu yang datang di atas jam sepuluh malam. Kuingatkan, barang kali kau lupa atau malah tidak bisa membaca jam."

"Kim Sohyun, kau juga sepertinya pikun. Kau lupa ya, sudah janji padaku. Kalau aku melakukan pelatihanku dengan baik, maka kau akan mengabulkan permintaanku."

Sohyun memainkan jarinya di atas dada Taehyung. "Jadi ... apa yang kau inginkan kali ini?"

Dua minggu terlewati sejak kejadian terkunci di club Namjoon. Dan sejak saat itu, Taehyung melancarkan aksinya untuk mendapat imbalan. Setiap kali ia berhasil, sesuatu yang ia minta adalah tidur bersama Sohyun. Tentu saja wanita itu menolak.

Setelah dipikir-pikir, Sohyun terlalu gegabah malam itu. Tak seharusnya ia menyerahkan dirinya pada Taehyung begitu saja. Keadaan mentalnya memang cukup sulit, apalagi setelah menerima kenyataan pahit yang disembunyikan oleh Jimin. Pikirannya kacau, hingga ia dengan mudahnya terbujuk oleh rayuan Taehyung. Beruntung ia menstruasi. Jika tidak, maka semuanya akan terlambat. Sohyun mungkin bisa sangat menyesali keputusan melakukan seks pertama yang ia ambil dalam hidup.

Sohyun memberikan atensinya pada Taehyung. Tak kala, pria itu menangkup kedua pipi Sohyun dan memaksa wanita itu untuk merendahkan kepala, menatap ke arahnya.

"Kali ini ... cukup beri aku ciuman saja."

"Lagi? Kau memintanya di tiga kesempatan sebelumnya. Apa kau tidak bosan?"

Seorang Taehyung, hanya menginginkan berciuman denganku dan datang ke apartemenku setiap malam. Apa ini benar-benar dia? Si playboy itu?

Sohyun agaknya sedikit heran. Tak biasanya Taehyung pulang tepat waktu. Bahkan, kalau disadari lebih awal, Taehyung akhir-akhir ini lebih sering berada di apartemen daripada berkeliaran di luar. Kecuali untuk urusan pekerjaan, pria itu tidak akan meninggalkan apartemennya. Ada apa? Apa ia mulai bosan dengan perempuan-perempuan di luar sana?

Tidak mungkin. Sohyun tidak yakin jika Taehyung sungguh-sungguh mengindahkan perintahnya untuk menjauhi para wanita. Si pria keras kepala yang melakukan apapun sesukanya itu menjadi sangat penurut?

"Jangan melamun. Kau dilarang memikirkan hal lain saat sedang bersamaku."

Entah sejak kapan, Sohyun sudah berada di atas pangkuan Taehyung. Ia tak menyadarinya. Taehyung menarik pinggang Sohyun mendekat. Menyandarkan wajahnya di dada wanita itu. Menghirup dalam-dalam aroma Sohyun yang memabukkan.

Jika dulu Taehyung ogah-ogahan mengakui bahwa ia tertarik pada Sohyun, maka kini ia berada di garda depan untuk mengagumi betapa luar biasanya wanita itu. Taehyung mengidamkannya lebih dari apapun. Ia tak ingin melepaskan kesempatan berduaan seperti ini bersama Sohyun. Bahkan, ia begitu menginginkannya.

"Apa yang kau lakukan? Ge-geli tahu!" Sohyun susah payah menjauhkan wajah Taehyung. Namun, tak berhasil. Pria itu malah mendaratkan kecupan di sana.

"Sohyun, kau tahu, pelukanmu adalah tempat ternyaman untukku beristirahat."

Sohyun menahan napasnya. Taehyung tak berhenti mengusap-usapkan wajahnya ke dada dan leher Sohyun. Benar-benar mirip anak anjing yang ingin dimanjakan. Sohyun pun secara paksa menarik kepala Taehyung menjauh darinya.

"Hentikan! Mari kita akhiri ini dengan cepat."

"Hah—tung—gu!"

Sohyun tak memberi kesempatan Taehyung berbicara. Wanita itu langsung mendaratkan bibirnya, melumat bibir Taehyung sampai pria itu tak dapat berbuat apa-apa lagi selain membalasnya.

"Sudah, kan? Sekarang, kau bisa pulang. Aku mau tidur lebih awal."

"Eh, apa?! Ini kan hari Jumat, kita bisa bersantai lebih lama."

"Itu sih maumu! Sudah sana, pulang! Aku mau tidur."

Sohyun memaksa Taehyung bangkit, lalu mendorong punggung pria itu keluar dari apartemennya. Seperti biasa, Sohyun membiarkan Taehyung keluar melalui pintu balkonnya.

"Ck, c'mon? It's not that late. The night is young."

"Just go home, you fool! Ingat, besok kau harus menemaniku pergi ke pernikahan seseorang."

Baru tadi siang Sohyun mendapat kabar yang cukup mengejutkan. Dua minggu lalu, Jimin melamar Boreum dan persiapan pernikahan mereka bahkan hanya berlangsung tak sampai satu bulan. Sebenarnya, sudah sejauh mana mereka saling kenal?

Kalau mengingatnya lagi, Sohyun merasa sangat idiot. Memang benar, pengalaman adalah guru yang paling baik. Wanita yang tak punya pengalaman cinta sepertinya, mana tahu bagaimana rasanya di beri harapan palsu? Mana bisa membedakan orang yang mendekatinya dengan niat tulus dan tidak. Seakan jauh dari jati dirinya, Sohyun memasuki dunia baru yang lebih keras untuk ditaklukkan. Ia menemui banyak hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, yang memaksanya untuk beradaptasi demi melewati seleksi alam. Alam percintaan orang dewasa.

Walau bagaimana pun, Sohyun tak dapat mencampurkan antara profesionalitas dan permasalahan pribadi. Boreum adalah kenalannya di kantor. Wanita itu ramah kepadanya, juga sangat baik. Sohyun tentu tidak boleh absen dari undangan pernikahan yang Boreum berikan dengan kedua tangannya sendiri. Meskipun, terkadang rasa kecewanya terhadap Jimin masih sering muncul, Sohyun mencoba tampil lebih kuat lagi. Dengan menghadapi masalah, ia yakin, dirinya tidak akan terpuruk dan dapat bangkit secepat mungkin.

***

Beberapa meja tertata rapi, memanjang dan berhiaskan hidangan-hidangan kelas atas khas dari berbagai negara. Tirai-tirai warna putih dengan gantungan bunga warna-warni, serta karpet berukuran jumbo yang menjadi pijakan empuk para pemilik heels dan pantofel brand penguasa pasar Eropa. Sohyun takjub pada para tamu yang menghadiri acara pernikahan Boreum. Hampir semuanya orang kaya.

Kedua mata Sohyun tampak silau oleh gemerlap perhiasan yang para tamu kenakan. Tak hanya itu, gaun mereka pun merupakan jajaran keluaran terbatas yang hanya dimiliki oleh segelintir orang di Asia. Apakah dia merasa minder? Tentu tidak.

Justru, meskipun penampilan Sohyun ternilai paling biasa dari yang lain, ia malah menjadi pusat perhatian. Begitu melihatnya langsung, orang-orang mengenali sosok Elena Kim. Desaigner muda legendaris yang melebarkan nama dan sayapnya di penjuru Eropa. Beberapa bahkan mengajak wanita itu berfoto untuk sekadar dipamerkan melalui media sosial.

"Cih." Terlihat kecemburuan menyembul dari kedua mata Kim Taehyung. Meskipun sudah mati-matian ia mengimbangi penampilan Sohyun, tetap saja ia terabaikan. Apa ini membuktikan bahwa Taehyung belum cukup pantas untuk bersanding dengan Sohyun? Apa ia sepayah itu?

"Oh ! What a handsome man you are."

Taehyung melirik ke arah kirinya, seorang wanita dengan wajah asing menghampiri. Kulitnya begitu pucat, dengan bola mata berwarna kebiruan. Rambut pirang gelap. Impressive, but she's not my type.

"May I help you, Miss?"

Taehyung tahu, wanita ini sengaja datang untuk menggodanya karena ia sedang sendirian. Ketika berhasil menarik perhatiannya, wanita itu pasti akan menarik Taehyung ke suatu tempat. Memojok dan melakukan hal-hal yang berbau seksual. Taehyung sangat tahu tipikal wanita-wanita semacam mereka.

"I'm sorry, Miss. I think, you've got the wrong person," ucapnya sesaat kemudian dengan begitu yakin.

"Maaf, apa maksud Anda? Saya ke mari untuk menanyakan, apakah Anda kenal dengan Miss Elena."

What the fuck. Miss Elena, lagi?

"Are you her lover?"

Belum selesai terkejut setelah mengetahui wanita itu bisa berbahasa Korea, kini Taehyung hampir tersedak mendengar pertanyaan selanjutnya. Apakah aku pacarnya?

Kalau Taehyung menjawab "iya", kira-kira apa yang akan terjadi? Memikirkannya saja sudah membuat pria itu semangat.

"Ye—"

"Impossible, Miss Edith. He's just my co-worker."

Tak sempat menjawab pertanyaan wanita tersebut, Kim Sohyun mendadak muncul dengan tatapan mengancam seolah-olah mengatakan, awas kalau kau jawab sembarangan.

"Tentu saja. Anda tidak berubah. Masih sangat selektif terhadap pasangan. Meskipun berhadapan dengan pria tampan seperti ini pun, hati Miss Elena tetap tidak goyah."

Kau salah, wanita ini sudah beberapa kali kugoyahkan dan nyaris kubuat tumbang. Sombong Taehyung dalam hati.

Faktanya demikian. Kim Sohyun sendiri tidak menolak jika dirinya berhasil dibuat goyah oleh pria itu. Tetapi, mana mungkin ia mengaku di depan salah satu rekan kerjanya—Miss Edith—yang juga merupakan salah satu designer El-Roux yang ditempatkan di Seoul. Edith mengenal betul karakter Miss Elena, bukan Kim Sohyun, yang aslinya dingin dan cuek terhadap setiap lelaki yang mendekati.

Keduanya pun sedikit berbasa-basi. Mereka berbicara fasih dalam bahasa Inggris. Sesekali menggunakan bahasa Prancis yang tidak Taehyung ketahui. Lama-lama pria itu bosan. Hingga tiba saatnya Sohyun mengakhiri perbincangan. Ia menarik lengan Taehyung mendekati para pengantin yang baru datang di aula.

Taehyung menangkap tatapan gelisah Sohyun. Meskipun ingin, pria itu menahan diri untuk tidak menanyakan kondisi Sohyun. Salah-salah, ia malah kena amuk.

Sesampainya di hadapan kedua mempelai, Sohyun mengeratkan genggamannya pada lengan Taehyung sebelum akhirnya melepaskannya untuk menjabat tangan Boreum dan Jimin bergantian.

"Congrats, Nona Boreum." Sohyun memeluk tubuh wanita yang berbalut gaun putih nan cantik itu. "Semoga kau bahagia dengan pernikahanmu."

Jimin, laki-laki itu berdiri di sebelah Boreum. Tak sekali pun mengalihkan pandangannya dari Sohyun. Ia masih menyesali perbuatannya dan juga sikapnya saat terakhir kali bertemu wanita itu.

"Maaf, Sohyun-ssi. Aku tak sempat mengenalkanmu dengan calon suamiku. Padahal, aku ingin membawanya kalau kita berdua ada kesempatan makan malam bersama. Tapi aku tahu, belakangan kau sangat sibuk dengan pekerjaanmu."

"Jangan terlalu khawatir. Lagi pula, aku sudah melihat sendiri kok bagaimana suamimu ini melamarmu di depan lobi dan disaksikan oleh banyak orang. Bukankah dia sangat romantis?" sindir Sohyun. "Ah, aku harap, aku mendapatkan pria yang seromantis Dokter Park."

Hati Jimin terluka begitu Sohyun memanggilnya dengan sangat formal. Seolah mereka tidak pernah kenal. Ke mana Kim Sohyun yang ceria dan penuh energi itu pergi? Seandainya Jimin dapat memutar waktu, ia tidak akan memilih egois. Memang saat itu ia sadar bahwa Sohyun menyimpan perasaan padanya. Tetapi di saat yang sama, ia tak ingin kehilangan Boreum—calon tunangannya—dan Sohyun—wanita yang menyukainya. Kenapa ia begitu rakus?

"Oh, Dokter. Aku ucapkan selamat atas pernikahan kalian." Beralih dari Boreum, kini Sohyun berdiri di hadapan Jimin. Menjabat tangan pria itu, dan memberinya pelukan untuk terakhir kali.

"Semoga kalian bahagia," bisik Sohyun seakan-akan memiliki maksud lain.

Tentu saja Sohyun berharap yang terbaik untuk nasib pernikahan temannya. Ia hanya tak ingin sisi Jimin yang menyebalkan itu malah merusak keharmonisan hubungan mereka kelak. Padahal, Hwang Boreum adalah wanita yang baik, tetapi kenapa harus menikah dengan pria brengsek seperti Park Jimin? Terkadang, takdir itu tidak menyenangkan.

"Ayo, kita pulang." Sohyun menarik lengan Taehyung.

Benar, sedari tadi pria itu menjadi saksi betapa kuatnya Sohyun menahan diri. Kalau bukan karena suasana pesta yang bagus dan meriah, Sohyun pasti sudah mengobrak-abrik hati Jimin dengan kata-katanya yang menusuk seperti pedang.

"Hei, kau tidak penasaran?" tanya Sohyun secara tiba-tiba setelah mereka keluar dari gedung resepsi.

"Soal?"

"Soal apa yang dulu membuatku jatuh cinta padamu."

Eh, suddenly? Apa dia mabuk?

"Aku tidak mabuk."

"Kau bisa membaca pikiranku?!"

"Semua itu tergambar jelas di wajahmu. Cih. Aku tanya sekali lagi, kau tidak penasaran alasanku dulu jatuh cinta padamu?"

"Karena aku tampan, keren. Kau sendiri yang mengakuinya di lapangan basket."

"Hahah, bodoh."

Mereka berdua tiba di depan mobil. Sohyun duduk di atas kap sambil menatap langit.

"Itu cuma omong kosong. Alasanku mengejarmu sebenarnya bukan itu."

Taehyung agak terkejut, percakapan itu pun mulai membuatnya tertarik.

"Lalu karena apa? Sikapku yang baik? Suka menolong? Suka memberi? Peduli dengan orang lain?"

"Kau mau mati, ya?" sergah Sohyun.

"Baiklah, lanjutkan. Aku cuma bercanda. Jadi, apa yang membuatmu suka padaku?"

"Itu karena ... kau begitu disayangi oleh kedua orang tuamu."

"Hah?"

"Seorang cowok popular di sekolah, memiliki banyak fans, mendapat begitu banyak perhatian, juga memiliki keluarga yang hangat dan harmonis. Aku pikir, kalau aku jadi pacarmu, aku juga bisa mendapatkan semua itu. Terutama, mendapat kasih sayang orang tuamu yang tak bisa kudapatkan dari kedua orang tuaku. Aku iri sekaligus kagum."

Taehyung menatap intens Sohyun. Wanita yang biasanya berbicara dengan dagu terangkat tinggi itu, kini malah menyembunyikan wajahnya.

"Hei, Kim Taehyung. Menurutmu, pernikahan itu seharusnya seperti apa?"

Hal yang paling ditakutkan Taehyung pun terjadi. Saat di mana orang lain menanyakan tentang arti sebuah pernikahan. Sebuah hubungan yang tak ingin Taehyung jalani. Hubungan yang hanya akan mengikat kebebasannya. Dan membuatnya kehilangan percaya diri.

"Pernikahan? Dengan menikah, kau telah menjadi milik seseorang. Satu-satunya milik orang itu dan kau tidak boleh merangkak ke lain hati. Yang kutahu, itulah konsekuensi dari menikah. Kau kehilangan kebebasanmu."

***

Tbc

Eh, panjang sekalii bab ini :)
Percayalah gais, aku mati-matian membangun niat buat nulis bab ini wkwkwk

Nggak tau sih, kalian puas bacanya apa enggak. Btw, habis ini kita tinggalin Jimin. Siap-siap terbang ke Paris ya?!

Hoho, mohon maap. Yang kemarin—ekhem—TaeSo nggak jadi begadang :) yang begadang malah Taehyung doang :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro