Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 26

Keadaan hening. Hanya suara dengung AC yang memenuhi telinga, diselingi oleh suhu udara yang teramat dingin. Listrik di ruang VIP itu bekerja secara normal. Hanya saja, door lock-nya yang bermasalah. Seumur-umur, baru kali ini Taehyung menemukan kecacatan di club milik Namjoon, yang katanya terkenal seantero Seoul itu. Situasi lebih mencekam lagi ketika wanita yang datang ngamuk-ngamuk tadi terdiam bisu. Taehyung menelan ludahnya bermaksud mencari tahu.

"Hei." Ketakutan yang besar menelan rasa ingin tahunya. Boro-boro bertanya, mengucap satu patah kata pun dia sampai kehilangan napas.

Kim Sohyun berdiri dengan kepala tertunduk. Masih di posisi semula. Pria itu pun memperpendek jarak. Beberapa saat lalu wanita tersebut bahkan tak bisa diam. Namun anehnya, suaranya menghilang seperti dirampas Madame Medusa.

Bisa-bisanya di saat begini Taehyung malah memikirkan salah satu karakter disney yang pernah ditontonnya waktu kecil, si putri duyung berambut merah bernama Ariel. Jangan menganggapnya cupu karena menyukai karakter Princess. Namun kita semua tahu, bahwa Taehyung adalah si tukang mesum. Penggemar film "biru" yang otaknya kotor sudah dari kecil. Ia bahkan pernah menempel beberapa poster Ariel yang hanya memakai bra itu di sepanjang dinding kamarnya. Sungguh hiasan yang "nyleneh" untuk kamar anak usia 6 tahunan.

"Hei ... kau ... baik-baik saja?" Akhirnya mulutnya berhasil meloloskan sedikit–banyak kata.

"Berisik," ucap Sohyun lirih.

"Apa? Tidak dengar."

"Berisik!" Sohyun mengeraskan suara. Membuat Taehyung tersentak kaget.

"Calm down.... Aku cuma nanya, okay?"

Taehyung tidak habis pikir. Ke mana nyalinya pergi? Bertemu dengan Sohyun yang galak dari 10 tahun lalu sungguh membuatnya pasrah dan kehilangan harga diri. Kesombongannya seakan tak berarti. Ayolah, dibandingkan Elena Kim, ia bukan apa-apa melainkan setitik debu yang terbang tertiup angin.

Taehyung mau mengabaikan wanita itu saja, namun ia mengurungkan niatnya. Melihat tetes demi tetes cairan merah kental berjatuhan tepat di bawah kaki Sohyun, lantas Taehyung syok. Ketika diperhatikan lebih dekat, wajah wanita itu memang tampak pucat. Sejak kapan? Taehyung bahkan tak sempat menyadarinya.

"Kau sakit?"

Sohyun menggeleng. Sebelah tangannya bergerak menutup hidung. Ia pasti kelelahan. Seharian bekerja tanpa jeda, semua demi mengebut tujuan utamanya. Yaitu, sukses mengadakan fashion week di Paris. Setelah itu, semua mimpinya akan terkabul. Menjadi the next creative director menggantikan Elise serta mengalahkan si centil Chloe.

"Duduklah, jangan berdiri terus." Taehyung mengarahkan Sohyun untuk duduk di atas kasur.

Diam-diam, ia merasa kasihan. Sudah salah Taehyung mengambil kesimpulan tanpa pikir panjang. Padahal, Sohyun susah payah bekerja untuknya tetapi ia malah berprasangka lain.

"Kau jangan terlalu memaksakan diri begitu. Kalau sakit, gimana?" Omel Taehyung selagi memberikan tisu yang ia temukan di atas nakas.

"Memangnya untuk siapa lagi aku begini? Tetapi lihatlah, kau justru tidak menghargai keputusanku."

Taehyung tak akan bertanya-tanya maksud dari kalimat Sohyun. Iya, sudah pasti Sohyun membicarakan soal keputusannya untuk meminta agar Taehyung menjauh dari para wanita. Namun, ia malah tak mengindahkannya.

Apa sekarang aku benar-benar menyesal?

"Maaf. Tapi sungguh, kukira kau pergi makan siang dengan pria itu. Aku melihatnya di depan kantor tadi."

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Sekarang katakan padaku, apa kau akan mengulanginya lagi atau tidak?"

Taehyung berjongkok di depan Sohyun. Kedua tangannya meraih tangan wanita itu. Dengan tatapan mata yang tulus, Taehyung mengatakan, "Tidak. Janji, aku tidak akan melakukannya lagi. Sesuai keinginanmu, sampai tujuan kita tercapai, aku tidak akan membuatmu repot dengan urusanku."

Sohyun tidak berekspresi. Apalagi yang dapat ia harapkan? Kepalanya sekarang pusing dan berat. Pandangannya sedikit kabur, untuk sekadar tersenyum saja baginya memerlukan usaha yang cukup besar. Masih baik ia menerima janji itu meskipun tanpa berucap. Melalui mata, mereka mengikat kesepakatan sekali lagi.

"Jangan khawatir," tambah Taehyung.

Pria itu tak berniat bangkit dari posisinya. Ia mengambil kotak tisu yang Sohyun taruh di atas kasur, mengambil lembar demi lembar helai putih tersebut lalu mengusapkannya ke area hidung dan mulut Sohyun yang sudah belepotan darah.

"Lihatlah, kau terlihat makin menyeramkan. Seperti hantu di film horor."

"Is it funny?" sindir Sohyun.

"Yeah, though it is just looking into your face. You're quite funny sometimes."

And I don't know, what is this 'funny' thing inside my heart, gumam Taehyung dalam hati kecilnya.

Sohyun menghentikan gerakan tangan Taehyung.

"You know, Tae? Orang bilang, kalau teman itu harus menjaga kebersamaan satu sama lain. Karena itu...."

"Karena itu?"

Sohyun menangkup kedua pipi Taehyung.

"Kalau bibirku penuh noda darah, maka punyamu juga harus."

Dan malam itu juga kemarahan Sohyun menguap. Salahkan sudut hatinya yang tak tertebak. Ketika menyaksikan Kim Taehyung bersimpuh di hadapannya dengan segala sikap perhatian itu, Sohyun menjadi luluh. Dan di saat sisi dirinya melunak, satu-satunya pemandangan yang Sohyun saksikan adalah bibir pria itu yang tampak hangat. Sohyun pun ingin mencicipinya sekali lagi seperti yang mereka lakukan di bawah guguran kelopak sakura.

Hangat....

Taehyung merasakan hal yang sama. Tepat ketika bibir wanita itu menyapu miliknya, jantung Taehyung seperti mau melompat keluar. Awalnya terkejut, hingga perlahan, rasa ingin memiliki pun datang. Taehyung membalas ciuman Sohyun dan kedua lengannya melingkar di pinggang wanita itu. Posisi Sohyun yang lebih tinggi dari Taehyung, membuatnya harus merundukkan kepala.

Mengikuti alur dan instingnya, Kim Taehyung berdiri mengangkat tubuh Sohyun. Membuat kedua kaki panjang wanita itu melingkar di pinggangnya. Taehyung menyangga bokong wanita itu. Kini, Taehyung dapat melihat jelas wajah Sohyun dari bawah. Walau masih pucat, wanita itu tetaplah cantik seperti biasanya.

"Bibirmu pucat sekali."

"Gara-gara siapa?" ucap Sohyun sinis.

"Iya, aku akan bertanggung jawab. Akan kubuat mereka segar kembali."

Taehyung menaikkan Sohyun ke atas meja rias. Mereka melanjutkan ciuman yang awalnya begitu hangat menjadi lebih menggairahkan. Helaan napas mereka menerpa wajah satu sama lain. Merasa tak cukup puas dengan bibir Sohyun, Taehyung mengecup leher mulus wanita itu. Meninggalkan beberapa jejak basah kemerahan di sana, membuat Sohyun mendesah tanpa sengaja yang kemudian membuat mereka saling tatap.

"Kau atau aku?"

Seiring berjalannya waktu, mereka mempunyai sebuah kode yang digunakan untuk satu sama lain. Sesuai perjanjian, Taehyung tidak akan mencium atau melakukan hal lain terhadap Sohyun tanpa persetujuan wanita itu. Oleh karenanya, kau atau aku berarti Taehyung sedang mengonfirmasi, apakah keinginan lebih lanjut tersebut merupakan keinginannya atau keinginan Sohyun.

Sohyun sesungguhnya berada dalam kondisi sadar sepenuhnya. Ia tahu apa yang barusan terjadi adalah ia sendiri yang memulai. Tetapi, perasaan dari apa yang ia saksikan tadi siang, tiba-tiba kembali terlintas di pikiran. Sial, hati Sohyun begitu sakit. Mood-nya kacau-balau, belum lagi ia merasa dikhianati oleh orang terdekatnya.

Ia pikir dengan pura-pura tidak tahu, semuanya akan berlalu damai. Ia pikir, dengan mencoba tersenyum dan menjadi sedikit lebih dewasa, ia akan baik-baik saja. Nyatanya, manusia tempatnya egois. Mereka selalu mementingkan perasaannya sendiri hingga kadang-kadang memaksakan situasi. Entah bagaimana, dirinya terlibat dalam kerumitan ini. Entah bagaimana, hatinya yang sudah ia buka mati-matian, kali ini ia rusakkan lagi. Hanya dengan sedikit ketukan, bukan berarti seseorang akan bertamu apalagi menetap. Mereka tentu punya rumah dan hati yang ingin dituju.

Bekerja? Ya, awalnya begitu. Sebenarnya, Sohyun hanya ingin kabur saja dari kantor. Alasan memaki Taehyung mungkin salah satunya. Tetapi, jika itu Kim Sohyun, buat apa dirinya perlu susah-payah menemukan Taehyung kalau ujung-ujungnya mereka akan berpapasan di apartemen?

"Sohyun?" bisik Taehyung di telinganya.

Sohyun mencoba mengembalikan kesadaran. Melupakan kepedihannya dan mendapatkan kebahagiaan malam ini.

"Tae." Kedua kalinya Taehyung takjub. Ia tidak salah dengar, Sohyun benar-benar memanggilnya dengan panggilan itu. Sebanyak dua kali. "Bisakah kau membuatku bahagia malam ini?"

Taehyung merasa aneh. Kenapa? Apa mungkin karena tatapan kedua mata wanita itu yang tampak putus asa? Atau, karena Taehyung pikir bahwa permintaan Sohyun kali ini bakal jauh melewati batas?

Taehyung tidak pernah peduli sedikit pun pada setiap wanita yang ia ajak bersenang-senang sebelumnya. Ketika puas, Taehyung menelantarkan mereka dan memilih untuk melupakan keberadaan mereka. Tetapi, jika kali ini wanita itu adalah Kim Sohyun, apakah Taehyung akan siap menanggung akibatnya di masa depan? Pria itu tidak tahu apa yang kelak akan terjadi, tetapi dari hatinya yang paling dalam, ia tak ingin melupakan Sohyun. Ia tak ingin hubungannya dengan Sohyun, putus seperti hubungannya dengan wanita yang ia kencani. Kenapa? Apa karena ... Sohyun spesial?

"Aku tanya, apa kau bisa membuatku bahagia malam ini?"

Mendengar permintaan "memelas" tersebut keluar dari mulut Sohyun, Taehyung tak berdaya. Ia melawan logikanya. Apapun yang terjadi malam ini, Taehyung harap, kondisi terburuk yang ia dapat adalah memiliki sisa kenangan manis bersama Sohyun.

Apa aku menyukainya?

Ya, sepertinya, aku benar-benar menyukaimu, Kim Sohyun.

Tak menjawab, Taehyung langsung meraup kembali bibir wanita itu. Seakan tak ada hari esok, Taehyung menjamah setiap inci tubuh Sohyun, tak membiarkannya lepas sedikit pun. Tubuh kecil Sohyun, nyatanya pas di pelukan Taehyung. Mereka menghangatkan tubuh satu sama lain.

Hingga dirasa cukup panas, Taehyung melepas kembali kaosnya. Bertelanjang dada, mempertunjukkan otot-ototnya yang telah dilihat Sohyun beberapa kali. Baru sekarang, di mata Sohyun, Taehyung tampak sangat menggoda. Otot-otot yang dulu ia pikir cuma jadi pajangan, ternyata seindah itu. Sohyun pun merabanya dengan kedua tangan. Begitu keras dan kekar. Taehyung mencekal sebelah tangan Sohyun, mengarahkan telapak tangan itu ke sisi kiri atas dadanya.

Sohyun mendongak menatap Taehyung.

"Kau merasakannya?"

Deg. Deg. Deg. Deg.

Detak jantung Taehyung tak terkontrol, debarannya yang begitu keras dapat Sohyun rasakan melalui telapak tangan. Sama seperti miliknya.

Apa ini yang dinamakan gairah seksual?

Sohyun tak mengerti soal itu. Selama ini, ia jarang dekat dengan lelaki kecuali untuk urusan bisnis. Apalagi, memiliki hubungan yang dikatakan lebih dari dekat. Tentu saja, diumurnya yang hampir menyentuh kepala tiga ini, ia termasuk sangat terlambat mengalami pengalaman-pengalaman yang harusnya datang di masa remaja. Jatuh cinta, main, dan berkencan. Andai dulu ia terlalu menganggur untuk dapat melakukan semua itu. Dan jika waktunya datang sekarang, kenapa harus dengan Kim Taehyung, cinta pertamanya? Padahal, ia nyaris percaya akan mitos kegagalan cinta pertama.

Oh, apa yang Sohyun pikirkan sekarang? Hubungan mereka cuma hubungan yang saling menguntungkan. Tak lebih dari itu. Setelah tujuan dari pekerjaan mereka tercapai, Sohyun akan kembali ke Paris dan melanjutkan karier cemerlangnya. Ia tidak ada waktu untuk cinta-cintaan. Apalagi sampai harus terlibat dengan seorang Kim Taehyung.

Cup. Taehyung mengecup kedua punggung tangan Sohyun. Entah sejak kapan pria itu menggenggamnya di sana.

"Kau jangan menyesal, ya? Jangan memukuliku juga kalau kau sadar nanti."

Taehyung tidak tahu. Ia pikir, Sohyun mabuk atau semacamnya. Mungkin tekanan pekerjaan membuat pikiran Sohyun tidak beres hingga berani meminta hal yang belum pernah Taehyung sanggupi pada wanita lain.

"Aku akan membuatmu bahagia malam ini."

Tatapan kedua mata Taehyung semakin dalam. Ia meletakkan kedua lengan Sohyun melingkar di lehernya. Sementara itu, perlahan-lahan, Taehyung membuka kancing baju Sohyun satu per satu. Menampilkan pemandangan berharga yang selama ini Sohyun simpan untuk dirinya sendiri.

Meskipun ini kali pertamaku, kenapa harus kau orangnya? Dan kenapa aku tak bisa menolakmu? Aku justru semakin menginginkanmu. Apa aku seputus asa ini?

"Jangan memikirkan hal lain saat bersamaku." Taehyung mengangkat dagu Sohyun. Membuat kedua mata mereka bersinggungan.

"Malam ini, kau milikku, Kim Sohyun."

***

Flashback

Gedung El-Roux di jam makan siang.

Sohyun dan para kru hendak menuju ke kafetaria yang berada tepat di depan gedung kantornya. Namun, tak seperti biasanya. Sohyun terlihat lesu. Dokter Jimin kali ini absen. Kalau biasanya mereka menyempatkan diri untuk makan siang bersama, kali ini tidak. Jimin bilang sedang ada urusan penting. Pria itu bahkan meminta didoakan, agar rencananya hari itu sukses. Entah rencana apa yang Jimin maksud.

"Menu spesial apa ya hari ini? Aku tidak sabar ingin menikmati masakan Chef Min yang bikin ngiler," ujar Hyanggi penuh energi.

"Apa kau yakin sedang kelaparan? Kau tidak berhenti bicara seolah-olah makanan di perutmu itu masih full," sergah Hyeri.

"Apa sih?! Dasar iri!"

"Eh, ada apa di sana, kok ramai-ramai?" sela Hyeri dengan topik yang tiba-tiba berubah.

Sohyun mengikuti arah pandang Hyeri. Tepat di depan lobi, beberapa karyawan berkerumun mengerubungi sesuatu. Sohyun yang biasanya cuek terhadap hal-hal yang bukan urusannya, kali ini bersikap beda. Ia justru penasaran ada apa di sana. Tidak tahu kenapa, perasaannya tidak enak. Ia melihat sekilas, ada sosok tubuh yang ia kenal.

"Eonni, mau ke mana?" Pertanyaan Hyanggi ia abaikan.

Semakin mendekat, semakin Sohyun merasa ada kesesakan di dada yang tak dapat dideskripsikan. Firasat apa itu?

"Hwang Boreum."

Deg. Langkah Sohyun terhenti begitu mendengar suara lembut itu. Seakan Tuhan ingin menghancurkannya hari itu, kerumunan tanpa ia minta mulai sedikit meregang. Menyisakan celah-celah besar sehingga Sohyun dapat mengintip apa yang ada di balik sana.

Seorang pria bersimpuh. Sebelah tangannya membawa buket bunga mawar yang begitu besar. Sebelahnya lagi, menyodorkan sebuah kotak perhiasan kecil berisi cincin.

"Vivid pink?!"

Bukankah itu cincin super mahal yang Sohyun lihat di mall saat bersama Jimin? Tunggu! Dari postur tubuhnya saja, pria itu jelas mirip dengan Dokter Jimin.

Jangan-jangan.... Sohyun tak sanggup melanjutkan bayangannya. Bagaimana jika benar? Bagaimana jika selama ini ia terbodohi?

Tetapi, lagi-lagi Tuhan ingin melihatnya sakit hati. Begitu kedua mata Sohyun melihat pemandangan Park Jimin yang memasangkan cincin itu di jari manis Hwang Boreum. Sohyun kehabisan kata-kata. Secara spontan, kepalanya memutar kembali satu demi satu ingatan.

"Boreum-ssi, katakan, di antara mereka yang mana tipemu?" bisik Sohyun.

Boreum terkekeh mendengarnya. "Miss, untuk sekarang, bagi saya karier yang terpenting. Namun, jika Anda bertanya demikian, saya tertarik pada pria yang ketiga tadi."

"Hoho, sudah kuduga. Pria yang imut itu menggemaskan. Tidak hanya imut, badannya juga sangat bagus."

Benar. Jelas-jelas Boreum pernah mengatakan bahwa tipe pria yang ia suka adalah yang berwajah imut dengan tubuh yang bagus. Dan itu ... Park Jimin? Sejak kapan mereka saling kenal?

Oh, tunggu. Sohyun juga tiba-tiba teringat sesuatu. Jimin pernah mengatakan bahwa ia punya kenalan yang bekerja di El-Roux. Apa itu artinya Hwang Boreum?

Sohyun sangat tidak mengerti! Kenapa Jimin berbohong soal hubungannya? Dan membuat Sohyun berharap?

"Hwang Boreum, menikahlah denganku."

Suara tepuk tangan terdengar memilukan bagi Sohyun. Mereka senang atas diterimanya pria itu oleh sosok wanita paling cantik di kantor, Boreum. Sementara, petaka bagi Sohyun karena ia berhasil terjatuh di lubang yang sama. Ini sudah berapa kali? Tiga?

Sohyun terkekeh pelan. Sudah tiga kali ia ditolak pria terang-terangan. Semua gara-gara kebodohan mengakar yang ia tanam di kepalanya. Akal sehatnya selalu menghilang jika ia melihat sedikit saja kelembutan dan sikap manis dari seorang pria. Tapi Park Jimin? Sohyun tidak menduganya. Bagaimana bisa pria itu....

Beberapa saat sebelum Sohyun menuju Club Rkive

"Congrats, Anda berhasil membuat saya terkejut."

Jimin menatap tidak percaya. Sohyun berbicara formal kepadanya, seperti bukan dirinya saja. Mereka berada di depan klinik. Entah sejak kapan Sohyun berdiri di depan tempat praktiknya, wanita itu hanya bilang ingin mengatakan sesuatu yang penting. Jadi, Jimin—yang berada tak jauh dari klinik—buru-buru menghampiri Sohyun.

"Sohyun? Apa yang kau bicarakan?"

"Dokter tidak usah menutup-nutupi lagi. Bukankah ini kabar gembira? Dokter pada akhirnya tidak jomblo lagi."

Jimin tersentak. Ia bahkan menghindari bertemu pandang dengan mata Sohyun.

"Selamat atas diterimanya lamaran Anda, Dok."

Sohyun mengulurkan tangannya. Jimin yang tak mengerti, tak menanggapi Sohyun. Namun, Sohyun menggerakkan sendiri tangannya untuk menjabat tangan Jimin.

"Kau ... sudah tahu?"

"Dokter mungkin lupa. Jadi, biar saya ingatkan. Nona Hwang Boreum adalah sekretaris kesayangan Pak Direktur yang kecantikannya terkenal satu kantor. Menurut Dokter, apakah ada yang namanya privasi bagi Nona Boreum?"

Maksudnya, mau rahasia sekecil apapun, jika itu menyangkut Boreum pasti rumornya langsung menyebar ke seluruh gedung. Tetapi, bukan itu. Memang hal itu terjadi, namun Sohyun mengetahui dengan mata kepalanya sendiri tentang betapa romantis acara pinang-meminang Jimin kepada Boreum di depan Gedung El-Roux dengan disaksikan banyak karyawan.

"Dokter, saya pikir Anda orang yang jujur. Saya berterima kasih atas kebaikan Anda selama ini. Bahkan, mempercayakan Popo kepada saya. Tetapi, saya pikir, saya dan Popo tidak bisa lagi datang ke sini."

"Hah? Kenapa Sohyun?"

Sohyun membuang muka. Sebenarnya pria ini peka tidak sih? Jelas-jelas Sohyun mengatakan bahwa ia tidak akan datang lagi kemari. Artinya, ia akan berhenti menemui Jimin!

"Ya, anggap saja, saya sudah bisa merawat Popo dengan baik."

"Bukan begitu. Aku mengerti maksudmu. Tapi, kenapa kau sampai harus berhenti menemuiku?"

"Lalu, apa yang Dokter harapkan? Dokter mau saya jadi orang ketiga yang merusak hubungan Dokter? Bukankah dari awal saya sudah bertanya, apa Dokter punya kekasih?"

"Sohyun, saat itu ... masih belum." Jimin tertunduk lesu.

"Apa maksudnya itu? Masih belum? Berarti sudah ada yang diincar, ya? Lalu, saya apa? Apa Dokter pikir, selama ini sikap saya ke Dokter itu main-main?"

"Sohyun, bukankah aku pernah bilang. Waktu itu, saat kau membahas tentang pria brengsek—"

"Manusia pasti punya sifat percaya diri. Tetapi kalau berlebihan, jadinya malah nggak baik. Seorang wanita biasanya terlalu senang mendapat perlakuan manis dari pria lain. Itu terkadang membuat mereka tidak sadar kalau selama ini mereka salah mengartikan tindakan pria tersebut," ujar Sohyun, mengulangi perkataan yang pernah Jimin sampaikan kepadanya.

"Begitu kalau saya tidak salah ingat. Betul, Dok? Saya kira, Anda jauh lebih pintar dari saya. Pasti lebih ingat apa yang Anda katakan hari itu dari mulut Anda sendiri."

"Sohyun—"

"Biar saya melanjutkan kalimat saya dulu. Saya belum selesai."

Jimin tak bisa membantah. Sohyun terlihat tenang, meskipun begitu, Jimin dapat melihat nada kekecewaan dalam pembicaraan Sohyun.

"Jadi, katakan pada saya, Dok. Apa saya terlalu percaya diri dan mengira bahwa Dokter akan tertarik pada saya?"

Sohyun mengepalkan kedua tangannya di belakang tubuh. Melihat Jimin yang tak berdaya setelah ia serang dengan beberapa kalimat dan pertanyaan, sudah cukup membuktikan, betapa "brengsek" pria itu.

"Kalau begitu, saya juga akan menyampaikan pendapat saya mengenai pria brengsek."

Jimin tak pindah dari posisinya. Sementara, Sohyun berjalan mendekati. Berdiri tepat di hadapan Jimin, tanpa mengalihkan sedetik pun tatapannya pada pria itu.

"Pria yang memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi dan mengabaikan perasaan serta kebaikan yang tulus dari orang lain ..." Sohyun semakin mendekatkan bibirnya ke telinga Jimin agar pria itu mendengar ucapannya baik-baik, "... juga merupakan pria brengsek."

"Sohyun, apa yang coba kau katakan?"

"Sebelum saya pergi," Sohyun mengabaikan pertanyaan Jimin, "bisakah Dokter menjawab satu pertanyaanku ini?"

"Sohyun—"

"Apakah Dokter tahu bahwa selama ini saya menyukai Dokter sebagai laki-laki?"

"Sohyun, aku dan Boreum dijodohkan oleh orang tua kami. Kami kenal sejak masih kecil. Jadi—"

"Jadi jawab saja pertanyaan saya, Dok. Hanya itu yang ingin saya dengar. Apa Dokter tahu bahwa selama ini saya menyukai Dokter sebagai laki-laki?"

Jimin menarik napas. Kali ini, ia memberanikan diri menatap Sohyun.

"Iya, aku tahu."

Sohyun tersenyum. Kedua tangannya menepuk-nepuk bahu pria itu.

"Hah, dasar brengsek." Sohyun tersenyum selagi mengatakan makian itu. "Ternyata benar, kau cuma cowok pendek dan kemayu. Orang yang menyebutmu demikian, meskipun aku malas mengakuinya tetapi dia setingkat jauh lebih baik di atasmu. Baiklah, waktunya menyampaikan salam perpisahan."

Jimin terdiam. Ia baru tahu bahwa Sohyun bisa memasang muka serius yang menyeramkan. Bahkan bisa mengucap kata-kata makian dan kalimat kasar kepadanya.

"Sekali lagi, selamat, Dok. Jangan lupa, undang saya di pernikahan Anda nanti. Begini-begini, saya dan Nona Boreum sudah menjadi teman dekat. Dan ya, Anda brengsek sekali. Adios."

Tidak. Kali ini Sohyun tidak ditolak. Pria seperti Jimin tidak seprofesional Taehyung dan Vernon dalam menolak dirinya. Tapi entah kenapa, kelakuan Jimin di mata Sohyun bahkan jauh lebih rendah dan pecundang. Berbeda dari Taehyung dan Vernon, duo brengsek yang sialnya terlalu tampan. Jimin hanyalah barang temuan yang menarik untuk beberapa waktu lamanya, hingga Sohyun memutuskan untuk membuangnya karena jika disimpan pun tidak akan ada gunanya.

Hah, sepertinya aku harus mengunci pintu hatiku lagi.

***

Tbc

Sorry, sorry, sorry sangat gais

Aku baru update lagi hehe

Nggak ada alasan tertentu sih, emang lagi pingin me time-an. Melakukan hobi yang lain selain nulis.

Iya, hajar aja udah gapapa. Ikhlas gue wkwk

Tunggu kelanjutannya
(semoga nggak ngaret lagi, kalo aku ngaret, santet aja :v)

😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro