Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9 - Irene & Who Is Ezekiel?

Beberapa waktu yang lalu, Allen dan Sirius pergi ke kota dekat perbatasan untuk memeriksa situasi. Dikabarkan di sana mulai terjadi insiden yang sama seperti di Death Territory. Kali ini, insidennya tak hanya melibatkan immortal, manusia normal juga. Jantung mereka diambil dan membiarkan organ lainnya menyebar di seluruh kota. Kira-kira sekarang sudah ada 542 korban jiwa.

Irene menganggap insiden di kota tersebut melibatkan Kekaisaran, begitulah yang dibisikkan suara orang mati yang tak sengaja melihat kejadian di sana. Suara itu melihat orang-orang mencurigakan memakai jubah berwarna merah mengelilingi kota. Diduga kemungkinan besar mereka adalah kelompok immortal dari Kekaisaran yang menyusup Death Territory.

“Ezekiel, menurutmu, siapa dalang dari semua insiden yang terjadi akhir-akhir ini? Terlalu aneh jika hanya sebuah kebetulan.” Irene memandang ke tempat yang kemungkinan tempat Ezekiel berada dengan sorotan tajam khasnya. “Kau sebenarnya tahu sesuatu kan?”

Bagaimana Irene tidak mencurigainya? Akhir-akhir ini Ezekiel selalu tidak ada setiap dipanggil. Dia juga sudah memprediksi apa yang terjadi ke depannya dan itu menjadi kenyataan. Irene tidak menyukai hal itu.

Hmm… kenapa kau bisa berpikir sampai sana? Sudah kubilang, menara Estacia membawa bencana, entah secara kebetulan atau tidak. Dengan kata lain, immortal lah yang memulai semua insiden. Apa kau tidak mempercayaiku?

Benar juga. Irene menyesal telah melontarkan kalimat yang tidak seharusnya. Suara Ezekiel terdengar tersinggung. Dalang yang sebenarnya adalah menara Estacia. Namun, Irene tidak ingin mengaku hal itu. Tak ada yang tahu, menara tersebut merupakan sebuah harapan atau bencana. Justru manusia lah yang membuat menara dari bawah tanah itu sebuah bencana.

Irene meminta maaf serta menundukkan kepala. Kemudian, dia merasakan tangan seseorang mengangkat wajahnya. Ezekiel menghela napas di depannya.

Nggak masalah. Daripada itu, aku sudah menemukan lokasi Meiz. Karena itu, bersiap-siaplah.

Kali ini, nada suara Ezekiel tampak senang. Mungkin karena sudah lama dia tidak bepergian dengan Irene yang selalu ditinggalinya.

Irene yang mendengarnya memasang wajah tidak percaya sekaligus senang. Dia bisa mengusir kecurigaannya yang tidak berdasar. Hanya dalam dua menit, dia sudah memakai baju yang rapi, bukan baju tidur bergambar beruang, yang dia pakai sebelumnya.

Hei, Irene. Setelah menemui Meiz, apa kau mau berkencan denganku?

“Hmm… boleh saja, asal kau tidak menghilang ke mana-mana. Kalau nggak ada yang melindungiku, lalu aku mati, berarti nggak bisa kencan denganku kan?” Itu merupakan sebuah ancaman. Irene yakin, jika demi kencan, Ezekiel pasti menurutinya.

Ezekiel siap melindungimu, Irene!

Irene tertawa kecil mendengar betapa seriusnya Ezekiel, padahal dia hanya bercanda meskipun setengahnya memang ancaman.

Setelah memasang sepatu, Irene membuka pintu. Hampir saja dia melompat ke belakang, saat melihat seseorang yang tak ingin ditemuinya muncul tepat di depan pintu. Tanpa berpikir panjang, Irene hendak menutup pintu kembali, namun dicegat olehnya.

“Apa maumu, Damian Hawley?” tanya Irene dengan suara tidak enak didengar.

“Kau sudah dengar kan, apa yang sedang terjadi di Death Territory? Ini bukan waktu main-main ke sana, Irene.” Damian tampak tergesa-gesa. Dia meraih paksa lengan Irene.

Irene merasa tersinggung, padahal dia punya tujuan lain ke Death Territory. Rupanya tak hanya Irene saja, Ezekiel juga tersinggung melihat gadis yang dicintainya disentuh laki-laki yang dibencinya.

Begitu sadar bayangan telah menyelimuti mereka berdua, Irene memperingatkan Damian. “Kau telah membuat Ezekiel murka, Damian. Lepaskan tanganmu atau kau memang sudah siap mati di sini.”

Sebenarnya, Damian tidak takut dengan ancaman Irene. Dia sudah tahu teknik menghindari bayangan Ezekiel. Hanya dengan sekali jentikan jari, seluruh bayangan Ezekiel tersedot begitu saja dan semuanya kembali semula. Irene menganga melihatnya. Selama ini, tak ada yang pernah bisa menghindar dari bayangan Ezekiel.

“Maaf saja, aku tidak ingin mati sebelum tujuanku terpenuhi. Aku benar-benar membutuhkanmu, Irene. Aku…” Damian menundukkan kepala dan suaranya semakin memelan. “sudah tidak mau lagi melihat kematian rekanku. Aku juga tak ingin kesalahanku terulang lagi kedua kalinya.”

Irene semakin tidak paham dengan Damian. Dia menyesal atas kematian teman-temannya demi kesempurnaan? Irene tidak ingin mempercayai hal itu. Bisa jadi Damian membohongi dirinya. Namun, Irene teringat saat di pemakaman di perbatasan. Gadis bernama Patricia. Damian tampak benar-benar menyesal atas kematian Patricia, bahkan sampai membawa Irene ke sana juga.

Jangan dengarkan dia, Irene. Kau tahu kan, dia orang yang licik?

Ezekiel benar. Takkan semudah itu Irene menerima tawaran kerja samanya. Damian bukanlah orang bodoh. Bisa-bisa, Irene tidak sadar telah dimanfaatkan olehnya. Lagi pula, tawaran tersebut tidak membawa keuntungan untuk Irene. Suara-suara orang mati itu akan membencinya dan dia bakal merasa sendiri di dunia yang luas ini.

Irene telah membulatkan tekadnya, kemudian menyentuh tangan Damian yang menggenggam erat lengannya.

“Maaf, aku tidak mempercayaimu. Penyesalanmu bukan urusanku. Apapun yang terjadi, aku akan mengembalikan immortal ke tempat asal mereka, tanpa terkecuali kau.”

Nyatanya, Irene masih bimbang atas keputusannya. Apakah itu jalan terbaiknya? Bagaimana jika dunia sudah hancur besok? Bisikan Ezekiel terlalu mempengaruhinya.

Irene tidak punya banyak waktu lagi. Dia harus segera mengunjungi tempat Meiz secepat mungkin. Dia pun keluar dari rumah dan jangan lupa, mengunci pintu. Sebelum Irene melalui Damian yang membeku di tempat, lagi-lagi dia mencegat Irene.

Damian memberi peringatan yang sejak dulu Irene takuti. “Namanya Ezekiel ya? Suatu saat kau akan menyesal mengikuti setiap yang dia ucapkan. Dia bukan tuhanmu, tahu.”

Anehnya, Irene tidak marah seperti biasanya saat ada yang berusaha mengejek Ezekiel. Dia mencerna peringatan dari Damian. Kenapa dia bisa selalu mengikuti ucapan Ezekiel tanpa disadarinya? Padahal Irene tidak tahu bagaimana sosoknya, tapi kenapa dia bisa mencintainya? Satu hal yang terpenting adalah Ezekiel tidak pernah menceritakan latar belakangnya.

Rupanya, peringatannya tidak hanya satu. Damian juga tahu akan ke mana Irene pergi. Seolah dia mengenal Meiz, dia berkata, “Lebih baik kau tidak menemui si informan itu. Itu hanya firasatku, dia juga terlibat dalam insiden Death Territory.”

Irene menelan ludah. Dia tidak tahu Meiz orang yang sangat berbahaya. Namun, tak perlu takut. Ezekiel akan selalu bersamanya, begitulah yang diyakininya.

*****

Kota Athedo terbilang cukup luas jika dibandingkan kota lainnya. Banyak turis yang mengunjungi kota tersebut karena kulinernya yang terkenal enaknya. Namun, di sudut kota bisa terlihat sebuah kafe yang tidak laku. Kafe tersebut tidak memiliki pelanggan dan sehari hanya bisa mendapatkan 1-2 pelanggan yang numpang lewat.

Nama kafe itu adalah No Name, nama yang cukup norak. Awalnya, Irene sangat enggan memasuki kafe norak itu. Namun, apa boleh buat, jika nggak, dia tidak bisa menemui Meiz yang bekerja di sana.

Ezekiel bilang, kafe tersebut hanyalah sebuah kedok. Meski terlihat kafe miskin, kafe tersebut memiliki ruang bawah tanah yang gosipnya, digunakan persembunyian untuk 50 immortal yang menghilang. Maka itu, Meiz pantas dicurigai sebagai orang yang terlibat dalam insiden Death Territory.

Apa kau takut, Irene? Tenang saja, kali ini, aku takkan meninggalkanmu. Soalnya, dia bukan manusia biasa.

Irene terkekeh meski ucapan Ezekiel setengah benar. “Siapa yang takut? Demi dapat informasi Death Territory, aku rela melakukan apa saja asalkan selalu bersamamu.”

Asalkan selalu bersamamu. Baru pertama kalinya Irene merasakan keraguan saat mengatakan kalimat tersebut. Apakah dia masih bisa mempercayai Ezekiel sepenuh hati seperti di pertemuan pertama mereka?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro