Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6 - Irene & A Lie

Hening. Tak ada satu pun dari mereka yang bersuara setelah itu. Irene menyorotnya tajam, sama seperti saat mereka pertama kali bertemu. Dia takkan mudah dimanfaatkan oleh immortal yang berusaha menipunya sejak awal. Dia tidak peduli apa yang terjadi pada dunia saat immortal masih tinggal di dunia yang merupakan bukan tempat untuk mereka. Membunuh immortal sudah merupakan tugasnya.

Damian mendengus tertawa, kemudian dia mendekati wajah Irene, bahkan Irene sendiri tidak bisa menelan ludah.

"Hei, apa kau lupa? Aku sudah menceritakan semuanya tanpa ada yang tertinggal. Siapa kira kau bisa menolak kesepakatan kita?" Damian berwajah seolah kemenangan berada di genggamannya.

Namun, Irene tidak ingin kalah. Dia mendecakkan lidah dan mendorong tubuh Damian agar menjauh darinya. Apapun yang dikatakannya, keputusan Irene takkan berubah. Suara-suara orang mati di sekitarnya juga mendukungnya. Mereka mulai mencintai Irene, bukan Damian yang pernah memanfaatkan mereka.

"Kutarik ucapanku soal immortal yang mati. Di sini, aku ingin mengabulkan permohonan mereka, yaitu membunuhmu, Damian. Mereka tidak menginginkan aku bekerja sama denganmu. Itu saja."

Damian terdiam cukup lama, kemudian diikuti helaan napas yang panjang. "Akhirnya kau mengasihani immortal ya. Apapun keputusanmu, kesepakatan tetaplah kesepakatan. Meski kau menolak tawaranku, aku akan terus mengejarmu sampai ke dalam lubang neraka. Ingatlah itu, Irene." Dia menyipitkan mata, penuh ancaman yang akan menghantui kehidupan Irene setiap saat.

Irene teringat ucapan Ezekiel kemarin. Apakah alasan Ezekiel tidak ingin Damian mendekati Irene adalah Damian merupakan orang yang brengsek sekaligus dua wajah? Tak hanya itu, apa Allen sudah mengetahui soal immortal adalah sebuah kutukan?

Damian mengibas tangan serta menjawab, "Nggak, dia sama sekali nggak tahu. Allen tidak ingin keluar dari zona nyamannya, hanya bisa sembunyi di balik bayang kakaknya."

Ya, dia sangat brengsek, pikir Irene. Begitulah cara Damian melihat temannya. Irene sangat ingin marah karena Damian telah menghina keluarganya, namun dia menahan diri.

"Oh ya," Damian teringat sesuatu dan memiringkan posisi menghadap Irene. "tentang kita pergi bersama ke perbatasan, rahasiakan dari keluargamu ya, terutama Sirius. Ini demi kebaikanmu juga. Bukannya kamu dilarang mendekati perbatasan karena ada Death Territory?" Lagi-lagi, Damian menyeringai lebar.

Irene menggeram kesal karena telah dipermainkan olehnya. Damian sengaja memilih tempat di pemakaman di perbatasan agar ada alasan Irene menutup mulut soal mereka pergi ke sana bersama. Dari mana Damian tahu tentang Sirius yang melarang Irene mendekati perbatasan?

Tak perlu tahu jawabannya. Orang brengsek tetaplah brengsek. Irene tak ingin bertemu wajahnya lagi setelah mereka berpisah di stasiun Kota Athedo, lebih tepatnya dia berharap itu merupakan pertemuan terakhir mereka.

Irene menyesal telah bertemu Damian di hari dia hampir membunuhnya.

*****

Jam telah menunjukkan waktu telah larut malam. Irene takut pulang ke rumah. Tadi pagi, Allen menyuruhnya menjaga rumah dengan baik. Awalnya, Irene berencana pulang ke rumah setelah dari Kota Wiaz dan mencari tahu lanjut keberadaan Meiz melalui internet. Damian telah menggagalkan rencananya, entah secara kebetulan atau tidak.

Karena tidak mau langsung pulang ke rumah, Irene mengintip dari persimpangan jalan. Dari sana, rumahnya terlihat jelas. Lampu jalan menerangi setiap sudut jalan sehingga depan rumah menampilkan bayangan seseorang.

Mata Irene terbelalak. Sosok pemilik bayangan itu bukan milik Allen melainkan Sirius. Dia tidak tahu Sirius bakal pulang hari ini. Apa yang harus dilakukan Irene sekarang? Dia mulai panik dan berjalan di tempat yang sama terus.

Tanpa Ezekiel, Irene tidak berdaya sehingga dia memanggilnya.

"Ezekiel, kau di sini kan? Cepat, jawab aku," harap Irene dengan berbisik serta menggigit jari.

Ada apa, sayangku? Apa kamu mulai kangen padaku meski baru ditinggal beberapa jam yang lalu?

"Ini bukan waktunya untuk bercanda, Ezekiel. Apakah kau tahu kakak pulang hari ini?" tanya Irene panik.

Bukannya Allen sudah bilang kemarin pagi, waktu kalian bertengkar? Waktu itu, dia memperingatkanmu karena Sirius bakal pulang besok.

Irene sama sekali tidak ingat, tentu saja. Hari itu dia sangat kesal dan malah menutup telinga selama Allen memarahinya. Dia tidak ingin Sirius marah padanya. Sebelum masuk rumah, dia harus memikirkan beberapa alasan yang masuk akal bagi Sirius. Sayangnya, Sirius sudah tahu kebiasaan Irene ketika berbohong. Matanya pasti selalu terarah ke sumber suara Ezekiel yang mencoba membantu Irene dengan mengeja kata untuk membentuk sebuah kalimat.

Lima belas menit telah berlalu sembari menunggu Sirius lelah menunggu dan masuk rumah, namun hal itu takkan pernah terjadi. Kali ini, raut wajahnya tampak tidak enak jika dipandang dan dia mengetuk kaki berkali-kali dengan cepat. Saat hendak mengintip sekali lagi, di belakangnya terdapat seseorang seraya berkata, "Pulanglah, Irene. Kau akan memperparah keadaan jika masih berada di sini."

Irene hampir saja berteriak jika mulutnya tidak ditutup oleh tangan orang itu. Orang itu adalah bajingan yang takkan pernah ingin ditemuinya lagi dan dia sudah bersumpah. Damian menyeringai di depannya seolah wajahnya berkata, "Apa kau membutuhkan bantuanku sekarang?"

Dalam hati Irene, umpatan tumpah begitu saja. Siapa juga yang membutuhkan bantuannya? Irene segera mendorong agar menjauh darinya dan malah terjatuh dengan pantat duluan yang jatuh ke tanah. Dia pun meringis kesakitan, kemudian berusaha bangkit lagi. Di sisi lain, ternyata Allen sudah berdiri di sampingnya dengan menatap jengkel ke Irene. Keberadaan Irene sudah terungkap karena hanya jatuh dari tempat persembunyiannya.

"Irene, bisa jelaskan ke mana hari ini kamu pergi?" tanya Allen dengan senyuman yang tampak dipaksa dan membuatnya tambah mengerikan.

Suara Irene tidak bisa keluar saking takutnya. Dia berusaha menunjuk Damian yang berada di balik persimpangan dan sengaja berdiam di sana, menunggu Irene dimarahi. Namun, belum saja bisa menjelaskan alasannya, wajah murka Sirius sudah tepat di depan wajahnya.

"Halo, adik perempuanku satu-satunya. Sudah lama tak jumpa. Apa kau masih mencari informasi tentang Death Territory?"

Irene segera menggeleng cepat begitu melihat senyuman dua kakaknya hampir sama. Ternyata Irene memang membutuhkan bantuan Damian untuk menutupi kepergian mereka ke perbatasan. Mau tak mau, itu harus dilakukannya.

Irene mengacungkan jari telunjuk ke arah Damian dengan gemetaran. Perhatian Allen dan Sirius teralihkan ke arah tersebut. Mereka pun baru tersadar bahwa ada Damian di sana.

"Halo, Allen, dan selamat malam, Sirius." Damian menyapa mereka sambil melambaikan tangan.

Wajah murka Allen perlahan memudar. "Damian? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya terheran.

Damian mengambil langkah, mendekati Irene yang terduduk di atas tanah. Kemudian, dia menyentuh pundak Irene seraya berkata, "Tadi kami baru pulang dari mall yang baru dibuka hari ini di kota sebelah. Aku yang mengajaknya ke sana karena aku ingin dengar banyak hal tentangnya, terutama kekuatan supernaturalnya yang langka."

Irene mengakuinya, Damian pintar berbohong. Dilihat dari sudut manapun, dia terlihat seperti anak baik yang tidak pernah berbohong. Pasti itu sudah menjadi bakatnya, pikir Irene. Hanya sekali ini saja, Irene membiarkannya membantu dirinya.

"I… itu benar. Aku lupa menghubungimu tadi, Allen." Kali ini, bukan Ezekiel yang membantunya sehingga dia berpikir pasti kebohongan ini berhasil.

Allen masih tampak curiga dan berusaha mendeteksi kebohongan dari mata Irene yang sedari tadi tidak menatapnya langsung. Namun, Sirius berbeda. Seolah melupakan masalah utama yang sebenarnya terjadi, dia langsung menarik kedua tangan Damian dan menyambutnya dengan sangat baik.

"Kau benar-benar Damian? Wah, kau sudah tumbuh besar ya. Terima kasih telah ngajak Irene keluar dari rumah, soalnya dia selalu bosan. Oh ya, masih banyak yang ingin kubicarakan denganmu. Bagaimana kalau di dalam rumah saja?" Sirius tak bisa berhenti bicara bahkan membuat Irene menganga.

Siapa itu Damian? Kenapa bisa membuat Sirius terkagum-kagum padanya? Yang membuat Irene tambah kesal adalah Damian telah mencuri perhatian Sirius darinya. Sirius jadi melupakan keberadaannya dan banyak mengobrol dengan Damian.

Sebelum Damian memasuki rumahnya, dia menoleh sebentar ke belakang dan menjulurkan lidah yang diperuntukkan Irene. Wajahnya seolah berkata, "Aku menang lagi."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro