Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1 - Damian & Irene

Pagi yang menyenangkan. Keseharian yang menyenangkan. Sekolah yang menyenangkan. Itu semua sudah menjadi bagian kehidupan seorang immortal bernama Damian Hawley. Meski immortal di Republik menjalani hidupnya dengan sengsara, Damian justru menjalaninya dengan bahagia.

Dia masih punya keluarga utuh yang sangat peduli dengannya. Dia juga punya teman baik yang selalu bersamanya. Tak pernah ada kekurangan dalam hidupnya kecuali satu. Kekuatan immortal membuatnya bukan manusia. Masyarakat tidak menginginkannya dan karena itu, mereka mengirimkan para immortal ke medan perang. Perang belum berakhir, lebih tepatnya takkan pernah berakhir selama Kekaisaran masih berjaya.

Sebelum berangkat sekolah, Damian berpamitan dengan keluarganya. Ada ayah, ibu, kakak perempuan bernama Shera dan kakak laki-laki, Drake. Mereka semua bukan immortal, hanya Damian saja yang immortal di dalam keluarganya. Meski begitu, keluarganya masih menyayangi Damian.

Damian bersekolah di sekolah khusus immortal, perguruan tinggi Elarace. Sekolah tersebut sama seperti sekolah umumnya, hanya saja yang membuat mereka berbeda adalah ada pelajaran praktek yang orang normal tak bisa membayangkannya. Nama pelajaran itu adalah penyiksaan. Pelajaran tersebut diadakan sekali dalam tiga bulan, di mana orang-orang yang bertahan hidup boleh melanjutkan kehidupannya sebagai immortal. Sampai saat ini, Damian tak pernah gagal dalam ujian pelajaran tersebut, sampai-sampai dia dijuluki produk sempurna.

Sesampai di sekolah, Damian menyapa teman yang berpapasan dengannya. Teman sekelasnya pun disapa juga satu-persatu. Tanpa mereka, Damian tak mungkin bisa bertahan hidup. Itu karena mereka memiliki kesamaan.

Setelah itu, Damian melakukan rutinitasnya setiap sebelum pelajaran dimulai. Tak heran, para perempuan di kelasnya sangat membencinya. Rutinitasnya adalah membaca majalah gravure di kelas. Tampangnya memang keren, namun lihatlah dalamnya. Otaknya hanya dipenuhi fantasinya.

Salah satu anak perempuan di kelasnya ada yang melapor ke ketua kelas sehingga majalahnya tersita. Perempuan itu memang selalu memprovokasinya dan Damian sudah malas meladeninya. Hanya saja, Damian mengumpatnya diam-diam seraya menendang bangku perempuan tersebut dan jika ketahuan, Damian segera angkat kaki dari sana.

Hari itu sangat aneh. Teman dekat Damian, Allen Shelton belum datang ke sekolah. Biasanya Allen lebih rajin jika dibandingkan dengan Damian. Baru saja dibicarakan, Allen baru terlihat di ambang pintu kelas dengan wajah tak enak dipandang di pagi hari cerah ini.

Meski begitu, Damian tak ada rasa takut dan menyapanya seperti biasanya.

"Hei! Pagi-pagi sudah telat. Mau jadi anak nakal ya?" Damian menepuk pundak Allen cukup keras.

Allen menyorotnya tajam tanpa bersuara. Alisnya saling menyatu yang membuatnya tambah seram. Damian jadi susah menelan ludah dan terdiam, menunggu temannya bersuara duluan. Selama ini, Allen tidak pernah menampakkan dirinya marah.

Bel telah berbunyi, tapi guru belum datang. Damian adalah teman baiknya, karena itu Allen menyempatkan untuk menceritakan alasan keterlambatannya.

Allen menghela napas panjang. "Maaf, Damian. Aku malah memarahimu tanpa alasan."

Damian segera menggeleng cepat. "Nggak masalah. Apa kau baik-baik saja? Tampaknya kamu punya masalah yang cukup serius."

Damian duduk kembali ke bangkunya yang terletak tepat di belakang Allen. Allen perlu memutar posisinya agar bisa bicara saling berhadapan.

"Aku nggak tahu bisa dibilang serius atau nggak, tapi akhir-akhir ini adikku semakin menjengkelkan. Kami bertengkar tadi pagi, makanya aku telat," ujar Allen hampir berbisik.

Damian terheran. Sejak kapan Allen punya adik? Setahunya, Allen hanya punya kakak laki-laki yang sama-sama immortal.

"Oh, kau punya adik. Laki-laki atau perempuan? Kalau perempuan, kenalkan dia padaku ya." Damian berpura-pura tahu tentang itu. Dia takut jika suasana hati Allen semakin memburuk.

Justru Allen memelototi Damian, padahal dia hanya bercanda. Namun, bukan itu masalahnya.

"Jangan pernah kamu bertemu dengannya. Dia gadis yang aneh yang hanya tergila-gila dengan orang mati." Allen mencondongkan badan dan berbisik.

Alis Damian berkerut. Tergila-gila dengan orang mati, hobi yang sangat aneh. Damian ingin bertanya lebih lanjut, namun karena guru pengajar sudah datang, percakapan mereka tertunda. Allen bilang akan menjelaskannya setelah pelajaran terakhir berakhir.

*****

Damian harus menunggu Allen di depan gerbang sekolah karena dia kelupaan membawa buku yang berisi tugas yang harus dikumpulkan hari ini. Dia dimarahi guru, padahal sebelumnya Allen selalu mengerjakan tugas dan mengumpulkannya di waktu yang telah ditetapkan. Tentu saja, orang yang disalahinya adalah adik perempuannya.

Bicara tentang adik perempuannya, Damian masih penasaran tentang itu. Orang mati. Siapa yang dimaksudnya? Damian selalu diajari bahwa immortal sudah mati sejak masa eksperimen. Namun, tak ada satupun manusia yang bisa membedakan antara manusia normal dan immortal. Karena itu, agar bisa dibedakan, tubuh immortal dipasang tato lambang immortal meski tidak terlalu mencolok.

Pertanyaannya bagaimana adik perempuan Allen bisa membedakannya hanya dengan tato tersembunyi?

"Immortal harus dimusnahkan."

Damian terkesiap mendengar kalimat itu. Suaranya terdengar seperti suara perempuan, namun Damian tak tahu dari mana asalnya. Tahu-tahu, di depannya sudah terdapat sosok gadis dengan warna rambut yang sangat langka di Republik, pirang. Gadis tersebut berjalan mendekati Damian serta menyorotnya tajam, sedangkan Damian ingin mundur namun tak bisa karena membeku di tempat.

"Hei, kamu immortal kan? Apa kau tahu ada berapa orang yang iri padamu?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari Damian sekali pun.

Damian tidak mungkin tahu. Lagipula manusia biasa sangat membenci keberadaan immortal, jadi mustahil mereka iri. Maka itu, dia hanya mengangkat bahu.

Gadis itu mendecakkan lidah. "Kau bilang tidak tahu? Lihatlah di sekelilingmu, mereka semua sudah mengepungmu."

Damian semakin tidak paham apa yang dikatakannya. Tak ada siapapun di sekitarnya. Saat hendak bertanya, Damian ambruk. Pemandangannya penuh darah. Darah milik siapa itu? Damian melihat ke tubuh bagian bawahnya. Tubuhnya terbagi menjadi empat. Hampir semua organ keluar dari tempatnya. Usus berserakan di atas tanah. Meski keadaannya sudah tak karuan, Damian baru merasakan sakit yang luar biasa setelah sadar.

"Rasakan itu, immortal. Penderitaanmu sekarang tak seberapa dibanding mereka yang sudah mati. Aku bisa mendengar mereka menjerit kesakitan setiap saat."

Sayang sekali, semua tidak berjalan mulus sesuai rencananya. Gadis itu sama sekali tidak tahu julukan Damian. Produk sempurna. Di antara jutaan immortal, Damian satu-satunya yang bisa melakukan regenerasi sempurna dalam sekejap.

Darah yang tumpah kembali lagi tempat asalnya, organ yang hancur terbentuk kembali dan akhirnya tubuh yang terbagi menyatu perlahan-lahan. Lagi-lagi, gadis itu mendecakkan lidah. Rencananya gagal. Dia sama sekali tidak menerima hal itu.

Begitu merasa tubuhnya menjadi utuh lagi, Damian berdiri sambil meringis, masih terasa sakit. Ia merentangkan tangan seraya berkata, "Apa yang kau inginkan? Aku nggak mengerti apa yang kau katakan dari tadi."

Gadis pirang itu tampak mengeluarkan sesuatu dari udara. Perlahan, sebuah bayangan berbentuk sabit keluar dari sana. Dia masih belum menyerah untuk membunuh immortal meski tahu mereka tidak mudah terbunuh.

"Kau tak perlu tahu alasanku. Sekali kau terkena tebasan sabit ini, kau akan kembali ke tempat asalmu, yaitu kematian." Ia menggenggam erat sabit yang dibawanya. Bayangan hitam itu semakin membesar sehingga bayangan Damian di sore hari terhalang.

Damian berusaha menghindarinya, namun sabit bayangan itu terus mengikutinya dengan memanjangkan bayangan. Gadis itu sangat berbahaya. Dia bukan orang normal. Tak sengaja, Damian tersandung batu dan malah terjerambab ke tanah. Bayangan sabit juga merayap di tanah. Apakah ini akan menjadi akhir Damian?

Seluruh bayangan di setiap sudut tiba-tiba menyusut sendiri ke udara. Damian membuka mata pelan-pelan. Rupanya Allen sudah berada di sini tanpa sepengetahuannya. Damian tidak tahu apakah dia salah lihat atau tidak, barusan tadi Allen menghantam gadis itu sampai terlempar jauh.

"Ngg… Allen, apa kau kenal dia?" tanya Damian berhati-hati seraya mendekati temannya.

Allen menarik rambut panjang gadis itu. Gadis tersebut pun meringis kesakitan dan mulai memberontak meski Allen menariknya dengan kuat.

"Tentu saja aku mengenalnya. Soalnya dia adikku yang brengsek, Irene Shelton."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro