part 7
Aku mendongakkan kepalaku ke kanan untuk melihat siapa yang bicara. Sosok Jimin tergopoh-gopoh menerobos kerumunan, menghampiriku. Raut wajahnya sangat pias. Tampaknya, dia berjuang keras agar tidak pingsan.
"Jimin..." Ujarku lemah saat melihat kedatangannya.
"Dahyun, oh Tuhan, kumohon maafkan aku! Aku kehilangan kendali atas mobilku! Aku berniat membolos dan pergi ke Seoul grand park, lalu aku melihatmu menyebrang. Mobilku seperti meluncur begitu saja ke arahmu dan aku nyaris tak bisa mengendalikannya. Saat mencoba mengerem, remnya ternyata tak berfungsi! Oh dahyun, kau tak tahu seberapa menyesal diriku!" Jimin neracau tak jelas.
"Untunglah cederamu Tidak lebih serius dari ini! Jika tidak, maka aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku!"
Aku mencerna kata demi kata yang diucapkan jimin sehingga dapat membentuk makna yang jelas di otakku yang kini terdistorsi oleh upaya untuk meredam rasa sakit sekaligus mengartikan ucapan jimin. Apa? Jadi, yang tadi hampir menabrakku itu Jimin?
"Jadi kau..."ucapku kaget, nyaris tak sanggup melanjutkan ucapanku.
"Yeah. Yang menabrakmu memang aku. Aku tolol sekali" sesal Jimin sambil mengusap matanya dengan punggung tangannya.
"Maafkan aku, dahyun. Maaf. Aku seakan diluar kendaliku".
Aku baru saja akan mengatakan sesuatu, entah itu permakluman atau umpatan kebencian, tepat ketika suara sirine yang telah kukenal Dnegan baik berdengung didekatku. Itu suara ambulans. Aku akan dibawa ke rumah sakit. Penderitaan ini akan dihilangkan oleh morfin yang disuntikkan padaku disana.
Aku merasakan sensasi saat petugas paramedis mengangkat tubuhku ke atas tandu dengan hati-hati. Sementara, orang-orang yang mengerumuniku perlahan menepi untuk memberi keleluasaan pada paramedis.
Dalam pandanganku yang mulai mengabur, aku melihat kerumunan orang-orang itu seperti lukisan surealis, absurd, dna berada di atas nyata dan tidak. Namun,atau sosok dikerumunan itu tampak menarik perhatianku. Ia tidak terpengaruh oleh efek dan mencolok. Dia adalah Jungkook. Matanya menatap ke arahku dan Jimin dengan ekspresi dingin yang menghujam hingga ketulang. Sementara, kebencian diwajahnya mengeras bagaikan batu cadas.
Aku baru saja akan memilah informasi ini lebih lanjut, namun rasa sakit yang kualami melumpuhkanku terlebih dahulu, menelan habis semua kesadaran ku.
***
Aku pasti sudah mati, pikirku saat memicingkan mata.
Tubuhku terlalu ringan. Sementara, kepalaku terasa terlalu berat. Saat ini, aku sudah meninggalkan dunia dan pergi ke surga. terbukti dari warna putih yang monoton yang mengelilingiku. mungkin itu lapisan Awan atau sejenisnya.
"Dahyun? Hyun? Kau sudah sadar?" Panggil seseorang padaku seraya menyentuh pergelangan tanganku.
Suaranya mengembalikan orientasiku ke dunia nyata, membuyarkan semua khayalan gilaku tentang surga dan kematian. Rupanya, aku masih tetap hidup . Suasana serba putih yang awalnya kukira sebagai surga adalah suasana kamar rumah sakit.
"Jimin?" Ujarku bingung saat melihat sosok Jimin duduk di dekat ranjangku
"Kenapa kau masih ada di sini?"
"Kenapa?"ulang Jimin dengan nada menyindir yang jenaka.
"Dahyun, akulah yang menyebabkan kau ada di sini sekarang. Sungguh aku tak bertanggung jawab jika aku membiarkanmu tergeletak disana, tak peduli apakah kau masih hidup atau sudah mati".
Aku nyaris menyemburkan tawa mendengar perkataan Jimin yang melodrama.
"Jimin, seumur hidup aku tidak pernah mendengar ada orang yang mati karena patah kaki"
"Retak" koreksi Jimin cepat
"Kakimu tidak patah"
"Apapun yang terjadi pada tulang kakiku,kau tidak usah merasa menyesal begitu. Bagaimanapun, itu adalah kecelakaan. Aku terbangun disini bukan karena salahmu".
"Tidak! Itu salahku" ucap jimin bersikukuh
Aku memutar bola mata.
"Baiklah... baiklah jika kau memang bersikerasm. Oke, jimin. Kau pria brengsek! Cowok tanpa otak yang bahkan tak bisa mengendalikan mobilnya sendiri! Kau yang menyebabkan aku ada disini, padahal seharusnya aku bisa berkeliling mall, mencari sepatu baru dan make up. Kau banci tak bertanggung jawab. Dan, untuk menebus kesalahanmu, kau harus berhenti meratap-ratap kalau kecelakaan yang menimpaku adalah kesalahanmu. Oke? Kau berhutang itu padaku" kataku senantiasa menambahkan Seulas senyum untuk menegaskan pada jimin bahwa aku hanya bercanda.
Tampaknya, upayaku Berhasil karena Jimin mendadak mendengus tertawa.
"Baiklah, Nona Kim Dahyun. Banci ini akan tutup mulut. You wish my command" katanya sambil melakukan salut militer padaku, membuatku berjuang keras menahan ekspresi seriusku agar tidak tertawa.
"Pernahkah ada yang mengatakan padamu kalau kau begitu lucu?" Tanyanya lagi
"Hanya saat morfin mempengaruhiku"jawabku sambil nyengir
Tiba-tiba, aku teringat pada sesuatu, sesuatu yang kulihat sebelum kehilangan kesadaran.
"Jimin, tadi sebelum aku pingsan, apakah kamu melihat seseorang senior kampus kita diantara kerumunan orang yang mengelilingi ku? Tingginya kurang lebih diatas kamu. Rambutnya hitam pekat dan kulitnya agak pucat. Wajahnya cenderung tanpa ekspresi, dingin dan terlalu tenang. Kalau aku tidak salah ingat, dia memakai pakaian vest wol hitam diluar kemeja putih berlengan pendek. Apakah kau melihat pria dengan ciri-ciri seperti itu?" Tanyaku memilih tidak bisa menyebutkan nama Karen Jimin masih baru. Kemungkinan besar, dia tidak mengenal D.A Jungkook.
"Tidak. Aku tidak melihat seorang pun yang seperti itu" kata Jimin santai
. Namun kesantaiannya tampak dipaksakan . Dia berjuang keras untuk menahan air mukanya agar tidak berubah. Aku cukup ahli mendeteksi kebohongan, bakat turunan dari bunda yang seorang psikolog. Tidak sulit bagiku untuk menyimpulkan kalau Jimin berbohong padaku. Pertanyaannya adalah kenapa?
"Kau yakin?" Tanyaku ulang
"Yakin" jawab Jimin serius.
" Saat itu, yang mengerumunimu adalah orang-orang dari kafe tidak ada satu pun diantara mereka yang memiliki ciri-ciri seperti yang kau sebutkan. Ada apa,dahyun? Memangnya kamu melihat siapa?"
Kali ini, Jimin terdengar bersungguh-sungguh. Aku jadi meragukan penilaianku barusan. Mungkinkah Jimin memang berkata jujur? Mungkinkah kebohongan tadi hanya halusinasiku belaka?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro