Dear Violin | 07
"Eh?"
Tia terdiam. Apalagi Farid, langsung mundur selangkah saat Rani maju dengan agresif ke hadapannya.
"Kamu yang namanya Farid, ya?" tanya Rani ditambah mengulurkan tangan.
"I-Iya, benar."
"Kenalin, aku Rani. Saudara kembarnya Tia."
Karena uluran tangannya tak bersambut, Rani sendiri yang menarik tangan Farid dan menjabatnya. Farid agak kaget, langsung melepaskan tangan Rani.
"Kata Tia, kita satu sekolah. Tapi kok aku gak pernah lihat kamu? Kamu ke mana aja sih?"
"Aku biasanya di kelas saja, membawa bekal dan belajar waktu istirahat." Farid menjawab masih canggung dan sedikit tak nyaman.
"Kamu kelas mana? Biar aku datengin deh tiap istirahat! Kita makan bareng di kantin!"
"Terima kasih. Tetapi, aku harus belajar untuk les tambahan," jawab Farid tegas. Tia tersenyum saja saat mendengar penolakan dari Farid, sedangkan Rani menjadi manyun. Namun, bukan Rani namanya bila menyerah hanya dari sekali penolakan oleh laki-laki.
"Ih, sekali-sekali, yah! Ikut ama aku! Lagian temen aku cowok semua kok!"
Dahi Farid berkerut. Menghadap ke Tia, raut wajahnya seolah meminta penjelasan ke kembaran Rani itu. Maka, Tia pun maju mendekati mereka dan berkata, "Gapapa, Farid. Bila kamu mau kenal sekolah lebih banyak, ikut aja dengan Rani. Dia juga sebenarnya sekretaris OSIS. Kalau ada info apa-apa, Rani bisa kasih tahu kamu."
Rani mengangguk-angguk. "Nah, benar itu, Farid! Eh, kami juga nanti mau persiapan buat tim lomba ke sekolah lain. Anak OSIS kerja sama dengan guru, terutama lomba kayak futsal, basket, kayak gitu-gitu. Kalo kamu mau ikut, nanti bisa daftar lewat aku!"
Farid mengangguk, lalu beralih lagi ke Tia, seperti minta validasi terhadap apa yang dikatakan Rani.
"Kalo kamu minat, ikutan aja. Seru, kok," timpal Tia ditambah anggukan. Farid hanya mengatakan, "Oke, kalau ada apa-apa, aku bilang kamu aja."
"Yey!" Rani berseru ditambah melompat kecil. Tia hanya bisa tersenyum tak enak hati, menatap Farid.
"Habis ini kamu mau ke mana, Farid? Mau ikut bikin video di Vine gak?"
Tia merasa Rani sudah terlalu jauh, padahal mereka baru saja kenal dan membuat Farid tak nyaman. Ingin menyahuti Rani, tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggilnya.
"Tia, maen yok!"
Mereka semua berpaling ke sumber suara, ada seorang perempuan tomboi di sana, memakai kaus band metal hitam dan celana jeans robek.
"Nina! Sejak kapan kamu di sini?"
Nina mendekat dan menjawab, "Ya, sejak tadi! Kata nyokap lo ada di sini ama cowok! Jadi ya udah, gue ikutan ke sini juga."
"Kita mau main ke mana?"
Pertanyaan Tia membuat Nina menepuk dahi.
"Ke warnet maen dress-up fantasy!" celetuk Nina. "Yang kayak biasa lah, Tia! Yakali gue udah keren gini malah ke warnet! Bau asap rokok yang ada badan gue!"
Farid jadi bingung dengan kehadiran dirinya di sana. Begitu pula Rani, hanya bisa melipat tangan di depan dada karena ia tak suka dengan kehadiran Nina.
Tia menjawab dengan tak enak hati. "Um, ditunda aja dulu gapapa, Nina? Soalnya masih ada tamu."
Nina memajukan kepala keheranan, lalu berpaling menghadap Farid dan menunjuknya.
"Si cowok nih maksud lo tamu? Kan temen lo? Ya udah, ajak juga dia buat ikutan!"
Tia menggumam sesaat. "Kalo kita nonton aja gimana, Nina? Aku ada stok film horor baru dengan HarPot!"
Wajah Nina langsung berbinar cerah. "Beneran?! Ah, sikat lah! Kita nonton di sini aja! Tapi kita beli cemilan dulu! Warung deket rumah lo jam segini dah buka, kan?"
Tia mengangguk dan berkata, "Iya, tadi aku lewat sebelum pulang udah buka, sih."
Nina menghadap Farid dan bertanya, "Lo belum mau pulang, kan?"
"Iya?"
"Lo ikut kami aja, nonton film! Daripada lo bengong di sini!"
Farid terdiam awalnya, menimbang-nimbang tawaran Nina. Belum Farid hendak menyahut, ada suara lain yang menyambar duluan.
"Eh, apa cuma aku yang gak suka nonton film horor? Aku takut bila nonton serem-serem gitu, soalnya gak ada yang ngelindungi aku. Kalo bareng temenku yang cowok-cowok baru berani deh!" ujar Rani bersuara manja sambil melirik ke Farid dengan tatapan genit.
Nina langsung bermuka masam, menatap tajam ke Rani. "Iye, cuma lo doang! Puas lo ngentod?!" sahutnya bersama emosi menjadi-jadi. Tia hanya bisa nyengir tak enak hati.
"Ih, apa sih! Orang aku gak bilang ke kamu!" bantah Rani memanyunkan bibir, menghadap Farid seperti berisyarat minta pembelaan.
"Bacot lo!"
Nina berlalu bersamaan menggamit lengan Tia, berkata, "Yok ke warung, Tia. Eh, lo mau ikut, gak?"
Rani menggeleng dan memegang tangan Farid. "Eh, kamu ikut aku aja, ya! Di sini, kita ngobrol bentaaar aja! Abis ini kamu mau nonton juga gapapa deh!"
Tergagap-gagap, Farid semakin kebingungan terhadap tindakan apa yang harus ia lakukan. "Ma-Maaf, sepertinya aku mau ikut beli makanan juga."
Farid hendak melepaskan pegangan Rani, tetapi sudah kedahuluan Nina menebang tangan kembaran Tia itu.
"Dasar ganjen, pegang-pegang cowok sembarangan!"
"Eh?!" Ingin menyahut, tetapi bahu Farid sudah dirangkul Nina dan mereka bertiga sama-sama pergi meninggalkan Rani yang merengut dan menginjak-injak lantai penuh kekesalan.
***
Nina, Farid dan Tia sudah kembali ke rumah Tia. Mereka menaruh belanjaan di atas meja kecil ruang tamu. Tia berbalik dan berkata ke mereka, "Aku bawakan nampan dulu ya, dengan mangkuk besar buat snack."
"Oke, flashdisk lo di tempat biasa, kan?"
"Iya, Nina. Dekat TV."
Nina tak menjawab lagi, langsung beranjak ke keranjang kecil. Ada flashdisk warna ungu transparant. Farid sendiri agak ragu untuk duduk atau tidak. Nina memasang flashdisk ke DVD player, lalu memilih film mana yang akan mereka tonton.
"Eh, duduk aja! Anggap rumah sendiri," celetuk Nina ke Farid di belakang. Farid pun menurut, duduk di sofa single dan mengambil air mineral dari bungkusan yang mereka bawa tadi, diteguk dua kali.
Tia sudah kembali membawa nampan, gelas beserta stoples dan mangkuk besar. Nina membantunya, disusun di meja. Bersama pula memisahkan snack, dimasukkan ke dalam mangkuk dan stoples. Setelahnya, Tia dan Nina duduk bersama di sofa panjang dan mulai menikmati film.
Awal mula film tayang, mereka saling terdiam. Di pertengahan, Tia dan Nina mulai tegang dan saling memegang snack satu sama lain. Bahkan, Farid sampai terheran-heran, terlebih karena saat ada jumpscare, Nina dan Tia sampai berpelukan dan memejamkan mata karena takut. Tak sadar, melihat ekspresi ketakutan Tia yang lucu membuat Farid tersenyum tipis.
Saat Nina berpaling ke Farid, ia sedikit heran karena ekspresinya yang biasa saja. "Kok lo diem aja nontonnya, anjir?! Gak serem bagi lo?"
Farid menggeleng. "Sebenarnya aku tak menikmati alur film horor. Tetapi, karena kalian menontonnya, aku ikut saja."
Tia mengelus dadanya, menenangkan diri habis scene menakutkan sebelum ending tadi. Setelah film benar-benar selesai, barulah ia mengambil remote dan membuka folder lain dari flashdisknya.
"Nonton HarPot mau?" tawar Tia.
"Boleh. Aku sudah menonton sampai Goblet of Fire."
Tia mengangguk-angguk. "Aku juga sudah yang itu, jadi sekarang kita nonton yang 5 dan 6, ya. Kalo Nina gimana?"
Nina mengangkat kedua alis, bersama kedua bahu. "Gue ngikut aja, Tia. Mana aja yang seru, yang penting nontonnya ama lo."
Selagi mereka menonton, Farid dan Tia sama-sama serius sampai Nina terheran-heran. Mengamati Tia, lalu Farid. Sesekali mereka seperti tertawa bersama oleh jokes yang Nina tak mengerti. Entah selera humornya memang agak lain, atau memang Nina tak bisa menemukan di mana lucunya saat menonton HarPot.
Namun, ketika memikirkan lagi bagaimana mereka menunjukkan ekspresi serupa di setiap scene tidak biasa, membuat Nina mengelus dagu dan berpikir.
"Kalian kok bisa barengan gitu? Ketawanya bareng, herannya bareng. Kayaknya cocok bener bila berdua?"
Tia langsung berpaling. "Hah? Gimana, Nina?"
Bersamaan itu pula Rani keluar dari kamarnya dan berkata, "Eeh, Farid cocoknya ama aku aja! Benar, kan?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro