Chapter 6
Akhir-akhir ini, mimpi acak yang dialami Anna makin sering terjadi. Semakin lama semakin panjang. Dan semakin membuat dadanya terasa sesak.
Anna tidak menceritakan soal mimpi berulang ini kepada bibinya, walaupun sebetulnya sangat ingin. Untuk pertama kalinya, gadis itu merasa hal tersebut bukanlah sesuatu yang dapat diceritakannya kepada Bibi Heather. Anna tahu Bibi Heather curiga dirinya menyembunyikan sesuatu, karena dia selalu menanyakan apa yang terjadi kepada Anna pada tiap kunjungannya mengantarkan obat. Tetapi ada perasaan sulit dijelaskan jauh dalam lubuk hatinya yang mengatakan bahwa ini adalah masalahnya. Mengungkapkannya sama saja dengan membagi permasalahannya kepada wanita itu.
Sejauh ini, yang diketahui Bibi Heather hanyalah bagaimana Toby membuat hari-harinya yang biasanya sudah rumit menjadi luar biasa rumit.
Bicara soal Toby, perkataan cowok itu nyatanya memang terbukti. Toby tidak muncul di sekolah belakangan ini. Maka karena sudah membuat janji dengannya, Anna selalu menyempatkan diri untuk datang ke Hill's Rock—tentunya tidak setiap hari, hanya ketika tidak sedang banyak tugas atau tak ada jadwal piket klub.
Toby memilih tempat yang sedikit ganjil untuk mengobrol, memang, namun Hill's Rock tidak banyak dilalui pejalan kaki maupun kendaraan karena kebanyakan penduduk yang keluar-masuk Hendersonville lebih memilih jalan utama di sisi barat kota yang lebih lebar, tidak menanjak, dan lebih dekat ke jalan bebas hambatan. Sementara Hill's Rock pada dasarnya merupakan akses yang dibangun demi kepentingan penduduk yang tinggal di atas bukit untuk mencapai Hendersonville, dan jalan tersebut diteruskan hingga mengitari luar perbatasan kota dan akhirnya bertemu dengan jalan utama juga, sehingga tidak banyak yang memilih lewat sana, kecuali warga atas bukit.
Seringnya Anna dan Toby hanya mengobrol di sana sampai larut malam. Mereka bicara soal macam-macam. Serial televisi, makanan favorit, tipe liburan ideal masing-masing... terkadang bahkan mereka membicarakan tempat-tempat menarik yang dapat ditemukan di Hendersonville.
Toby yang biasanya mendominasi percakapan, bukan karena cowok itu kelewat bawel, hanya saja Anna memang bukan tipe yang banyak bicara. Dia menikmati mendengarkan cerita-cerita Toby tentang adik-adiknya atau liburannya ke Irlandia suatu waktu. Namun Toby pembicara yang cerdik. Dia pintar merancang perkacapan dan memancing Anna untuk bercerita mengenai dirinya. Mulanya memang hanya satu-dua hal sepele. Tetapi lama-kelamaan Anna jadi terbiasa menceritakan masalah-masalahnya kepada cowok itu. Masalahnya di sekolah. Ibunya yang menutup diri darinya semenjak terpisah dengan ayahnya. Bagaimana Anna merasa dia selalu gagal berusaha mendapatkan kepercayaan dari wanita itu...
Semakin lama, pertemuan-pertemuan di malam hari dengan Toby menjadi acara rutin yang sama pentingnya bagi Anna seperti mengerjakan PR. Keheningan Hill's Rock, pemandangan langit, kerimbunan hutan di sekitar mereka, entah bagaimana membantu gadis itu berpikir lebih jernih. Namun, hal terpenting dan vital di atas semua itu—yang selalu coba disingkirkan Anna dari benaknya jauh-jauh karena dengan memikirkannya saja sudah membuatnya merasa jadi orang paling bodoh dan konyol sedunia—sebenarnya adalah Toby. Kehadiran cowok itu di sisinya secara tak sadar membuat Anna merasa tenang, entah bagaimana.
Kehadiran Toby-lah yang penting.
"Apa yang kau lihat saat memandang itu?" celetuk Toby kepada Anna setelah lebih dari satu jam mereka mengobrol di Hill's Rock. Cowok itu mengangkat lengannya dan menunjuk lurus ke arah langit malam hari. Bintang nyaris tak kelihatan malam itu.
"Gelap..." sahut Anna, mulai merasa topik-topik pilihan Toby semakin lama semakin acak, "...jauh...?"
"Misterius..." tambah Toby. Dia menghela napas panjang sekali, kemudian bertanya. "Anna, pernahkah kau merasa aneh?"
Anna mendengus, "Selalu." jawabnya miris seraya memutar bola mata.
Toby menoleh memandangnya, "Maksudku... seperti rasanya kau melupakan sesuatu yang sangat penting, dan kau sangat ingin mengingatnya, tetapi tidak bisa."
"Itu tandanya kau mulai pikun." Anna tersenyum meledek, "Sering-seringlah mengisi teka-teki silang."
"Aku serius."
Senyuman Anna perlahan memudar. Gadis itu menatap sepatunya. Dia tahu, lebih dari siapapun, bahwa Toby memaksudkan perkataannya itu dengan sungguh-sungguh.
"Apa yang kau lupakan?" tanya Anna.
Toby mendesah lagi. Dia kembali memandangi langit, kemudian tatapannya turun untuk mengamati pemandangan di lereng tebing di bawah sana, ke arah pepohonan yang tumbuh rimbun mengitari sisi belakang bekas pabrik tua itu, sehingga agak mirip seperti hutan kecil. Lalu cowok itu menggeleng putus asa.
"Aku tak tahu apa yang terjadi dengan ini," Toby terkekeh dan mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan satu jari, "Mungkin terlalu banyak terbentur di lapangan. Padahal aku selalu pakai helm."
"Apakah ada hubungannya dengan tempat ini?" tebak Anna.
Toby terdiam sejenak, "Kurasa begitu."
Kali ini Toby mengikuti jejak Anna dengan berpindah dan duduk di tanah, persis di sebelahnya. Pagar pembatas jalan memang kurang nyaman untuk diduduki dalam waktu lama. Anna memperhatikan tangan Toby dan tangannya yang bersebelahan secara tak sengaja, nyaris bersentuhan. Jemari tangan cowok itu panjang-panjang dan terlihat kapalan. Mungkin akibat latihan-latihan menangkap dan melempar bola futbol. Anna membandingkan jemari tangan Toby dengan jemarinya yang kecil dan kurus-kurus. Kontras sekali.
Sekitar setengah jam berikutnya mereka hanya duduk bersisi-sisian di sana, mengobrol macam-macam lagi hingga kehabisan topik. Cowok itu kemudian bangkit, begitu tiba-tiba hingga Anna terlonjak sedikit. Dia melompati pagar untuk kembali ke sisi jalan raya, kemudian berbalik dan tersenyum lebar. "Trims untuk waktumu malam ini. Ketemu lagi besok?"
Anna ikut bangkit dan mengamati sosok Toby yang berdiri di hadapannya. Profil tubuhnya yang tertimpa cahaya lampu jalan. Dan seketika Anna langsung paham alasannya mau repot-repot duduk berjam-jam di luar sini, mendengarkan cowok itu cuap-cuap soal alam semesta, kemisteriusan langit, dan isi hatinya ditemani bunyi jangkrik serta sesekali gigitan serangga.
"Yeah." Anna mengangguk, kembali disadarkan akan betapa imutnya cowok itu dan mengakui dengan pedih dalam hati bahwa dirinya memang naksir berat Toby Mozkovitz. "Sampai besok, kalau begitu."
***
Ada yang berbeda dengan suasana Hendersonville High pagi ini.
Gumaman dan bisikan memenuhi seluruh koridor. Siswa-siswi bergerombol, membicarakan sesuatu dengan mimik serius dan nada rendah. Sembari menyusuri koridor, Anna hanya menangkap sebagian pembicaraan itu.
"Parker? Benarkah?"
"Bukankah dia dikeluarkan?"
"Itu karena ayahnya..."
"Tidak, dia kembali ke kota?"
Bahkan Anna tidak berhasil mengetahui cerita lengkap desas-desus yang menyebar seantero sekolah. Barulah ketika istirahat siang, gadis itu mendengar versi lengkapnya dari mulut Kim, siang itu di ruang siaran. Ruang tunggu sempit itu sekarang beralih fungsi jadi permanen tempat makan permanen Anna, Kim, dan Kevin.
"Ada anak kelas dua belas yang bilang dia melihat Colton Parker kembali ke kota." Kim menjelaskan dengan suara tak jelas karena mulutnya penuh salad tuna, "Gosipnya selama ini dia pindah ke Red Rocks."
Anna berhenti mengunyah.
"Jangan bercanda." Kevin menyipitkan sepasang matanya kepada Kim, yang kini sudah membuka yogurtnya.
"Kau terlalu banyak baca buku sulit sehingga kehilangan waktu ngobrol dengan teman-teman sekelasmu, mungkin." timpal Kim sinis.
"Colton Parker?" Anna mengulang, "Dia kembali ke sini?"
Kim mengangkat bahu.
"Hanya desas-desus." katanya sambil menyendok yogurtnya banyak-banyak, "Topiknya jadi berkembang. Ada yang bilang dia bakal sekolah lagi di sini."
Anna membeku.
"Mustahil."
Anna dan Kim sama-sama menoleh memandang Kevin yang meremas bungkusan hotdognya.
"Dia tidak akan pernah berani menampakkan batang hidungnya di sini." katanya dengan nada tajam yang belum pernah Anna dengar keluar dari mulut cowok itu sebelumnya. Anna memperhatikan Kevin. Dia membereskan kertas-kertas pembungkus yang berserakan di lantai dengan sikap tak peduli, namun Anna dapat melihat rahangnya merapat kaku, menyiratkan pesan tak kasat mata bahwa dirinya enggan meneruskan obrolan ini. Tetapi rupanya Kim tidak secermat dan setanggap Anna.
"Mungkin saja, kan? Ayahnya walikota Hendersonville. Dia sangat berpengaruh." ungkap Kim, kemudian matanya membesar bersemangat ketika bicara lagi, "Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Amber Mills kalau dia betul-betul kembali ke sekolah ini..."
Kevin bangkit. Begitu mendadak sampai-sampai rasanya Anna nyaris mengalami gejala awal serangan jantung ringan.
"Kalaupun dia nekat menginjakkan kakinya di sini, aku akan membunuhnya." dia berkata pelan.
Kemudian Kevin berbalik meninggalkan ruangan, meninggalkan Anna dan Kim saling bertatapan. Dari ekpresi keduanya, mereka sama-sama tahu, dengan nada suara dan tatapan sedingin es itu, Kevin pasti sangatlah membenci Colton Parker.
---
The Return of Colton Parker
O.O
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro