Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Gadis itu bernama...

Apa yang terlihat, tak selalu sama seperti yang terjadi.

🌼🌼🌼

"Jadi gimana kabar dia? Gue harap mulut bocornya jangan sampai bawa nama-nama kita!" Seruan tegas itu terdengar jelas hingga menembus bilik toilet tempat Indi berada di dalamnya.

Ia pikir bisa tenang berdiam diri sejenak di toilet paling ujung kampus yang jarang terpakai karena  dekat pohon beringin tua yang banyak ditakuti itu.

"Hmm... pastikan ortu Meldi urus semua. Cewek gila itu memang gak berguna. Lain yang gue suruh, lain yang dibuatnya!" Balas suara itu. Kentara sekali ia benar-benar kesal akan tindakan ceroboh salah satu orang yang diperalatnya.

"Iya! Gue bilang serempet Rara. Bukan ditabrak! But see ... dia nyaris bunuh anak orang detik itu juga! Untung mobilnya rental, jadi gak masalah kalau pun ada laporan."

Gadis pucat itu bergeming pada posisinya. Ia kenal suara milik seseorang di luar sana.

"Ya...ya... target awal itu Rara. Tapi malah ngelabrak Indi yang bisa gue atur sendiri! Ryan juga gak terlalu dekat sama cewek penyakitan itu."

Tempat pelabuhan dari segala jenis panggilan alam itu memang penuh misteri. Selain eksisi menjadi lokasi perundungan golongan lemah, tak jarang toilet juga bisa menjadi awal dari bocornya sebuah rahasia.

"Santai. Bukan Seola namanya kalau cuma kasih pembalasan  ringan. Manusia jenis Rara harus lebih menderita, supaya dia jengah dan jauhin Ryan. Kalian juga terus teror dia by phone. Sekalian ajak mantan Ryan yang lain, biar makin ramai."

Gadis di luar sana terkekeh puas mendengar balasan kedua anak buahnya. Bukan hanya Ryan yang menjadi landasan kuat Seola untuk membalas Rara, tapi juga karena gadis kaku itu sendiri.

Mereka adalah teman satu SMA dulu. Namun, tampaknya Rara sama sekali tak mengingat siapa Seola. Gadis berkulit sawo matang itu maaih teringat jelas bagaimana perjuangannya bergeser dari golongan yang diremehkan menjadi kaum yang dominan seperti sekarang. Sebab streotipe aneh orang kebanyakan selalu menganggap perempuan cantik adalah yang memiliki kulit putih, rambut panjang dan tubuh kurus ideal. Sedangkan Seola zaman SMA adalah kebalikan semua itu. Kulitnya lebih cokelat dari yang saat ini, rambutnya pendek karena menjadi anggota paskibra dan juga gendut.

Dan kemencolokan visual Rara bersama si pucat Indi semakin membuatnya merasa tertindas. Mungkin mereka tak membully langsung, tapi ocehan body shamming lewat senda gurau itu bukan berarti tak melukai perasaannya.

Kekesalan Seola terus tertimbun nyata ketika Rara menjadi perwakilan sekolah untuk O2SN dari ekskul karate yang pernah ia ikuti. Padahal gadis itu masih tergolong anggota baru dan Seola yang awalnya menjadi perwakilan pun harus rela tersingkir begitu saja setelah susah payah latihan keras. Bukan hanya sekali, tapi hal yang sama terus berulang untuk pertandingan lainnya.

Selama beberapa waktu ia cuma menjadi atlit cadangan yang mem-back up Rara jika berhalangan. Parahnya lagi, sewaktu Seola berhasil membawa kemenangan pun reaksi semua orang hanya alakadar saja. Sangat berbeda ketika Rara yang berada di posisinya.

"Oke. Biar gue yang urus Indi, manusia lemah kayak dia gak berhak buat keganjenan!"

Indi menunduk lesu di dalam bilik paling ujung. Berharap sosok bermuka dua di luar sana segera pergi. Rara harus tau siapa dalang yang menyebabkan Meldi hampir mencelakainya. Gadis bermental sakit itu hanya terhasut omongan orang lain, memupuk kebencian pada target yang salah.

Mendengar pintu terbuka dan keadaan yang kembali hening, Indi bersiap keluar dari biliknya. Namun, saat hendak mendorong pintu utama, gadis itu terpaksa berlari masuk ke dalam bilik lagi.

"Jauh amat lo kesasar di toilet ini, La."

"Toilet lain pada penuh, makanya kemari. Kalian juga gitukan?"

"Enggak juga, sih. Tadinya cuma mau samperin lo, tapi malah mendadak kebelet."

"Memang muka Seola mirip jamban?!"

Gadis-gadis itu tertawa. Selagi menunggu salah satunya menuntaskan keperluan, mereka sedikit bergosip diiringi kegiatan touch up.

"Ola gak dandan?"

"Buat apa?"

"Biar makin cantik waktu nonton Ryan ngebasket nanti. Kan dia pasti senang tuh, dilihat sama-- kalian masih?"

Seola tersenyum kecut menanggapi pertanyaan tersebut.

Gadis yang baru keluar dari bilik toilet menyikut keras pinggang si penanya tadi.

"Ola-Ryan udah lama pisah," cicitnya "dan bisa tebaklah karena siapa!"

"Ck! Cevara! Perempuan itu memang mirip benalu!"

"Bener! Kenapa ke mana-mana selalu sama Ryan?"

Gadis berkulit kecokelatan itu tersenyum tipis. "Hush! Kalian ini. Rara itu baik tau, 'kan gue sekelasnya," tanggap Seola dengan nada ramah. Terkesan friendly dan tak suka menggunjing orang lain.

"Sabar banget, Ola! Padahal waktu lo ajak kenalan di tribun tempo lalu aja dia kayak gak niat menyambut!"

"Mungkin dia kaget. Tapi intinya, Rara yang gue kenal itu baik. Kalian aja yang suka buruk sangka."

Seola melukis senyum palsu yang terlihat begitu natural. Ucapan barusan jelas berbanding terbalik dengan cokolan batinnya.

"Rara itu gadis sombong! Dan gue bakal buat kesombongannya jadi bomerang!" Batin Seola mantap sembari menggiring keluar kedua gadis yang sebenarnya tak begitu ia kenal.

Namun, siapa pula yang akan menyangka. Hampir semua orang di jurusannya mengenal siapa Seola, gadis ramah nan ceria yang memiliki sifat menyenangkan. Aktif berorganisasi dan pernah menjadi pacar terlama Ryan, bahkan tak banyak yang tau kandasnya hubungan mereka. Sebab komunikasi Ryan dan Seola masih sehangat dulu jika di depan publik. Mungkin hanya kadar intensitas saja yang berubah, karena Ryan jarang membalas pesannya.

"Hari ini pesan huruf 'K'. Kamu! Seseorang yang terlihat mudah ku gapai, tapi ternyata begitu sulit untuk ku genggam."

Ryan meremas post it biru yang kembali diterimanya hari itu. Lembaran kertas berwarna sama dengan gaya tulisan dan cara penyampaian yang sama pula. Misterius. Yap, sebab Ryan tak pernah tau siapa pengirimnya.

Sepetak kecil kertas akan muncul dalam waktu random yang sama sekali tak pernah bisa Ryan prediksi. Membawa awalan huruf berbeda di setiap pengiriman. Mulai dari A hingga Z dan akan kembali berulang dari abjad awal. Terus seperti itu, kian memupuk rasa penasaran Ryan.

Lelaki yang tengah diselimuti rasa ingin tau tersebut memutar tubuhnya menghadap Rara. Gadis itu bergeming dengan mata tertutup dan kuping tersumpal sempurna oleh headset dekilnya.

"Gue mau banget curiga kalau ini kerjaan lo, Ra!" Monolog Ryan. "Tapi teringat hati lo terlalu kaku mirip batang beton, jelas bikin prasangka gue pada mental semua!"

Ryan merentangkan tangan di udara. Bagai orang gila yang bicara dan berekspresi sendiri. Tapi lelaki itu tak peduli, rasa penasarannya terlalu menggangu. Ia butuh pelampiasan untuk mengomel, dan sialnya si objek yang hendak dijadikan pelampiasan justru molor di jam mandiri kelas.

"Juga tulisan ceker ayam lo jelas levelan kentang kalau dibandingin sama tulisan sambung ini, Ra!" Lanjut Ryan semakin menjadi.

"Lo 'kan aneh, Ra. Digombalin tiap hari aja, gue malah berakhir kena timpuk buku. Bukannya lo baper kayak ciwi-ciwi di luar sana."

Dalam diam, Ryan tak tau saja kalau gadis yang bercosplay menjadi putri tidur itu dengan seksama mendengarkan celotehannya. Penyumpal kuping yang tadi menyalurkan musik pop itu telah terhenti dari beberapa menit lalu.

Ryan menghela napas. Baru ditinggal Rara tidur sebentar saja, ia sudah merasa kesepian. Namun, ingin membangunkan pun ia tak tega. Gadis itu pasti kelelahan karena jadwal latihan karate-nya semakin padat akhir-akhir ini akibat pertandingan kelas dunia yang sudah menunggu para atlit nasional.

"Bangun, Ra. Kangen tau!"

Esa, Juno dan beberapa teman lain yang tersisa di kelas memperhatikan Ryan. Mereka lantas tertawa geli mendengar kalimat gila lelaki itu.

"Baru ditinggal tidur bentar, Yan. Tapi udah kangen aja lo," kekeh Esa menghampiri.

"Tau, nih. Playboy bucin!" Ejek Juno yang mengekor lalu kabur bersama Esa sebelum kena timpuk kapten basket mereka.

Ryan mendengkus kelas setelah kepergian duo gesrek tersebut. Ia menarik kursi di samping Rara dan melipat tangan sebagai penyangga kepala--meniru posisi gadisnya yang kemudian ikut menyusul Rara ke pulau kapuk.

"Kangen, Ra. Gue susulin lo di alam mimpi, deh."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro