17. Akar Alasan
Mengakui perasaan memang bukan hal mudah. Selalu butuh keberanian besar untuk itu.
Reksa dan Brav tidak pernah menyangka harus menghabiskan waktu bersama. Namun, Bora yang bilang ingin menghabiskan quality time berdua saja dengan sahabatnya membuat mereka berakhir seperti ini. Mengitari sekolah benar-benar tanpa tujuan jelas. Untung Brav orangnya banyak bicara dan asyik, jadi Reksa tidak merasa canggung atau aneh. Kalau boleh jujur, mungkin Brav bisa dibilang Bora versi cowok.
Saat melintasi deretan kelas seberang, mereka menemukan Akas sedang bersandar di salah satu pilar. Mereka saling menoleh dan sepakat dalam diam untuk menghampiri cowok itu. Setidaknya menambah satu orang mungkin bisa semakin mencairkan suasana. Brav hampir menepuk pundak Akas begitu mereka tiba, tapi Reksa menghentikannya.
Reksa mengedikkan dagu, memberi isyarat bagi Brav untuk melihat ke arah yang sedang ditatap Akas dengan begitu serius, sampai tidak menyadari kedatangan mereka. Brav melongok dan menemukan Tisya yang sedang bercanda dengan teman-temannya di arah berlawanan. Dia mengangguk-angguk sekilas, mengerti maksud Reksa dan membiarkan Akas selama beberapa saat.
Ketika Tisya sudah menghilang dari pandangan dan membuat bahu Akas merosot, barulah Brav bersuara. "Kadang orang emang suka nggak sadar kalau lagi suka."
Akas terperanjat saat menoleh dan menemukan Reksa dan Brav sudah tersenyum penuh arti sambil menaik-naikkan alis mereka. Selama sesaat, Akas hanya terdiam. Tidak menemukan kata-kata untuk membalas omongan Brav, juga untuk meneliti dirinya sendiri.
Sebelum mendengar dan melihat dua orang ini, Akas memang sedang memperhatikan Tisya, karena ingatan akan beberapa hari ini melintas di otaknya. Dia ingat bagaimana Tisya bertingkah begitu ceria, dan menyebarkan semangatnya ke semua orang, termasuk Tyas. Cewek itu juga membuat adiknya banyak tertawa. Semua perhatiannya pada Tyas membuat Akas mau tidak mau mulai mengamatinya.
Dia anaknya seru banget, Kak. Aku udah lama pengen punya saudara cewek buat main bareng kayak gini, dan akhirnya sekarang bisa kesampaian. Walau dia yang terus deketin Kakak, tapi kayaknya nggak salah Kakak pertimbangin. Aku nggak masalah, kok, punya kakak ipar yang lebih muda.
Mungkin Tyas memang berkata seperti itu sambil tertawa, tapi Akas tahu itu memang keinginan hatinya. Sudah lama Akas tahu, kalau adiknya menginginkan saudara perempuan. Walau hubungan mereka sangat baik, tapi saudara dengan jenis kelamin sama sepertinya bisa membuat Tyas merasa lebih nyaman. Sejujurnya, itu yang membuat Akas berusaha lebih keras, untuk menjadi kakak terbaik bagi adiknya. Dan semua tentang adiknya ini memang membuat Akas lemah. Makanya, yang awalnya merasa terganggu, dia jadi mulai memikirkan Tisya dalam perspektif yang berbeda.
"Jadi ... kalian juga gitu?" tanya Akas akhirnya.
"Oh, jelas nggak! Dari awal, gue udah tau gue suka banget sama Bor Kecil," elak Reksa cepat.
"Gue juga. Pas pertama ngeliat Anka, udah langsung sadar kalau gue suka." Brav ikut menegaskan keadaannya. Siapa yang tidak tahu kenyataan ini, kalau sudah melihat bagaimana dia tidak berhenti mendekati Anka dari awal.
Awalnya Akas mengangguk-angguk, lalu memberi tatapan sengit. "Jadi omongan tadi cuma buat nyudutin gue?"
Reksa dan Brav spontan tertawa. Awalnya sih, bukan itu tujuan mereka. Tapi melihat bagaimana Akas, senior yang begitu berwibawa dan terkenal dalam hal memimpin galau begini, siapa yang tahan untuk tidak menggoda. Sepertinya virus Bora sudah menyebar pada dua cowok ini, dan mulai sekarang Akas mungkin harus siap menerima banyak ledekan.
"Keliatannya sih lo emang suka, Kas. Walau belom sebanyak gue ke Bor Kecil," simpul Reksa tiba-tiba, membuat Akas mengernyit.
"Belom sebanyak gue ke Anka juga, pastinya." Lagi-lagi Brav menimpali, seolah tidak mau ketinggalan.
Akas langsung berdecak dan menggeleng-geleng. Sambil bersedekap, dia menatap dua adik kelasnya ini. "Kalian ke sini mau ngomongin gue apa curhat, sih?"
Lagi, Reksa dan Brav terbahak. "Udah nggak usah banyak galau. Kalau suka, ya tinggal bilang. Deketin aja langsung," saran Brav.
"Wah ... nggak bisa segampang itu, sih." Reksa menanggapi cepat, begitu mengingat bagaimana proses dia mendekati Bora yang tidak bisa dibilang terang-terangan seperti ucapan Brav tadi.
Brav langsung mundur sambil mengangkat tangan, sementara Akas mendesis. "Lagi-lagi curhat," katanya. Memang tidak ada pemecahan untuk persoalan Akas dari dua orang ini, tapi setidaknya dia tahu kalau reaksi orang dalam menanggapi perasaannya memang berbeda-beda.
***
Quality time yang dimaksud Bora adalah menempel terus dengan Anka. Mengobrol tentang apa pun, menonton video musik atau video singkat apa saja bersama. Hanya hal-hal sederhana, tapi bisa membuat mereka merasa semakin dekat karena memiliki selera dan kesukaan yang sama. Intinya, ada kalanya Bora tidak mau diganggu oleh para cowok yang menempel pada mereka. Dan hal inilah yang membuat Anka bersyukur bersahabat dengan Bora. Dia selalu bisa membagi waktu dengan baik.
Mereka memang punya banyak perbedaan kalau dilihat dari luar, tapi nyatanya, tidak jarang juga ada kesamaan-kesamaan yang membuat hubungan mereka makin erat. Seperti saat ini, mata keduanya masih basah karena habis menonton musik video Can't It Be Me, yang menjadi soundtrack drama 49 Days.
[Seharusnya ada GIF atau video di sini. Perbarui aplikasi sekarang untuk melihatnya.]
Baik Bora maupun Anka, belum ada yang move on dari melodrama satu ini. Walau termasuk drama lama dan selalu menguras air mata sampai kadang membuat kepala sakit, keduanya masih saja betah menonton ulang. Atau minimal, menonton video musiknya seperti sekarang ini. Dan walau cuma video musik, mereka tetap sesengggukan.
"Sedih banget, sih, Han Kang-nya. Pengen punya yang kayak gitu gue, Ka," ujar Bora, masih sambil mengatur napas.
"Nggak boleh! Han Kang itu punya gue. Lo kan awalnya suka sama si scheduler. Dikasih tau lebih sweet Han Kang nggak percaya. Jangan ngerebut-rebut sekarang," balas Anka sengit. Biasanya dia memang tidak suka berdebat, apalagi dengan Bora. Namun, beda urusan kalau sudah menyangkut Han Kang, tokoh favorit sepanjang masa di drama 49 Days ini.
"Kan awalnya gue nggak tau. Sekali liat mah gantengan si scheduler," Bora memelas. Mukanya dibuat sesedih mungkin, berharap Anka akan kasihan melihatnya.
"Nggak terima alasan, Yong. Pokoknya Han Kang milik gue!" Anka benar-benar tidak berniat mengalah.
"Ya udah," jawab Bora akhirnya. Jarang-jarang dia kalah dari Anka, jadi biarkan saja sesekali sahabatnya itu menang. "Kita ganti tontonan lah, yuk. Udah pusing gara-gara nangis."
Anka mengangguk setuju. Awalnya mereka sepakat untuk menonton video musik ini karena kangen dengan drama itu. Tapi mereka lupa kalau ini di sekolah dan masih ada pelajaran selanjutnya. Kalau bersikeras menonton semua video musik drama satu itu, bisa-bisa mereka jadi perhatian para guru terus.
Anka membiarkan Bora mengambil alih dan memilih video mana pun yang akan ditonton sebagai hiburan. Wajahnya berubah cerah seketika saat ponsel Bora menampilkan video reality show terbaru EXO-CBX, Travel the World on EXO's Ladder. Bora sengaja memilih itu karena videonya pendek-pendek, cocok untuk ditonton di waktu istirahat yang pendek. Juga, karena itu acaranya EXO. Dia yakin, Baekhyun sanggup membuat mereka terpingkal-pingkal dan melupakan kesedihan karena potongan drama 49 Days tadi.
Tepat seperti dugaan Bora, mereka terbahak sepanjang menonton video itu. Melihat bagaimana Baekhyun bersikeras mengganggu Xiumin yang mau melakukan swafoto, padahal sudah diusir berkali-kali. Belum lagi saat mereka berdua salah mengartikan perintah misi yang diberikan. Mereka terus mencari patung, padahal disuruh mengumpulkan stempel, sampai menghabiskan lebih dari sebagian waktu yang diberikan.
"Sumpah nggak ngerti lagi sama Baekhyun ini. Astaga ...," ujar Bora saat terpaksa mengakhiri acara menonton mereka karena waktu istirahat sudah hampir habis. Dan juga, perut mereka sudah keram karena terus tertawa.
"Iya, asli konyol banget jadi orang," timpal Anka. "By the way, Yong." Dia melirik Bora sejenak sebelum melanjutkan, lalu menyodorkan ponselnya. Di sana, ada foto kertas yang terselip di novel itu. Anka sengaja memotretnya untuk menunjukkan pada Bora.
"Ini apaan?" tanya Bora sambil mengernyit.
"Gue nggak tau siapa yang nulis ini, tapi gue bales," jawab Anka sambil nyengir.
Bora mengerjap-ngerjap, tidak menyangka Anka akan melakukan hal itu. Berteman sekian lama dengan Anka tentu membuat Bora memahami sahabatnya itu. Anka jelas bukan orang yang akan membalas, bahkan sekadar memedulikan, sesuatu yang tidak jelas asal-usulnya. Buktinya waktu Bora mendapat SMS tidak jelas saja, Anka yang menyuruh untuk mengabaikan, tapi sekarang keadaannya berbeda.
"Karena ... simpati? Penasaran?" tebak Bora.
Anka mengangguk, membuat Bora tidak mengerti arti anggukan itu ke tebakan yang mana. Karena itu, Anka menambahkan, "Awalnya penasaran, tapi ... lama-lama jadi kasian. Dan gue mikirnya ini Brav."
Mendengar nama Brav membuat Bora tersenyum penuh arti. Dia paham sekarang. Semuanya memang bisa berubah kalau sudah menyangkut perasaan. "Jadi ... karena ngira itu Brav? Yang bikin lo penasaran isi tulisannya apa Brav, nih, Ka?"
Anka tidak menemukan suaranya untuk menjawab Bora. Pertanyaan itu juga yang sudah berputar-putar di otaknya sejak menemukan tulisan di novel. Atau bahkan saat pertama kali dia menemukan kotak makan misterius beserta tulisan di atasnya.
***
Di part ini aku mau tekanin dikit tentang Bora dan Anka yang misahin diri dari cowok2 yang nempel ke mereka dan tetep punya quality time bareng karena terlalu banyak orang yang kalau udah punya pacar ya kerjanya pacaran mulu sampe ninggalin temen, it happened to me too hahaha sebel dan sedih ngeliat temen pacaran mulu sampe lupa sama temen. Jadi kalian kalau punya pacar jangan lupa sama temen ya :"
Ada yang nonton 49 days? Atau reality shownya exo itu? Aku suka beneran loh sama baekhyun hahaha ngaco banget orangnya
Anka lagi galau yang bikin tertarik itu tulisan2nya apa Brav hmm ...
Ditunggu komen sama votenya ya. Kalau ada saran silakan, aku butuh banget itu hihihi
Sampai ketemu sabtu
junabei
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro